Minggu, 28 Oktober 2012

Apa karena enggak 'mainstream'?

(Part 1)

"Fia setelah lulus mau ke mana?"
"Insya Allah mau S2."
"Nggak kerja?"
"Enggak Nanti saja."

Percakapan di atas sering mewarnai keseharianku akhir-akhir ini. Setelah lulus S1, langsung lanjut ke S2, bukannya kerja. Titik. Aku mau S2. Aku mau belajar. Aku belum mau kerja. Dan itu memang tidak bisa diganggu gugat. Kalaupun kerja, aku juga nggak mau kerja di perusahaan Jepang. Jadi, aku abaikan saja tawaran-tawaran kerja di perusahaan Jepang yang kece-kece (sumprit sombong banget ya guweh). Karena aku memang nggak mau kerja. Buat mereka yang mengenalku, pasti bisa mengerti. Tapi, buat yang tidak, mereka mungkin akan berpikir aku sombong, sotoy, sok pinter, dan blablabla.
Aku tidak menyalahkan mereka yang bekerja setelah lulus S1. Bekerja setelah lulus S1 itu baik. Sangat baik. Setidaknya, mereka sudah mapan dari segi ekonomi, life skill, dan soft skill. Tapi, yang membuatku tidak berminat, aku tidak tahan dengan persaingannya. Lihat saja, career days di UGM beberapa hari lalu. Haaaaaaaah.... Rame macam antrian semut. Itu, bisa saja membuktikan: lulusan S1 di negara ini sudah terlalu banyak. Seperti lulusan SMA. IPK di atas 3,5 mungkin sudah seperti siswa yang mempunyai rata-rata nilai 8 di ujian nasional. Jadi, career days di UGM beberapa hari lalu, hanya bisa kuamati dari FIB dengan tersenyum dan berkata dalam hati, "Selamat berjuang, semuanya.".
Di jurusanku, entah ini perasaanku atau emang kenyataannya begitu: lulus S1, rata-rata langsung memilih kerja. Dengan modal bisa ngoceh pakai bahasa Jepang, duuuuh.. perusahaan mana sih yang nggak kepincut. Apalagi kalau kamu punya sertifikat JLPT (TOEFL bahasa Jepang) level 2 dan sudah pernah ke Jepang. Jangankan ngelamar kerja, perusahaan-perusahaan sudah akan datang padamu dengan sendirinya. Mungkin kalau dihitung, lulusan S1 di jurusanku yang melanjutkan S2 itu, kalah banyak.
Tapi sayangnya (atau untungnya?), aku tidak termasuk di dalamnya.
Dosenku pun demikian. Entah sudah berapa kali beliau-beliau ini bertanya tentang rencanaku setelah lulus S1. Dan pertanyaannya pun sama: "Kenapa nggak bekerja saja?".
Ha-ha-ha-ha-ha.
Begitulah. Terserah kalian bagaimana memandang seorang lulusan S1. Apakah sebaiknya ia bekerja atau melanjutkan sekolah. Sebenarnya, kedua pilihan itu baik. Sama-sama baik. Dan yang pasti ada plus-minusnya. Sama halnya kalau kau perempuan, dan memilih bekerja atau menjadi ibu rumah tangga setelah menikah. Analogikan saja seperti itu. Karena bekerja atau menjadi ibu rumah tangga, itu sama-sama baik dan mulia. Sekian.

--------------------------------------------------------------
 (Part 2)

Masih menyambung cerita di atas. Sebenarnya percakapan yang kutulis di awal postingan ini, tidak berhenti sampai di situ. Setelah aku menjawab, "Enggak. Bekerjanya nanti saja.". Pertanyaan yang selanjutnya terlontar adalah:
"Emang mau S2 di mana? Luar negeri"
Jangan dikira aku belum menentukan pilihan. Aku sudah menentukan kok. Dan lagi-lagi, pilihanku itu membuat orang-orang yang menanyaiku tercengang::
"Iya. Rencananya mau S2 di Jepang..."
Itu jawabanku. Dan mereka manggut-manggut. Ah, naruhodo. Yappari lulusan S1 Sastra Jepang sudah selayaknya sepantasnya dan seharusnya S2 di Jepang. Tapi bukan. Bukan itu yang membuat mereka tercengang karena sebenernya, jawabanku belum selesai:
"... atau kalau tidak ya di Brunei Darusalam."
Bisa kau bayangkan ekspresi mereka-mereka yang mendengar jawabanku? Dan mungkin saja kau yang membaca postingan ini?
Brunei Darusalam?
"Nggak salah, Fi?"
Rata-rata mereka berkomentar komentar seperti itu.
"Kenapa Brunei?"
Dan pastinya akan ada pertanyaan lagi, semacam itu. Orang-orang, terutama yang ada di jurusanku, mungkin sudah ter-mind set bahwa kuliah di luar negeri itu, ya di Jepang. Hebat sekali ya propagandanya. Atau, kalau orang-orang awam, terlebih yang sering nonton drama Korea, biasanya akan berpikir bahwa kuliah di luar negeri itu kalau nggak Jepang (ngeh), Korea (Selatan), Amerika, Eropah, Singapur, Ustrali, atau China lah ya.
Tapi kok ya bisa-bisanya Fia milih Brunei?
Brunei, Brunei, Brunei. Mungkin mereka hanya taunya Brunei itu negara kecil kaya di Pulau Kalimantan yang kalau tanding sepak bola dengan timnas Indonesia, selalu kalah. Tapi tak tahukah mereka kalau beasiswa pemerintah Brunei, yang ditawarkan ke mahasiswa asing, itu buanyaaaaaaaaaaaaak? Dan tak tahukah mereka kalau (menurut cerita) suasana di sana sangat kondusif untuk orang yang tidak suka keramaian seperti aku? Dan tak tahukah mereka kalau (katanya lagi) pemerintah setempat justru sedang punya misi mengajak mahasiswa-mahasiswa asing untuk kuliah di sana, layaknya Korea Selatan? Dan tak tahukah mereka kalau universitas yang kutuju itu tak kalah kecenya dengan UGM dan mungkin beberapa universitas di Jepang? Dan tak tahukah mereka, dosen-dosen asing itu sangat laku di sana? Dengan gaji sangat tinggi tentunya. Makanya, jangan anggap remeh, Bung, Nona!
Tapi memang benar, perkenalanku dengan beberapa mahasiswa Brunei dan dosen Brunei beberapa waktu lalu, berhasil membuatku berpikir: "Tak ada salahnya kuliah di sana". Toh aku punya kenalan di sana, yang sampai sekarang masih kontak-kontakan. Toh mungkin jika aku beneran kuliah di Brunei (semoga. Amiiiiin), jalanku untuk sekolah di Jepang justru lebih terbuka lebar. Deshoo? Orang itu harus punya plan A dan plan B dalam hidupnya. Hahahaha... Jangan stuck di satu mind-set saja. Dunia itu luas. Dunia itu nggak hanya Jepang. Nikmati saja, Kawan!
Meskipun demikian, aku masih berharap bisa S2 di Jepang. Karena ya memang itu bidangku. Akan lebih baik jika aku meneruskan kuliahku di sana, tentu saja. Karena rencanaku meneruskan riset skripsiku, memang sebaiknya kulakukan di Jepang.
Tapi Brunei Darusalam?
Nggak ada salahnya kok!

