tag:blogger.com,1999:blog-28046234492808739612024-03-14T04:39:52.119+09:00CLOVER右側の扉が開きます。ご注意ください。fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.comBlogger373125tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-57729515762555579192023-01-15T01:08:00.007+09:002023-01-15T01:25:15.823+09:00Aku Ternyata Feminis Sebelum Aku Sadar Aku adalah Feminis<p> If you know me well, yes. Aku adalah tipe yang nggak segan mengatakan bahwa aku adalah feminis di setiap media sosialku. Aku senang membagikan uneg-uneg, pendapatku, pandanganku tentang isu-isu kesetaraan gender, isu keberagaman, dan isu-isu lain di media sosialku yang mungkin membuat sebagian orang kurang nyaman dengan postinganku. Hahahaha. Yha tapi gimana, ternyata susah membuatku berhenti membagikan isu-isu tersebut di media sosialku hahaha.</p><p>Tapi kalau ditanya orang, sejak kapan aku menjadi feminis? Aku berpikir lama. Aku harus mengorek-ngorek event-event tertentu dalam hidupku yang membuatku menjadi feminis. Apakah ketika aku S-1 dan ada mata kuliah 'Multikulturalisme' yang di dalamnya membahas feminisme? Apakah ketika aku yang mulai sadar soal keberadaan kelompok minoritas gender saat ada festival film queer di kotaku, yang tak lama setelah aku meninggalkan venue acara festival film, ada ormas yang men-sweeping acara itu sampai akhirnya acara itu dibatalkan? Apakah ketika aku mulai mengangkat isu perempuan dan feminisme di skripsiku?</p><p>Tapi setelah dipikir-pikir, kok kayaknya lebih awal dari itu semua. Maksudnya, sebelum aku menjadi mahasiswa S-1. Tapi kapan?</p><p>Hari ini aku mendapat jawabannya. HAHAHA ya ampun. Sepenting ini sampai-sampai harus aku tulis di blog.</p><p>Meski tumbuh di lingkungan homogen yang sarat diskriminasi gender (hehehe), kedua orang tuaku memperlakukanku dan adik laki-lakiku dengan setara. Apalagi ibuku sendiri seorang feminis. Sedikit banyak, pola pikir ibuku juga memengaruhi caraku berpikir, bertindak, dan merespons isu-isu perempuan. Dan karena aku ada bakat ngeyel sejak lahir, setiap kali aku diperlakukan diskriminatif di lingkunganku, biasanya aku akan memberontak. Sudah bakat emang sih wkwkwk.</p><p>Pola pikir mengenai kesetaraan yang sudah tertanam secara tidak sadar sejak aku kecil itu membuatku merasa bahwa perempuan bisa melakukan apapun, tanpa harus disekat oleh labelling dari masyarakat, hanya karena aku perempuan. Dan meski lingkunganku sering mendikteku untuk menjadi 'perempuan baik-baik', 'perempuan yang melakukan hal yang "pantas" bagi perempuan', orang tuaku sendiri sangat moderat dengan pilihan-pilihan hidupku. Dan ya itu tadi, ternyata itu memengaruhi cara berpikirku.</p><p>Nah ternyata, soal kesetaraan itu tadi, ada satu masa dalam hidupku yang membuatku berani mengatakan saat ini: inilah momen ketika aku sebenarnya sudah menjadi feminis, tanpa aku sadari.</p><p>Kelas 4 SD hingga SMP, aku tergila-gila dengan sepak bola. Ketika SMP, bahkan sampul binderku adalah Michael Owen 😅 (yang tau siapa dia, fix! Kita tua! 😅). Sepak bola, sebuah dunia yang didominasi oleh laki-laki, yang di mata masyarakat awam, susah ditembus perempuan. Padahal ada masa ketika aku ingin menjadi pemain sepak bola perempuan. Inspirasiku waktu itu Mia Hamm, pemain sepak bola perempuan asal Amerika Serikat.</p><p>Kecintaanku pada sepak bola waktu itu beneran besar, sampai-sampai aku nggak tahu gimana caranya supaya bisa mengekspresikan itu. Yang aku bisa saat itu cuma menulis. Dan lahirlah cerpen pertamaku hahahaha. Ingat banget judulnya: 'Si Tomboy'. Kayaknya cerpen ini aku tulis ketika SD. Atau SMP? Lupa.</p><p>Tokoh utamanya adalah perempuan yang suka sekali sepak bola. Dia rela begadang untuk nonton sepak bola. Dia juga ingin menjadi pemain sepak bola perempuan. Tapi, dia menghadapi masalah. Ayahnya tidak suka dengan hobinya. Menurut ayahnya, sepak bola adalah dunia laki-laki. Perempuan tidak pantas bermain sepak bola. Tokoh utama cerpenku (aku lupa namanya wkwk) tidak terima. Sepak bola menurutnya adalah olahraga yang bisa dinikmati dan dimainkan oleh siapa saja, termasuk perempuan. Akhirnya, ia benar-benar berusaha membuktikan pada ayahnya bahwa hobinya bukan sia-sia. Ia bisa mendapat nilai yang bagus di sekolah, meski ia begadang nonton sepak bola dan sering main sepak bola. Ayahnya akhirnya luluh dan tidak mempermasalahkan hobi anaknya itu.</p><p><br /></p><p>Klasik banget ya ceritanya. Tapi dari cerita yang aku buat itu, secara tidak langsung aku sudah ter-"aha!" mengenai kesetaraan gender. Bahwa perempuan juga bisa berkontribusi di ranah publik, bahwa perempuan juga sudah seharusnya mendapat tempat di segala aspek kehidupan, setara dengan laki-laki. Tokoh utama di dalam cerpenku yang ingin bisa menjadi pemain sepak bola perempuan juga ternyata membuktikan bahwa secara nggak sadar, aku sudah aware dengan diskriminasi gender. Diskriminasi yang di dalam masyarakat patriarki banyak dialami oleh perempuan....hanya karena mereka perempuan. Secara nggak sadar pula, aku sebenernya sudah tahu bahwa perempuan harus diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki, bahkan di dunia yang --aku membenci istilah ini-- didominasi laki-laki.</p><p>Cerpenku di atas, yang bahkan kubuat sebelum aku mengenal istilah feminisme, membuatku sadar bahwa ternyata bisa jadi aku sudah menjadi feminis tanpa aku sadari HAHAHAHA. Bahwa ternyataaa pola pikir, pandanganku terhadap isu-isu perempuan, kesetaraan gender, dan feminisme itu bukan proses yang instan, bukan karena aku sekolah di Jepang dan belajar gender lalu aku "Wow, aku feminis! Taraaaa!". Ternyata ada proses berpikirku yang luar biasa panjang hingga aku bisa mengatakan secara terbuka di media sosialku: Saya feminis! </p><p>Note: aku percaya bahwa 'feminis' hanya labeling. Kalau kata Ueno Chizuko-sensei, profesor emiritus dari Tokyo University sekaligus feminis kenamaan Jepang, yang bisa mengatakan bahwa seseorang adalah feminis adalah dirinya sendiri. Kamu mendukung kesetaraan gender tapi nggak mau disebut feminis juga nggak papa kok.</p>fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-63068860199216167722021-02-11T22:31:00.002+09:002021-02-11T22:31:41.190+09:00Memaafkan Itu Pasti, Melupakan Itu yang SusahDi saat PMS mulai menyerang, ada suatu pola ketika aku berada dalam kondisi
mimpi hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu (yang tidak baik tentunya) dan
terbangun keesokan harinya dengan rasa gugup dan panik luar biasa. Pola ini
sudah dimulai sejak tahun lalu (atau dua tahun lalu?).
Mimpi itu adalah mimpi saat aku SMA dan teman-teman SMA-ku.