-----------------------------------------------------
(Part 3)

Cerita ini hampir serupa dengan ceritaku di part 2. Cerita ini, kualami ketika aku kelas XII SMA. Waktu itu, zaman-zaman krusial anak SMA tahun terakhir untuk menentukan pilihan jurusan di universitas. Ketika sebagian besar temanku sudah mendaftar dan diterima di universitas swasta, aku belum mendaftar di mana pun.
Aku mau kuliah di UGM! Apapun jurusannya, yang penting UGM! Aku nggak mau sekolah di swasta lagi! Mahal! Kasihan bapak-ibuk!
Itu aku ketika SMA. Karena sudah sedikit hopeless, masuk Sastra Jepang itu saingannya nggilani. Waktu itu, aku beruntung punya wali kelas yang sangaaaaaaaaaaaaaaaaaat perhatian sama aku. Beliau sangat pengertian dan berpikiran terbuka. Ya, waktu itu, teman-temanku sekelas memilih jurusan Akuntansi, Manajemen, Psikologi, Hubungan Internasional, Hukum, Komunikas, dan jurusan mainstream lainnya.
Aku?
Sastra Jepang. Pilihan pertama pula.
Hahaha.
Lucunya, perasaanku pada saat itu, kurasakan saat ini (baca lagi part 2 kalau belum ngerti). Hahaha... Wali kelasku sangat berjasa membantu kembalinya rasa percaya diriku saat itu. Dia berkata bahwa jurusan yang kupilih itu sangat bagus dan memang sangat sesuai dengan minatku. Jangan salah, banyak yang menyayangkan aku memilih Sastra Jepang. Mereka ingin aku kuliah di Akuntansi. Gara-garanya? Nilai pelajaran Ekonomi di raporku 90-an. -_________-".
Ketika aku diterima di Sastra Jepang UGM, orang-orang banyak yang memberiku selamat, tak terkecuali wali kelasku. Banyak yang bilang kalau pilhanku tepat, sesuai minatku, dan aku bangeeeeet. Hahaha..
Tapi, aku masih ingat. Ada satu guruku yang agak -_____________-" memandangku memilih Sastra Jepang. Mungkin dikiranye masuk Sastra Jepang UGM itu gampang dan ah biasalah yang semacam memandang kalau ilmu eksak itu yang paling kece sedunia.
"Alifia ketrima di mana?"
"UGM, Pak. Alhamdulillah."
"Jurusan apa?"
"Sastra Jepang." (dengan bangga dong)
"Oh. Rasah nggaya yo."
Haish. Sebel banget saat itu. Tapi tak apalah. Hahaha. Ketawain aja deh Beliau.

------------------------------------------------------
 (Epilog)

"... Because being not-mainstream is too mainstream."
Hahaha... Sekarang banyak ya orang yang nggak mau dikatain mainstream. Jujur, aku juga pernah seperti itu kok. Tapi, ketiga cerita di atas, itu sungguh bukan karena aku ingin melawan mainstream dan dibilang tampil beda. Ketiga cerita di atas, yang kususun dengan diksi acak-acakan itu, tanpa ada unsur kesengajaan. Kalau di istilah kece, namanya kebetulan. Tapi asik juga kok, meskipun kadang-kadang nyebelin juga karena nggak sedikit orang-orang yang mencibir pola pikirku yang kadang nyeleneh dari pola pikir mereka. Tapi selama yakin dan pede dan cuek, itu nggak masalah. 
Apalagi masalah fashion. Hahaha. Cerita lagi nih, padahal sudah masuk epilog (biarin ah. haha). Sekarang zamannya cewek-cewek berjilbab di Indonesia pada dandannya pakai pashmina njuk pakai cupit ninja trus digubet-gubetin gitu. Ya kan? Sebenernya aku kepingin bisa pakai jilbab kayak gitu. Tapi belum bisa. Trus setelah KKN, entah dapat ide dari mana, aku mengkombinasikan kerudung langsungan biasa sama topi rajut warna-warni. Hasilnya? Setiap aku melangkahkan kakiku di mana pun, semua mata tertuju padaku. Hahahahahahahahahahaha... Teman-temanku yang cewek-cewek bilang itu keren. Tapi teman-temanku yang cowok-cowok bilang, aku seperti Mbah Surip -_-. Dan mereka bertanya kenapa aku nggak pakai topi rajut ala rasta yang warna-warni itu. Aku bilang, kalau ada beneran, aku bakal pede pakai itu. Dan mereka pun hening seketika denger jawabanku. Hahaha.

Percaya deh selama kamu pede, yakin, dan cuek dengan ketidakmainstream-an mu --apapun itu-- kupikir sah-sah saja. Itulah keunikan manusia. Asal jangan hal-hal yang merusak moral, aqidah, dan akhlak saja. Hahaha..

Ngomong apa sih aku?

ja ne...

Jumat, 19 Oktober 2012

Amazing July :)

 Hai.

Aku lupa menceritakanmu sesuatu. Sesuatu yang penting. Tapi, sesuatu ini sempat terlupakan untuk kuceritakan di sini. Jadinya, tulisanku yang ini, sebenarnya sudah kutulis sejak bulan Juli. Tetapi hanya tersimpan di post list sebagai salah satu dari sekian banyak draft yang menumpuk di blogku. Hahaha.

Dari dua belas bulan yang ada di tahun ini --semoga tidak berubah--, aku akan terus mengingat Juli 2012 sebagai bulan yang luar biasa. Pokoknya, bulan ini benar-benar bulan yang istimewa buatku. Meskipun pada awalnya, aku berpikir, aku 'hanya' akan menghabiskan bulan Juli-ku tahun ini untuk puasa dan KKN saja.

Tidak. Ternyata tidak juga.

Ada satu hal lagi yang sangat istimewa di bulan ini. Jadi kupikir, sah-sah saja jika aku akan mengingat bulan ini untuk jangka waktu yang lama.

 Aku bingung harus cerita dari mana. Hahaha. Karena semuanya seperti berjalan sangat cepat. Sangat cepat sampai-sampai ketika hari-hari itu berakhir, aku cuman bisa tertegun, "Ha?"

Baiklah. Mungkin ceritaku akan aku mulai dari tanggal 5 Juli 2012. Hari Kamis. Tak ada yang istimewa di hari itu. Awalnya. Selain --yang jelas-- aku sedang ribet mempersiapkan perlengkapan KKNku (ya, penerjunan KKNku adalah tanggal 7 Juli), yang entah mengapa itu sangat membosankan dan membuatku sangaaaaaat malas.

Hari itu, siang. Aku dan teman-temanku sedang duduk malas-malasan di Kansas --Kantin Sastra-- FIB UGM. Aku lupa apa yang sedang kami bicarakan. Hingga akhirnya aku tersadar bahwa ada SMS yang masuk ke HPku. SMS itu membuatku panik setengah mati. Syok. Tak usah kau bayangkan bagaimana ekspresiku saat itu. Dan karena SMS itulah aku lari ke kantor jurusan. Menemui dosen pembimbing skripsiku. Ya, Beliaulah yang mengirim SMS itu. Intinya, Beliau dan tim pengujiku memberiku pilihan: pendadaran tanggal 10 Juli atau setelah tanggal 23 Juli. Hah! Pendadaran? Sungguh, di saat-saat krusial seperti ini?? Di saat aku sedang luar biasa malas, bahkan hanya untuk memikirkan KKN saja?? Pilihan yang sulit, pikirku. Aku diam lamaaaaa sekali sambil mengeluarkan ciri khasku --cengengesan-- di depan tim pengujiku. Akhirnya, setelah pertimbangan ini-itu, aku memutuskan untuk memilih tanggal 10 Juli sebagai hari pertanggungjawaban-sesuatu-yang-sudah-aku-tulis-selama-setahun-ini.

Syok.

Kaget.
 
"Gile lu, Fi! Persiapan KKN aja belum selesai, apalagi persiapan pendadaran?"
"Eh eloh yakin mau izin di minggu-minggu awal KKN?"
"Sempet nggak ya latihan dulu?"

Ketakutan-ketakutan itu berputar-putar di kepalaku sesaat setelah aku menjawab, "Oke, sensee. Saya mau pendadaran tanggal 10 Juli". Aku melangkah gontai dan kembali ke Kansas. Di sana banyak temanku. Mereka heran dengan perubahan raut wajahku yang begitu drastis. Dan begitu aku menceritakan apa yang baru saja aku alami, mereka langsung menyelamatiku dan menyemangatiku.

Mati aku.

Seharusnya aku tidak boleh mengatakan itu. Seharusnya aku bersyukur ada mereka yang gembira mendengar informasi ini. Tapi, ini...ini...ini terlalu cepat.

"Ah biyasa wae, Fi. Justru kamu akan sangaaaaaaat keren karena kamu bisa pendadaran di saat kamu KKN!"

Kata-kata itu begitu saja masuk ke dalam pikiranku. Ya ampun, bodohnya aku. Jarang-jarang ada mahasiswa yang pendadaran di tengah-tengah KKN. Untung aku KKN di Magelang, bukan di Papua.