Aku benci sekali masa SMA-ku. Teman-teman sekelasku menjauhiku, mengata-ngataiku di belakangku (like WTF, said it to my face). Aku lupa sejak kapan dan kenapa tapi itu berlangsung selama tiga tahun SMA-ku. Aku pikir ketika aku naik ke kelas XI, semuanya akan baik-baik saja, tapi ternyata tidak. Entah mungkin karena aku memiliki idealisme yg berbeda dibanding teman-temanku atau entah aku pernah mengatakan hal yang tidak baik, tapi mereka semua memusuhiku.
Dan aku tidak bisa menceritakannya pada orang tuaku, bahkan. Aku baru bisa menceritakannya ketika aku sudah menjadi mahasiswa S1. Dan sampai sekarang, mereka tahu, betapa bencinya aku dengan masa SMA-ku.
Hal paling gila yang pernah teman-temanku lakukan adalah ketika aku dan tiga temanku setuju dengan sistem pengacakan kelas ketika naik ke kelas XII. Namun ternyata, sebagian besar murid lain nggak setuju dan melakukan demo mogok belajar (WTF). Teman-teman sekelasku yang tahu bahwa kami tidak setuju akan hal itu, menuliskan kata 'mati' di samping nama kami.
Siapa yang nggak takut diteror begitu?
Kami berempat langsung melapor pada guru BK, yang sayangnya sama sekali tidak membantu kami. 最低.
Ada lagi?
Banyak.
Aku paling benci jika aku harus lewat lorong depan kelas di saat teman-teman sekelasku yang laki-laki duduk di sana. Mereka akan dengan sengaja menggunakan kaki mereka untuk menjegalku atau mengata-ngataiku dengan sindiran-sindiran.
(aku menulis ini dengan tangan gemetaran dan ingin menangis)
Teman-temanku akan 'baik' padaku kalau ada maunya. Seperti misalnya meminjamkan PR atau memberi contekan saat ujian. Karena kebetulan, aku termasuk murid yang nggak bodo-bodo amat di kelas.
Sebegitu parahnya saat teman-teman SMA-ku mem-bully-ku, efeknya semakin parah seiring bertambahnya usiaku. Sudah 13 tahun memang sejak aku lulus SMA. Tapi setiap hari kenangan tentang masa SMA-ku menghantuiku setiap malam sebelum tidur.
Ada masa ketika aku ke-trigger berita tentang perundungan di koran elektronik, dan aku harus menyampaikan hal itu pada psikiaterku dengan setengah menangis.
Ada di satu masa ketika akhirnya aku nge-unfollow akun-akun Instagram teman-teman SMA-ku yang dulunya mem-bully-ku. Rasanya memang lega sekali. Tapi tetap tidak bisa membuatku lupa dengan semua perlakuan mereka.
Entahlah gimana mereka sekarang. Kuliah, lulus, bekerja, menikah, punya anak. Mungkin mereka bisa tidur setiap hari dengan damai, tanpa ada kenangan masa SMA yang mengusik mereka. Bisa hidup dengan tenteram dan damai. Sedangkan aku, harus mengingat hal ini. Seumur hidup, mungkin.
Aku masih ingat kenapa aku memulai menulis blog ini. Karena teman-teman sekelasku membuat blog kelas. Dan ada satu postingan tentang profil teman-teman sekelas. Dan bagianku? Tulisan paling kurang ajar yang pernah ditulis tentangku. "Mencari kates (pepaya) di Jepang". 'Kates' itu mungkin merujuk pada bentuk payudaraku. Aku syok. Tapi nggak bisa melawan karena posisiku yang lemah. Namun ternyata tulisan itu justru menjadi doa yang baik untukku. Sepuluh tahun kemudian, aku tinggal di Jepang. Dan tahun ini sudah tahun keenamku. Hati-hati deh dengan perkataanmu.
Aku memang benci masa SMA-ku. Benci sekali. Benci pada teman-temanku yang mem-bully-ku, benci pada sistem sekolah yang tidak berpihak padaku saat itu. Tapi, aku sudah memaafkan semuanya.