Tapi, ketakutanku yang lain tiba-tiba muncul.

Aku teringat dengan kelompok KKN-ku. Sudah dari sananya jika aku terstruktur sebagai manusia yang kadang-kadang merasa nggak enakan dengan orang lain. Aku nggak enak dengan teman-teman KKNku yang baru beberapa hari penerjunan, harus ditinggal seorang anggotanya untuk pendadaran. Aku takut mereka tidak akan mengizinkanku pergi. Ketakutan ini kusampaikan pada ibuku. Dan ibuku bilang, "Sudahlah. Mereka akan paham dengan posisimu, kok".
Tapi, ketakutanku itu tidak terjadi. Kormanitku yang super baik hati, Bang Fu, mengizinkanku pergi! Yey! Tidak hanya Bang Fu, tetapi juga Kormasitku, Ical dan teman-teman sub-unitku: Ita, Imey, Mbak Hae, dan Zuli juga memperbolehkanku izin! Justru mereka yang sangaaaaaaaat cerewet menyuruhku belajar dan malah tidak memperbolehkanku ikut rapat-rapat dan lain sebagainya. Hahahaha... Itu lucu sekali.

Sehari sebelum pendadaran, aku memutuskan untuk izin pulang. Terdengar konyol sih, tapi bagaimana lagi. Ujianku pagi, jam 9. Kalau aku memaksa tetap tinggal di pondokan KKN dan tidak pulang, justru aku akan repot sendiri. Bangunpagipagidandanpagipagimakanpagipaginunggujemputanbapakkalojemputannyalamasamaajabikin-
akutambahgelisahbelumlaginantidijalanjugalamabelumkalaumacet.
Ribet to?
Nah, akhirnya aku pulang tanggal 9 siang. Itupun aku masih sempat ikut upacara penerimaan mahasiswa KKN di kantor kecamatan. Dan itu pun sebenernya aku malah nggak dibolehin ikut sama kormanitku dan teman-temanku. "Udah, Fi. Pulang aja", gitu katanya. Tapi, masalah muncul lagi! Aku belum tahu ruangannya di mana!!! Konyoooooool.... Aku telpon sekretaris administrasi jurusanku, nggak diangkat. Matek. Masa' besok pagi-pagi sebelum pendadaran aku musti tanya ke jurusan dulu. Tengsin dong ah. Trus aku SMS Awang, seniorku yang DPSnya sama denganku. Ternyata dia nggak di kampus. Dia malah mau nyoba tanyain ke pacarnya yang lagi di kampus. Ah lamak! Ya sutralah. Jalan terakhir --bukan terakhir juga sih--, telpon Sarah. Sarah ngetawain aku. Ya iyalah. Besoknya pendadaran, tapi belum tahu ruangannya di mana. Ya uding, akhirnya si Sarah ngasih tau aku dan mungkin sambil ngomong di dalem hati, "Piye to Fia ki. Cen rak jelas".

Malam sebelum pendadaran.
Aku menangis. Serius. Aku merasa benar-benar-benar belum siap. Belum pernah aku segrogi ini sebelumnya. Aku sering tampil di depan umum, berbicara di depan banyak orang, tapi 'hanya' presentasi di depan tiga orang dosen saja, aku menangis sebelumnya. Parahparahparahparah. Ibuku mencoba menenangkanku. Tetapi, justru malah sedikit menakutiku karena ibuku juga cerita tentang mahasiswanya yang pas pendadaran grogi amat sangat. -_-". Dan setelah lama kemudian, akhirnya aku tenang. Tapi tetep saja di dalam pikiranku, ada banyak hal yang berkecamuk:
Aku nyesel pendadaran pas KKN.
Kenapa aku masukin skripsi ke tim pembacanya lama ya? Harusnya bisa dari dulu-dulu.
Tau gini, KKN tahun lalu aja.

Ya, semacam penyesalan-penyesalan yang sebenernya nggak penting karena seharusnya itu semua bisa diatasi kalau aku tidak malas dan nggak gampang mutungan karena hal-hal kecil.

Hari pendadaran.
Ternyata ibuku juga nguji mahasiswa yang pendadaran hari itu. Pagi-pagi aku sudah dandan dan bersiap-siap. Ibuku bahkan sudah waza-waza membelikanku kemeja putih kece dan rok hitam untuk kupakai. Grogi masih lha, ya. Tapi untungnyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaauntungnyauntungnyauntungnya ada Sarah, Pijar, Dista, dan Arum yang menemaniku dan membantuku menyiapkan semuanya. Mereka berempat berhasil membuatku terus tertawa dan sedikit demi sedikit, kegelisahanku tentang pendadaran menjadi hilang. Mucho mucho mucho gracias, mi amigos! :'). Sayangnya, nggak sempet foto-foto :(.






Pendadaranku dibagi tiga sesi. Sesi pertama, presentasi. (untungnya) Pakai bahasa Indonesia. Waktunya dibatasi 10 menit (mak jiaaang!). Sesi kedua, tanya jawab. Tanya jawab ini spesial soalnya memakai bahasa Jepang juga. Sesi ketiga, aku diminta keluar dan para penguji akan rapat untuk menentukan nilaiku.
Sewaktu pendadaran, aku memilih duduk ketika presentasi. Sebenernya, aku nggak suka duduk kalau harus presentasi. Tapi kali ini, aku tahu kalau aku berdiri, aku akan terlihat sangat grogi. Jadinya, aku memilih duduk. Presentasiku sedikit panjang, mungkin lebih dari 10 menit. Tapi, alhamdulillah lancar.
Nah, ini dia. Sesi tanya jawab. Oh mi gawd! Sebagian besar jawaban yang kupersiapkan, nggak dipakai semua! Para pengujiku ngasih pertanyaan yang nggak kuprediksi. Olalala... Jawabanku pun bisa ditebak: muter-muter dan nggak yakin. Hahaha. Apalagi ketika salah satu pengujiku mengotak-atik abstraksiku yang bahasa Jepang dan menanyaiku dengan bahasa Jepang. Matek aku.
Pokoknya, sesi tanya jawabku ancur-ancuran.
Nah, sesi selanjutnya ini yang justru paling deg-degan. Aku diminta keluar sebentar supaya tim pengujiku bisa mendebatkan nilai yang pantas untukku. Aku keluar dan di luar ruangan sudah ada Lastri juga yang menungguiku :'). Aku dan teman-temanku yang menemaniku, ngobrol ngalur ngidul tentang pendadaranku. Fiyuuuuh... Sekali lagi, untung ada mereka :').




Beberapa menit kemudian, aku diminta masuk lagi ke ruangan. Dan diminta duduk. Sekarang suasananya sedikit santay pakek y. Dan terjadilah percakapan ini antara aku dan para sensee:

Sensee (S): "Gimana tadi, Fia? Hehehe"
Aku (A): "Grogi banget, sensee".
S: "Menurut Fia, tadi kekurangan Fia apa?"
A: "Waktu tanya jawab, Sensee. Jawaban saya muter-muter".
S: *sambil senyam senyum seakan mengiyakan jawabanku* "Oh gitu... Terus Fia maunya dikasih nilai berapa?"
A: *waaaiki, batinku* "Mmmm... AAAApa adanyalah, Sensee.." *sengaja kasih penekanan di huruf A sambil nggak berhenti cengengesan*
S: "Beneran, nih. Apa adanya? Saya kasih apa adanya lho. Hehehe..."
A: "Bukan apa adanya, Sensee. Tapi AAAApa adanya. Hehehe..."
S: *sambil kasih kertas* "Nah ini nilaimu, silakan diliat".
A: "Alhamdulillah.... Hehehe"
S: "Lha tadi katanya mau apa adanya... Saya ubah ya nilai kamu. Hahaha"
A: "Wah ya jangan, Sensee. Hehehe..."