Hanya saja untuk melupakan, tentu saja aku nggak bisa.
Terima kasih untuk kalian yang dulu pernah merundungku ketika SMA. Terima kasih sudah membuatku mimpi buruk selama dua tahun ini. Terima kasih sudah membuatku selalu marah setiap kali aku mengingat perlakuan kalian padaku.
Semoga kalian bahagia dan sehat selalu.
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-35310830255710012652021-01-07T23:04:00.004+09:002021-01-07T23:04:58.874+09:00Antara Candaan Seksis dan Selera Humor"Ih kamu pasti udah ga perawan ya, jalannya kok ngangkang. Hahahaha"
"Itu mah bukan salah bunda mengandung. Tapi salah bapak ga pake sarung".
"Aduh, Mbak, itu susunya kok keliatan. Jadi tumpah-tumpah deh..." (susu = payudara)
Candaan-candaan seperti di atas, pasti ga asing di telinga kita. Atau minimal, mirip lah, sejenis. Sadar nggak sadar, candaan seperti di atas itu adalah candaan seksis loh. Aku yakin kalian yang baca ini pasti pernah mendengar apa itu candaan seksis. Candaan seksis ini bertujuan untuk merendahkan dan menghina kelompok gender tertentu.
Sayangnya, sebagian masyarakat Indonesia masih belum <i>aware</i> mengenai dampak dari candaan seksis, bahkan masih tergolong 'menerima' candaan seksis sebagai sebuah guyonan belaka. Padahal ni ye.... candaan seksis ini bisa buat dampak yang cukup berbahaya lho.
Ga percaya?
Candaan seksis yang terus menerus dimaklumkan, juga bisa berbanding lurus dengan budaya pelecehan seksual! Pelecehan seksual akan menjadi hal yang biasa kalau masyarakat juga masih menganggap candaan seksis adalah hal biasa. Jika hal itu tetap dibiarkan, ya rape culture akan tetap dipandang sebelah mata, ga dianggap serius. Victim blaming tetap melenggang bebas dan korban akan kesulitan mendapat hak-haknya.
Kok serem ya efeknya? Padahal 'cuman becanda' aja.
Iya. Makanya karena efeknya bisa kayak domino begini, aku mewajibkan (wajib ye wkwk) kalian yang membaca ini untuk belajar bahwa candaan seksis itu harus banget dihindari. Kalau perlu dibuang jauh-jauh deh budaya bercanda seksis.
"Fia ngomong begini sih bilang aja selera humornya kaku"
Hey hey..... Ga setuju dengan candaan seksis sungguh ga ada hubungannya dengan selera humor. Kalau kamu kenal aku dengan baik, kamu akan tahu bahwa aku bisa dengan mudah ketawa meski guyonannya garing dan hobi nge-share meme-meme receh. Ibuku bahkan sering bilang, "Fia ini ada angin lewat aja ketawa" karena saking ga bisa terkontrolnya ketawa aku.
Tapi, aku ga bisa tertawa kalau mendengar ada candaan seksis, meskipun satu ruangan dan semua orang tertawa terbahak-bahak. Aku akan diam dan pasang wajah ga suka. Aku ga tahu lucunya di mana dan aku juga ga ngerasa itu hal yang lucu.
Candaan seksis bukanlah masalah selera humor. Ini adalah masalah kamu sudah teredukasi dengan baik atau belum masalah gender. Jika kita bisa belajar untuk ga merendahkan kelompok gender lain, aku pikir kita bisa kok terbebas dari asal nyablak candaan seksis itu.