Hahaha... Sumpah nggak penting banget. Hahaha... Setelah itu sensee-ku bacain nilai keseluruhanku. Dari presentasi, sikap, tanya jawab, dsb. Tapi aku nggak dengerin. Hahaha. Soalnya saking senengnya akhirnya aku bisa kelar pendadaran dan dapat nilai AAAApa adanya. Hahaha... Dan alhamdulillah, revisiku nggak sebanyak yang kukira. Bayangan tentang pendadaran yang dibantai sama penguji, musnah sudah. Semuanya baik :).

Sayangnya, waktu itu aku belum resmi jadi S.S. (Sarjana Sastra). KKN-ku baru saja mulai. Uuuuuu... Sorenya, aku langsung pulang ke pondokan KKN. Semuanya menyambutku dan menyalamiku. Makasih semuanya :'). Tapiiiiiii.... Masa euforia pendadaranku pun habis hari itu juga. Soalnya, masih ada tanggungan bikin Laporan Rencana Kerja dan bikin program-program KKN. Revisiku pun baru sempat kukumpulkan dua minggu setelah pendadaran. Dan setelah itu, ada banyak keribetan lain mengenai pengurusan pasca-pendadaran --dan sebenernya mungkin bisa nggak seribet itu kalau aku stand by di Jogja--.

Dan percayalah, aku sangat tidak merekomendasikan pendadaran ketika KKN. Kalau mau, pendadaranlah sebelum atau setelah KKN. Kau akan mengalami banyak keribetan nantinya. Hahaha...


spesial trims untuk:
Tim pengujiku (Stedi sensee, Mbak Dian, dan DPSku yang paling cantik, Wiwik sensee
Adekku dan ibuku yang membantu ngurus2in semuanya dari ngubah skripsi ke bentuk PDF, ngurus bebas perpus, jilid skripsi, dsb. Muahkasih :D



ja ne...

Selasa, 16 Oktober 2012

関係があるかな~

Sekitar sepuluh menit yang lalu, saya ngetwit:

今週から寂しくなるのかな~。卒業式まであと一ヶ月。みんなは自分の未来、自分の夢をもう決めたかもしれない。バラバラになり始めるね。T_T

Biasalah, sedang merasa seperti itu saja akhir-akhir ini. Lupakan tentang tata bahasa saya yang hancur-hancuran. Lima menit kemudian, saya membuka FB dan ada notifikasi dari sahabat saya yang sekarang S2 di FIB UGM, bahwa dia menandai saya di catatannya. Saya suka kalimat terakhir yang ia tulis:

Berjalan seorang diri itu tidak sulit,
tapi
Ketika perjalanan itu sudah ditempuh bermil-mil bersama seseorang,
kembali berjalan seorang diri itu sungguh sulit (Adista Nur Primantari, Kawan Seperjalanan)

Entah kenapa, saya merasa ada sinkronisasi antara tulisan sahabat saya itu dan twit saya. Hahaha. 関係があるかな~
Ah cuman perasaan saya saja kali ya :'D

ja ne...

Jumat, 29 Juni 2012

AshGray - 이별의 그늘 (feat. 백새은)



Kalau nggak bisa judul dengan tulisan hangul di atas, biar saya tulis ulang: I Byeol eui Geu Neul (feat. Baek Sae Eun) *ceritanya sok2an bisa baca hangul*.

Ini lagu yang lagi sering saya putar. Kesan pertama saya: suram. Nggak tahu kenapa. Lagu ini sebenarnya dinyanyikan oleh Yoon Sang --dengan judul yang sama-- di tahun 1990. Tempo hari, gitaris kece yang bisa kalian lihat di video ini --yang pernah sedikit saya ceritakan di sini-- bilang pada saya lewat Twitternya kalau lagu ini lagu favoritnya dan nampaknya dulu pernah jadi hits pada zamannya.
*oh saya nggak SKSD sama gitarisnya lho. Saya cuman bilang sama dia kalau lagu ini bagus --lewat Twitter-- dan dia membalas. Ramah ya :)*

Dan oh Mbak Baek Sae Eun sangat asik di video ini :3333.

Sangat saya rekomendasi buat kalian yang suka lagu-lagu Korea atau yang penasaran dengan sisi lain musik Korea yang notabene sekarang dipenuhi dengan boiben dan girlben. Ashgray dan lagu ini bisa jadi alternatif lho. *sumpah sotoy banget saya*

ja ne...

Kisah Anak Manja dan Zona Nyamannya

Jika dipikir-pikir, aku hampir tidak pernah keluar dari zona nyamanku.

Aku belum pernah ngekos, aku belum pernah sekolah di luar negeri, di rumahku aku dilayani dengan sangat baik bak ratu, pekerjaan-pekerjaan yang aku tekuni hampir seluruhnya adalah bidang yang kusukai serta berhubungan dengan bidang ilmuku, dan lingkungan-lingkunganku yang sekarang yaaa lingkungan-lingkungan yang telah kukenal lama dan baik. Taruhlah Sastra Jepang, HIMAJE, INCULS. Ya hanya itu-itu saja.

Tapi tiba-tiba aku harus keluar dari zona nyamanku itu.

Terlalu lebay sih kalau aku bilang 'tiba-tiba'. Hanya saja aku nggak sadar kalau ternyata seminggu lagi aku harus ninggalin zona nyamanku. Cuman sebentar sih. Cuman lima minggu.

KKN, KKN, KKN.

Ada kalanya aku bersyukur bahwa lokasi KKNku nggak begitu jauh dari Jogja: hanya di Magelang. Tempatnya strategis. Dekat dari mana-mana. Dan yang jelas nggak kesulitan mencari air bersih. Aku sudah mengenal teman-teman KKNku dengan baik. Seharusnya aku bersyukur.

Tapi, entah kenapa, rasa agak nggak rela dan cenderung ke arah malas, tiba-tiba datang sejak tiga minggu yang lalu. Ini bukan pertama kalinya aku merasakan kayak gini. Enam tahun lalu, aku ikut kegiatan semacam KKN di SMA. Dan di hari keberangkatan pun, aku masih merasa malas dan sedikit menyesal kenapa aku ikutan kegiatan ini.

Meskipun begitu, aku tahu rasa semacam ini cuman datang sebentar. Teman-temanku juga sudah 'menghiburku' begitu. Dan justru, secara pengalaman terjun ke desa, seharusnya aku bisa melebihi teman-temanku dengan adanya pengalamanku yang dulu. Tapi entah kenapa ya itu tadi. Sindrom kemalasanku justru semakin meningkat sesaat sebelum KKN. Sekarang bahkan ditambah lagi rasa kekhawatiran dan ketakutan.

Tapi aku tahu kok, yang merasakan seperti ini nggak hanya aku aja. Jadi kupikir, wajar-wajar aja. Anggap saja ini celotehan anak manja yang nggak mau pisah dari ibunya karena KKN. Hanya satu setengah bulan ini.

ja ne...

Senin, 16 April 2012

Hampir Setahun...

Hampir setahun…

Aku bahkan masih ingat semua yang terjadi di hari itu. Dari ketemu sampai ketika akan berpisah. Datar, seperti biasa. Khas setiap kita lagi barengan. Kaku. Dan waktu kamu pamit pulang, ada rasa keinginan yang kuat untuk menahanmu pergi, “Jangan! Jangan pergi!” teriakku. Ah tentu saja kamu tak mendengarnya. Aku kan hanya meneriakkannya dalam hati. Kalau aku sampai berani mengatakannya, aku sudah bisa menebak ekspresimu. Hahaha. Buatmu, pasti aneh.

Hari-hari setelah itu, tau apa yang terjadi? Aku nggak bisa berhenti mikirin kamu. Kadang-kadang bisa tiba-tiba nangis. ABG banget ya. Gilak. Ampun deh. Dengan susah payah, aku membuang semua kemungkinan kenapa aku bisa seperti ini, bahkan yang ‘terburuk’ sekalipun. Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa cuman satu hal yang bikin aku kayak gini. Rindu dengan seorang teman. Titik.

Rindu? Cuman rindu? Yakin? Aku sendiri bingung. Kata anak-anak gahul zaman sekarang: galau. Rindu itu dialami ketika seseorang merasakan perasaan yang kuat untuk bertemu. Itu kata KBBI (Gila ya, harus buka KBBI dulu buat cari arti kata ‘rindu’). Kalau dilihat artinya sih, kayaknya iya. Yang aku rasakan sekarang adalah rindu.

Ya, aku rindu ketika kita bersama. Aku yang biasanya banyak bicara, selalu mendadak diam. Kamu pun juga sama. Aku selalu mencari-cari topik pembicaraan untuk ngobrol, tapi suliiiiit sekali. Tapi jujur, aku paling suka ketika kita berjalan beriringan dengan diam. Nggak ada suara yang keluar dari mulut kita. Hanyut dalam pikiran masing-masing. Romantis, menurutku J

Tapi,

Ada satu hal yang sangat menggangguku. Bukan, bukan karena teman lawan jenismu yang begitu banyak. Aku malah justru tidak terlalu peduli soal itu :P. Hehehe. Aku mengkhawatirkan imajinasi-imajinasiku, khayalan-khayalanku tentang kamu. Kalau bisa kuhitung, mungkin sudah ribuan cerita fiktif tentangmu yang berkembang di kepalaku. Semuanya berjalan sesuai alur yang kuinginkan. Tentu saja. Tapi, aku nggak mikirin yang aneh-aneh lho. Hahaha. Bersih dan aman. Meskipun ceritanya super ngawur. Tapi sebenarnya, aku takut kalau sudah terlalu jauh tenggelam dalam cerita-cerita karanganku sendiri. Aku mulai takut sendiri kalau-kalau sebenarnya perasaanku ini sudah bukan rindu lagi. Tapi mengarah pada obsesi, maniak, atau segala macemnya. Oh yeah, itu menyeramkan. Tak ingin melihat kamarku penuh dengan fotomu yang kutandai macam-macam, atau teror yang aneh-aneh kan? Hahahaha… Aku bercanda. Aku masih bisa berkomunikasi dengan baik kok kalau interaksi dengan orang lain. Tandanya aku masih normal.

Terlepas dari ketakutanku dan ketidakjelasanku, pokoknya aku rindu kamu. Sebagai teman yang canda ria dan nasehat-nasehatnya ingin kudengar. Jangan salah sangka dulu ya. Hahaha. Aku takut kalau kamu baca ini dan merasa kalau yang ada di postingan ini adalah dirimu, kau jadi menjauhiku atau menganggapku aneh. Aku yakin kalau kamu nggak akan sedangkal itu.

Dan oh, kira-kira petualangan apa lagi yang akan kita lakukan kalau kita bertemu nanti?


PS: "aku" bukan berarti aku. "kamu" juga bukan berarti kamu.

ja ne...

Minggu, 15 April 2012

Nyam nyam

Kenapa aku nggak bisa berhenti makan? -_-"

(She's not ME. not ME)

Aku nggak bisa berhenti mengunyah akhir-akhir ini. Itu menyebalkan.


ja ne...

Jumat, 13 April 2012

Not Yet, Ma'am

Hai.
Ohisashiburi...

Sudah sebulan lebih sejak postingan terakhirku. Aku terlalu mood-moodan untuk menulis di sini. Jangankan untuk nulis di blog. Nulis skripsi aja juga mood-moodan.

O yeah, that final thesis is killing me softly...

Kalau dipikir-pikir, aku cukup beruntung jika dibandingkan teman-temanku. U know what? Tema skripsiku adalah pilihannya ibuku. Dan sangat dikuasai oleh ibuku. Buku-bukunya? Ibuku juga punya. Teknis penulisan skripsi? Hellooooo...... Ibuku dosen Bahasa Indonesia yaaa, masa' nggak tau.

Keuntungan selanjutnya: DPSku adalah salah satu dosen favoritku. She's really really nice and keibuan. Dan DPSku tidak terlalu menguasai temaku. THAT'S A GOOD POINT! Aku bahkan harus menjelaskan kepada Beliau apa yang akan kutulis ketika bimbingan pertama. Tapi Beliau bilang kalau Beliau sangat tertarik dengan temaku dan bersedia untuk selalu membantuku *ya iyalah*. Beliau sangat teliti kalau ngoreksi skripsiku. Tapi meskipun disiplinnya minta ampun, Beliau tidak pernah berusaha menjatuhkanku ataupun temanku yang DPSnya sama denganku.

2-0, Fia.
2 untukku, dan 0 untuk... *ah lupakan*

Keuntungan berikutnya: tema skripsiku belum pernah dibuat oleh pendahulu-pendahuluku (baca: kakak-kakak kelasku yang sudah lulus dan skripsinya dipajang di perpus). Teori pun aku rasa malah belum ada yang pakai *sombong sombong huuu*. Kalaupun ada, analisisnya saja sudah beda. Dan yang dia teliti objeknya cuman satu. Kalau aku TIGA. Haahahaha.... Bahkan ya, minggu ini, buku dari Jepang yang bakal kujadiin referensiku, datang. Kurang apa coba?

4-0 untuk Fia.

Tapi,

kenapa aku lama sekali bikin skripsinya ya?

Aku sudah mengerjakannya sejak semester 6. Di saat teman2ku yang lain masih heboh soal proposal, bab 1-ku sudah jadi. Di saat teman2ku bahkan belum 'kenalan' dengan DPSnya, aku sudah bikin kontrak. Di saat teman2ku lebih memilih nongkrong di bangcok, aku sudah mulai bimbingan.

Why, Fia? Why?

Kata ibuku, manajemen waktuku sangat buruk. Ya meskipun aku rodo2 sebel kalau dibilangin kayak gitu, tapi ada benernya juga. Aku selalu berusaha on time setiap ada janjian, tapi soal skripsi ini aku nggak tahu kenapa aku bisa kayak gitu. Sebenernya, aku bisa menyelesaikan skripsiku ini sebelum April. Dan seharusnya juga, minggu2 ini aku sudah bisa pendadaran. Kalau mau denger alasanku, ini dia: Januari ada UAS (otomatis aku vakum nulis skripsi dan bimbingan), setelah UAS aku harus persiapan tes Monkasho, setelah itu tiba-tiba aku diminta ngurus proposal KKN, habis itu aku ngurusin distribusi hasil Ujian Kemampuan Bahasa Jepang (walaupun sebenernya juga dibantuin sama temen2ku sih), habis itu tiba-tiba aku galau karena nggak lulus Ujian Kemampuan Bahasa Jepang N2 dan gagal di tes Monkasho, habis itu aku...

malas.

Malas. Moody. Musuh utama mahasiswa tingkat akhir yang lagi ngerjain skripsi. Aku tanamkan itu ke adik-adik kelasku yang sekarang sedang bikin proposal. Aku katakan ke mereka, jangan kelamaan vakum ngerjain skripsi, untuk memulai lagi, itu susah.

4-10
Fia 4. Malas 10.

Jadi,
apa yang sebenarnya membuatmu bingung, Fia?


ja ne...

Minggu, 04 Maret 2012

Ketika Aku Nggak Bisa Tidur di Malam Minggu

Minggu ini benar-benar minggu yang luar biasa. Penuh dengan kegalauan, kemarahan, kekecewaan, kekesalan, dan energi-energi negatif lainnya. Ketika aku sudah mulai bisa menata hatiku untuk bisa menerima itu semua, datang lagi satu hal yang bikin moodku makin drop. Sepele mungkin kata orang. Tapi buatku nggak. Aku sudah menunggu cukup lama. Sabar, sangat sabar. Sampai-sampai aku nyaris sinting dibuatnya. Dan ketika ada celah kecil yang bisa aja aku masuki, tiba-tiba celah itu tertutup buatku. Aku nggak bisa nyalahin temanku dalam hal ini. Semarah apapun dan seberapapun besar rasa kecewaku. Itu hak dia. Lagian, siapa sih aku?? Bukan siapa-siapa, kan? Ya udah. Ngapain protes?

Satu-satunya hal yang bisa bikin moodku balik lagi adalah rapat KKN. Bertemu dengan tim Magelang bisa sedikit meredam kegalauanku minggu ini. Terima kasih untuk Bang Fuad, Widit, Sari, Fajar cs.

ja ne...

Minggu, 26 Februari 2012

Manis Itu Madu (KKN)

Kurang dari lima bulan lagi, aku KKN. Aku Insya Allah bakal KKN di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Harusnya, aku ikut KKN tahun lalu, tapi karena ada *cough* salah perhitungan *cough*, aku melewatkan KKN tahun lalu dan malah bersenang-senang di negeri orang. Hahaha. Padahal, sebagian besar temanku melewatkan bulan Juli-Agustus tahun lalu dengan mengabdi di pelosok daerah yang tersebar di penjuru negeri.

Mwahahaha.... *kok aku malah ketawa?*

Tapi justru dengan mereka KKN dan aku *cough* bersenang-senang di negeri orang, kami malah punya cerita sendiri-sendiri dan bisa saling melengkapi. Mereka cerita gimana rasanya tinggal selama kurang lebih dua bulan di daerah yang mungkin mereka baru tahu kalau ada tempat seperti itu di Indonesia, ada yang *cough* nyaris cinlok-cinlokan #eyaaa (bahkan ada yang sampai cinlok beneran), dan ada yang sebenernya menghabiskan waktu di lokasi KKN dengan jalan-jalan. Mereka yang kusebut terakhir itu sebenernya liburan, tapi berkedok KKN

-_-“

Nah, setelah aku ‘kenyang’ dengan cerita pengalaman-pengalaman KKN teman-temanku yang seru-seru itu, sekarang giliranku yang Insya Allah akan mengalami apa itu KKN. Beberapa orang yang kukenal, memberiku komentar kenapa aku baru KKN tahun ini (antar semester pula!), misalnya kayak gini:

“Kenapa baru KKN sekarang?”

Sebelum masuk ke intinya, aku mau ngomong, “Kenapa guweh baru KKN sekarang itu masalah buat eloh?” *pake gaya bicara Soimah*. #kibaskibasrambut
Ini adalah komentar sekaligus pertanyaan terbanyak yang aku dengar. Sebelas dari sepuluh orang yang kukenal mengatakan itu (hmm... datanya perlu dipertanyakan nih.haha). Dan haruskah aku menjelaskan kenapa aku baru KKN sekarang? Jujur, aku nggak terlalu suka ditanyain kayak gini. Karena bakal ketahuan kalau aku nggak KKN tahun lalu karena keteledoranku sendiri. Aku salah perhitungan. Bukan perhitungan jumlah minimal SKS ya. Sori dori mori stroberi. SKSku waktu itu sudah diatas 100 dan dengan bangga, nilaiku nggak ada yang C. Mwahahaha... Tapi oke-oke, dengan berat hati aku bakal cerita kenapa aku bisa nggak KKN tahun lalu.

Tahun 2010 lalu, ibuku melihat iklan guede di koran: salah satu maskapai penerbangan negara tetangga yang akhir-akhir ini semakin terkenal di Indonesia, bikin promo gede-gedean tiket murah ke negeri orang. Siapa yang nggak mau coba? Kami langsung pesan tiket dan berangkatnya baru setahun kemudian --tahun 2011--. Tapi belakangan aku baru ingat kalau angkatanku bakal KKN tahun itu juga dan di bulan yang sama dengan keberangkatan kami. Dan melihat temanku yang harus batalin KKNnya ‘cuma’ gara-gara harus ke Jepang selama dua minggu, aku jadi galau. Tapi akhirnya aku mikir, “Hey babo Fia, KKN pasti ada tiap tahun. Tiga kali pula. Kalau kesempatan jalan-jalan ke negeri orang, kesempatannya belum tentu setiap tahun ada, kan?”. Hahaha... Akhirnya, voilaaa... aku nggak ikut KKN. The End. Fin. Owari. Oke. Puas? -_-“

“Ayo KKN di luar (pulau) Jawa!”

Ini yang ngomong biasanya temenku yang kebetulan KKN di luar (pulau) Jawa, semacam Sarah atau Azam. Entah kenapa ya, KKN di luar (pulau) Jawa sekarang lagi ngetren gituh. Banyak tawaran buat KKN di sana. Dan biasanya, temanya nyaris sama semua: pariwisata. Ini kalian mengabdi pada daerah-daerah atau malah plesiran, sih? -_-“

Awalnya, aku nggak mau munafik kayak orang-orang-yang-nggak-suka-SM*SH-waktu-kemunculan- pertama-SM*SH-tapi-habis-itu-mereka-bikin-boiben-girlben-yang-geje-parah, ya, aku dulu sempet kepingin KKN di luar (pulau) Jawa. Gara-garanya ya itu tadi, cerita-cerita mereka-mereka yang beruntung pernah mencicipi indahnya panorama kepulauan Indonesia –selain pulau Jawa, tengtunya—. Kayaknya asik gitu. Tiap hari jalan-jalan ke pantai pasir putih, lihat pemandangan alam yang indah, dan lain-lain. Tapi, entah kenapa, semakin ke sini, aku mikir bahwa aku sudah telat ikut KKN, skripsiku menanti, dan aku nggak boleh terlalu pilih-pilih lokasi KKN. Yang penting KKN. Dan memang orang tuaku sepertinya agak kurang merelakan anak gadis satu-satunya KKN di luar (pulau) Jawa. Hahaha... Sing cedhak wae lah, yang penting diniati mengabdi pada masyarakat.

“Kenapa ambil KKN Antar Semester? Kenapa nggak ambil KKN Semester Genap?”

Ini lagi -_-“.

Salah satu yang tanya kayak gitu adalah DPAku. Beliau kayaknya kepingin aku lulus tiga setengah tahun supaya bisa mematahkan kutukan “mahasiswa-Sastra-Jepang-itu-lulusnya-lama” atau “tutor-INCULS-yang-udah-pewe-sama-kerjaannya-biasanya-lulus-lama”, atau malah lebih parah lagi karena menggabungkan semuanya: “mahasiswa-Sastra-Jepang-yang-jadi-tutor-INCULS-itu-lulusnya-lama”.

-____-“

Balik lagi ke komentar kenapa aku ambil KKN antar semester (Juli-Agustus). Awalnya, itu juga salah perhitungan (lagi). Aku ngiranya kelompok KKNku ini ikut KKN yang semester genap. Tapi begitu tahu anggotanya rata-rata angkatan 2009, aku jadi curiga. Ternyata bener, kelompok KKNku ikut program yang antar semester. Yah sutralah. Aku udah PW sama anak-anaknya. Hahaha...

“Waaaahh... Kamu ikut KKN Antar Semester ya? Enak dong, bisa nyantai nggarap skripsinya. Semangat!”.

Ini komentar yang paling aku suka. Aku lupa siapa yang komentar gini, tapi yang jelas komentar kayak gini memancaran aura positif buatku dan malah bikin aku tambah semangat. ^^

“Ati-ati lho, Fi. Ntar cinlok”
...

“KKN? So last year banget deh” (Azam)
No comment -_-“

-----------------------------------------------------------

See?
Itulah tadi komentar-komentar yang kudapat ketika mereka tau kalau aku bakal KKN semester ini. Alhamdulillah, aku sudah pewe sama teman-teman kelompokku yang rata-rata penduduk pribumi Magelang(an) dan rata-rata berasal dari dunia pewayangan Fakultas Peternakan. Untuk saat ini, aku adalah satu-satunya makhluk yang berasal dari dunia persilatan jurusan Sastra Jepang. Tapi tak mengapa. Justru dengan nggak ada orang yang kukenal di tim KKNku, (serius. Nggak ada yang kukenal dari mereka, sampai akhirnya kami kenalan. Ya iyalah) aku bisa lebih tahu kemampuanku beradaptasi dengan lingkungan baru dan orang-orang baru. Semakin ke sini, teman-teman KKNku rupanya juga semakin mulai memercayaiku karena dengan riangnya mereka memintaku menjadi KORMATER SOSIO-HUMANIORA (SOSHUM). Kormater adalah sebutan untuk komandannya para anggota tim KKN dari masing-masing kluster (nggak tau kluster? Makanya KKN dong! Haha). Sosio-Humaniora (soshum) adalah sebutan bagi bidang-bidang ilmu persilatan yang kebetulan letak bangunannya berada di sekitar jalan Sosio-Humaniora, Bulaksumur, UGM. Misalnya dari dunia persilatan Fakultas Ilmu Budaya aka FIB (itu aku!), Fakultas Ekonomika dan Bisnis aka FEB (tetangga depan FIB yang sekarang baru aja gedung pencakar langitnya selesai dibangun), Fakultas Psikologi (tetangga samping FIB), Fakultas Filsafat (tetangga serong FIB, samping FEB), Fakultas Hukum (belakang2 lah pokokmen tempatnya), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik aka FISIPOL (mie ayam di kantinnya asoy), dan ya kalau ada yang kurang maaf-maaf saja. Hahaha maaf ya belum tahu kan kalau aku jadi kormater nanti kayak gimana. Mwahahahahaha.... -_-“

Oke, mulai serius ya. Aku sih nggak menganggap KKN itu sebagai beban kok. Aku nganggapnya malah KKN itu kayak program Muballigh Hijrah (MH)-nya SMA Moehi yang dulu pernah aku ikutin waktu kelas 2 SMA. Tapi bedanya programnya lebih serius dan waktunya lebih lama empat kali lipat. Hmm nggak tahu apa itu MH? MH itu semacam program rutin yang diadakan sama ekskul CMM (Corps Muballigh Moehi) –kalau di sekolah-sekolah negeri, semacam rohisnya lah—setiap bulan Ramadhan selama 10 hari. Di situ, kita sifatnya borantia alias sukarelawan yang sebelumnya diseleksi. Tugasnya mirip-mirip KKN: mengabdi pada masyarakat daerah, tapi lebih ke agamanya. Ya ngisi pengajianlah, tadarusan lah, ngajar TPAlah, macem-macem. Asik banget. Dan aku harap sih KKN juga seasik MH. Bahkan mungkin lebih asik lagi.

Hmm betewe, KKN boleh bawa hewan peliharaan nggak ya? Aku nggak tega ninggal hamsterku di rumah :’(


ja ne...

Rabu, 08 Februari 2012

Curhat Pra-Monkasho

Salah satu dari sekian banyak dari sifat burukku adalah diam. Ada banyak hal yang sebenarnya bisa kuceritakan sama orang-orang, tapi nggak bisa ku lakukan. Waktu kecil, aku kadang dinakalin sama temanku. Tapi aku cuma diam. Nggak cerita sama siapapun, termasuk sama orang tuaku. Sejak itu, diam ketika dapat masalah sudah jadi kebiasaanku. Aku menikmati alur perjalanan masalah-masalahku. Lagi-lagi sendirian. Rasanya asyik, menurutku. Aneh memang. Padahal, sebenarnya aku bisa saja minta solusi teman atau keluarga atas masalah-masalahku itu. Tapi aku nggak mau. Alasannya? Nggak tahu. Nggak ada alasannya, mungkin.

Dan mungkin dengan diamnya aku, kadang-kadang aku merasa apatis dengan keadaan sekitar. Ya, bisa jadi aku terlalu asyik mahsyuk dengan duniaku dan masalah-masalahku sendiri. Kalau ketahuan ibuku, biasanya aku langsung dimarahin karena nggak peduli, egois, dan cenderung anti sosial. Hahahaha.

Sebenarnya, salah satu kejadian paling menyebalkan dengan kebiasaan diamku adalah ketika ada sesuatu yang terjadi di sekitarku dan aku mengetahuinya. Kadang-kadang aku nggak bisa mengekspresikan dengan benar perasaanku yang sebenarnya ketika melihat atau merasakan atau mengetahui kejadian itu. Saking bingungnya dan takut salah berekspresi, lagi-lagi, aku cuma bisa diam. Termasuk ketika aku merasa simpati dan peduli. Aku cuma diam. Dan menurutku, itu parah. Karena ketika kejadian-kejadian tersebut sudah berlalu dan meninggalkan sesuatu yang tidak bisa disebut baik, aku menyesal, "Kenapa aku nggak gini, kenapa aku nggak gitu". Tapi jangan dikira aku nggak berpikir pada saat itu. Aku berpikir kok. Aku selalu berpikir apa yang harus kulakukan untuk bisa menjadikannya lebih baik atau lebih ringan. Tapi terkadang, ujung-ujungnya aku cuman bisa bertanya-tanya dalam hati, "Aku nggak bisa ini-itu. Aku bisanya apa, coba?"

Apa coba, aku bisanya?
Diem?

ja ne...

Kamis, 26 Januari 2012

Senin, 23 Januari 2012

Belanja (Kalap) Buku

Hari, tanggal: Sabtu, 21 Januari 2012

1. The Secret History of The Lord of Musashi and Arrowroot
Pengarang: Jun'ichiro Tanizaki
Penerbit: Kantera (2010)
Toko tempat beli: Social Agency Sagan
Harga: ??? (nota ilang, males nyari :P)


Saya beli di luar rencana lho. Tiba-tiba mata saya tertuju pada novel ini dan tertarik begitu baca sinopsisnya. Novelnya bergenre epik Jepang dengan setting abad 16. Bercerita soal putra tertua Daimyoo (tuan tanah) Musashi yang bernama Hoshimaru yang punya kelainan masokis. Tidak direkomendasikan buat kalian yang nggak suka dengan 'monjrot-monjrotan'. Menurut kalian The Heike Story atau Taiko-nya Eiji Yoshikawa sudah kejam penggambarannya? O o... Ini lebih kejam lagi (menurut saya).

2. Tomo'o 13
Pengarang: Oda Tobira
Penerbit: Level Comics
Toko tempat beli: Toga Mas Gejayan
Harga: Rp18.500,00 (belum termasuk diskon)


Lagi-lagi, saya beli komik ini di luar rencana. Saya akan ngasih pesan bersifat sedikit mengintimidasi dan menyebalkan: Jangan ngaku penggemar komik Jepang kalau belum baca ini! Jangan baca komik serial cantik mulu! Hahaha.

Tomo'o adalah komik yang sampai sekarang masih saya ikutin, selain Yotsuba &!. Tomo'o ini bercerita tentang anak kelas 4 SD yang bernama Tomo'o (makanya judulnya Tomo'o, masa' Takeshi -_-"). Tomo'o ini bukan siswa yang pinter. Kadang-kadang apa yang dia lakukan sama teman-temannya benar-benar nggak penting dan nggak masuk akal. Tapi, Oda Tobira menyajikan cerita ini dengan gaya berbeda. Di setiap ceritanya, ia menyelipkan pesan-pesan yang penuh filosofi. Walaupun kadang-kadang pesannya aneh juga. Tapi begitu diresapi, saya sering berpikir "O iya ya.. Bisa juga kayak gitu". Kadang di dalam komik ini ada satu cerita yang isinya cuma renungan satu arah dari satu tokoh aja. Kebanyakan renungannya simpel, kadang nggak penting, tapi kadang juga bermutu.

Walaupun tokoh utama dan banyak tokoh lainnya adalah anak-anak, Gramedia Group menyaringnya sebagai komik dewasa, makanya dimasukkinnya ke penerbit Level Comics (penerbit komik yang khusus menerbitkan komik-komik dewasa). Mungkin karena berat juga isinya.

Dan seperti halnya komik-komik bermutu lainnya, Tomo'o ini luamaaaaaaaaaaa banget terbitnya di Indonesia. -_-"

3. Kamus Saku Jepang-Indonesia Indonesia-Jepang
Pengarang: Andini Rizky
Penerbit: Gramedia
Tempat beli buku: Gramedia
Harga Rp80.000,00 (-_-")


Ini nih yang sebenarnya saya cari. Di dua toko buku sebelumnya, ni kamus nggak ada! Sampai akhirnya, saya frustasi dan beli di toko asal penerbitnya dgn resiko nggak dapet diskonan dan nggak disampul! (-_-")

Awalnya nggak kepingin kamus ini. Tapi karena didesak faktor X dan Y, akhirnya butuh kamus ini juga. Kalau untuk ukuran lengkap enggaknya, yaa namanya juga kamus saku. Dobel pula Jepang-Indonesia Indonesia-Jepang. Tau kan maksudnya? Tapi enteng dibawa ke mana-mana kalau lagi males bawa kamus Jepang-Indonesia karangan Kenji Matsuura. Hahaha.

ja ne...

Selasa, 17 Januari 2012

I'm a cowboy~

Ini adalah lirik lagu Click-B yang berjudul Cowboy versi bahasa Inggris. Aku belum pernah dengar yg versi ini (bahkan aku nggak tahu sebenarnya versi ini ada atau nggak). Tapi menurutku, maknanya cukup dalam. Ya, aku suka lirik lagu semacam ini.

It doesn't matter what the people say
I'm gonna live like the main character of a movie
I'm gonna live as whatever my heart feels like
Even if they say bad things about me, I don't care!
Everyone is the same
They eat, sleep and wake up
It's just the same ole life that is repeated over and over...
I'm a cowboy who ignores the frustrating lifestyle

Oh! yeah~ The winds and the clouds follow my name
From inside of a volcano, just like the fireworks
I'm a cowboy~

Oh! yeah~ My eyes are absent minded
You can't stop me even if everyone thinks I'm crazy
I wont care, no matter who says what.

*I said cowboy!
Oh~ I'm going to live just like a movie
I'm going to be an outlaw
I'm going to change like that.
I said cowboy!
Oh~ If I say that I'm doing it my way
I'm going to be a unlawless cowboy that no one can stop

Oh! yeah~ Sometimes when someone asks me a strange question
I'll answer with confidence
"Me? I'm a cowboy."
Oh! yeah~ Whoever tuts at me,
I'm gonna tell them to pay attention.

Even If people think I am crazy
I wont care, no matter who says what.

Everyone is trying to stop me
But from the same people living the same lives,
I'm going to watch over myself being different
The regular lifestyles are too plain
I'm now a cowboy. don't I look like one?
In my hands there is freedom
I'm not going to live as one tells me to
I'm going to be a confident cowboy come on!

I said cowboy!
Don't try to block my way
Cowboy!
Look at what I'm going to do.
Cowboy!
Don't trust me now
I said cowboy!
I said cowboy!
Don't try to block my way
Cowboy!
Look at what I'm going to do.
Cowboy!
Don't trust me now
Cowboy cowboy



ja ne...

Selasa, 10 Januari 2012

Percayalah, Tuhan tidak akan menguji hambaNya melebihi apa yang bisa ditanggung oleh hambaNya.

Semoga Tuhan selalu menyertai kita semua.


ja ne...

Kamis, 05 Januari 2012

Everyone - Monkey Majik

We would walking around the station
All of them beautiful lights, beautiful lights, beautiful lights…
We would dancing and romancing
What a beautiful sight, beautiful sight, beautiful sight…

So tell me why, I'll be running around
People always see the same things, the same things that we just let on by
So I take it down a notch and you tell me that is all for everyone
Everyone, everyone, yeah!

We would talking about the future
I wonder how we could be, how we could be, how we could be
And we would singing, uh-uh-uh, around the corner
What a wonderful sight, wonderful sight, wonderful sight

So tell me why, I'll be running around
Everybody knows that this is the places where we both belong
So we break up a notch and you tell me that is all for everyone, everyone

Because all the things you said to me
They mean so much to you and me with everyone, everyone
Because all the things you said to me
Yeah, all the things you said to me

And how long is it gonna take before we celebrate our lives?
And how long is it gonna take before we make it all worth one?
And what can we do, what can we do?

Let's take our time write it all down until we figure out
The tune for everyone, everyone

Because all the things you said to me
They mean so much to you and me with everyone, everyone
Because all the things you said to me
They mean so much to you and me with everyone, everyone
I know, know, know
Lalalalalalala...


ja ne...

Selasa, 03 Januari 2012

MASITHA, MASHITA, dan MASHITHA

Selama setahun ini, entah kenapa aku sering senewen jika ada orang yang salah menulis namaku. Apalagi nama tengahku. Aku nggak tahu kenapa, tapi sepertinya nama tengahku itu sulit sekali untuk ditulis (dengan benar). Seingatku, nama lengkapku adalah ALIFIA MASITHA DEWI. Dan itu yang tertulis di akta kelahiranku, KTPku, SIMku, KTMku, dan pasporku. Aku memaklumi jika orang salah menulis nama panggilanku: Fia menjadi Via. Karena pengucapan "Fi" sama dengan "Vi". Dan ada jutaan orang di Indonesia yang bernama Via. Dan kita tahu ada istilah 'via telepon' atau 'via e-mail'. Oke, itu nggak masalah.

Tapi bagaimana dengan MASITHA? Almarhum kakekku yang memberikanku nama tengah itu. Karena terinspirasi kisah heroik Siti Masyita, tukang sisir Raja Fir'aun. Dan lambat laun, orang-orang yang belum mengenalku dan kemudian mengetahui namaku, kemudian berkomentar, "Wah namamu kayak orang Jepang". Errr, mentang-mentang aku mahasiswa Sastra Jepang njuk dihubung-hubungke -_-".

Nah, masalah typo penulisan nama paling fatal yang pertama terjadi adalah ketika SMP. Di raport dan di presensi, namaku tertulis MASHITA. Aku mendiamkannya hingga lulus. Untungnya, untungnya, dan untungnya (harus ditulis tiga kali), ijazah SMPku tertulis MASITHA. Itu menyelamatkanku dari upacara penyajian bubur merah dan bubur putih.
Tapi kebahagian tak sampai di situ. Entah gimana caranya, lagi-lagi di SMA, namaku tertulis MASHITA. Dan ini yang terparah. Sebelum UNAS, aku ke TU untuk merevisi namaku (dan itu telat sekali). Tapi itu tak membuatku lega. Karena mereka bukannya menghapus huruf H di depan S, tapi mereka malah MENAMBAHKAN huruf H di depan T. Jadilah di kartu UNAS, namaku tercetak ALIFIA MASHITHA DEWI. Hmmm... Plok plok plok. Kalau aku sempat men-scannya, akan aku upload di sini. Karena dengan sedikit emosi, aku mencoret namaku yang tertulis di kartu itu dan menuliskan kembali yang benar.
Dan kalian tahu? Nama itu tetap dipakai di Ijazah Sekolah Muhammadiyah dan SKHUN. Sampai-sampai aku mendengar dua orang yang tak kukenal tapi seangkatan denganku di SMA berbisik-bisik di sampingku mengenai typo namaku tersebut ketika acara penerimaan ijazah. Ya ampun, bisakah kalian mengurusi urusan kalian sendiri? -__-"
Untungnya, untungnya, untungnya, dan untungnya, lagi-lagi aku terselamatkan dengan ijazah resmi dari Kemendiknas. Namaku tertulis betul: ALIFIA MASITHA DEWI. Allahuakbar. Alhamdulillah. Aku nggak harus melampirkan ijazah sekolah Muhammadiyah itu untuk registrasi ulang UGM. Ya kan? Ya kan? Iranai kara ne... Hahaha... Dan di UGM, nama yang terdaftar adalah ALIFIA MASITHA DEWI. Aku sampai harus mengecek kembali namaku berkali-kali ketika pendaftaran ulang, takut kalau salah.

Sampai sekarang pun penulisan MASHITA masih sering aku jumpai jika orang lain menulis namaku. Bahkan oleh orang yang sudah mengenalku pun, termasuk ibuku juga pernah salah menulisnya -_-". Bukannya aku nggak suka dengan nama MASHITA, tapi aku trauma dengan kesalahan penulisan namaku waktu SMP yang diperparah ketika SMA. Dan fyi, MASHITA itu digunakan dalam kata kerja bahasa Jepang tenses lampau. Misalnya, "tabeMASHITA" (sudah makan), kaeriMASHITA (sudah pulang), hanashiMASHITA (sudah berbicara), dll. Maka dari itu, aku nggak mau orang-orang mengenalku sebagai 'manusia lampau'. Aku kepingin orang-orang mengenalku sebagai 'manusia masa depan' yang dipenuhi ide-ide dan segala sesuatunya yang bersifat futuristik (yang baik-baik tentunya). Hahaha... Halah gayamu. Dan kalau kamu jeli, ada misuhan yang berarti 'kotoran' dalam bahasa Inggris di nama MASHITA. -_-"

Baiklah, no offense &
HAPPY NEW YEAR 2012!!!

ja ne...