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-1188124274160113282020-09-06T16:13:00.000+09:002020-09-06T16:13:11.280+09:00Polusi Visual dan Body Positivity<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-AnpxcEEVJ-8/X1SE64GOJsI/AAAAAAAAHP8/D8PJGz4IlWksZ08PyFc8NS4TVuhRI7FPACLcBGAsYHQ/s2048/C9A826AE-7A91-40F5-8CBA-432E80A60B8E.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2048" data-original-width="1536" height="320" src="https://1.bp.blogspot.com/-AnpxcEEVJ-8/X1SE64GOJsI/AAAAAAAAHP8/D8PJGz4IlWksZ08PyFc8NS4TVuhRI7FPACLcBGAsYHQ/s320/C9A826AE-7A91-40F5-8CBA-432E80A60B8E.jpeg" /></a></div><br />Beberapa waktu lalu di jagad dunia maya heboh tentang istilah 'polusi visual' yang diperkenalkan oleh seorang pemengaruh (<i>influencer</i>) yang akhirnya jatuh pada body-shaming. Korbannya lagi-lagi perempuan. Dan yang lebih miris, yang mengatakan hal tersebut juga...perempuan.<p></p><p>Perempuan selain dalam konstruksi budaya patriarki diharuskan menjadi sosok yang lemah lembut, irasional, tunduk pada aturan masyarakat patriarki, juga dituntut untuk menjadi 'cantik'. 'Cantik ideal' di mata orang Indonesia adalah perempuan yang langsing, berkulit halus nan putih, dan akhir-akhir ini menjadi tambah satu: cantik natural tanpa make up. Media menjadi salah satu faktor utama pembentukan 'perempuan Indonesia yang ideal' ini. Mulai dari iklan produk kecantikan yang menawarkan mimpi menjadi 'cantik' (masih ingat dengan tagline salah satu produk kecantikan ini: "membuat kulitmu seputih perempuan Jepang"? Iklan ini berhasil membuatku mengernyit alis "eh gimana gimana?") hingga media sosial yang kadang muncul tanpa filter dari jari netizen.</p><p>Pembentukan perempuan ideal ini akhirnya menjadikan sebagian perempuan merasa insecure terhadap tubuh mereka sendiri. Berlomba untuk menjadi 'cantik', dan di sebagian kasus hingga membahayakan diri sendiri (ex: membeli produk kecantikan abal-abal yang diiklankan influencer kesayangan karena iming-iming testimoni influencer yang diragukan kebenarannya). Rasa insecure ini akhirnya menjadikan perempuan yang merasa dirinya bukan 'perempuan ideal' menjadi makin teropresi dan termarjinalkan. Dan bagi beberapa orang yang sudah kadung terindoktrinasi tentang 'perempuan cantik', mereka menjadi merasa memiliki kuasa untuk merendahkan dan mendiskriminasi mereka yang dianggap tidak sesuai dengan konsep perempuan ideal versi mereka, sehingga muncullah istilah 'polusi visual' itu tadi.</p><p>Media, terutama media sosial yang saat ini sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat di Indonesia, sudah seharusnya menjadi ruang yang aman bagi perempuan untuk bisa mengekspresikan dirinya sesuai yang mereka inginkan, bukan malah justru menjadi bumerang, menjadi media perjulidan hanya karena perempuan tidak memiliki 'standar kecantikan' tersebut. </p><p>Saat ini beberapa kalangan dengan gencar mulai mengkampanyekan '<i>body positivity</i>'. <i>Body positivity</i> adalah sebuah gerakan yang berfokus pada penerimaan bahwa semua tubuh, baik dari bentuk, ukuran, warna dll, sama berharganya. Semua orang berhak untuk mencintai tubuhnya sendiri tanpa harus direndahkan oleh orang lain. Pun begitu pula sebaliknya, yakni kita semua belajar untuk bisa menghargai tubuh orang lain. <i>Body positivity</i> menurutku adalah salah satu cara agar semua orang bisa memerangi <i>body-shaming</i> yang --demi Super Junior makan tongseng-- sudah kelewatan zaman.</p><p>Melatih pola pikir untuk bisa menerima <i>body positivity</i> itu jelas tidak mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa. Utamanya, sebenernya ini aku tujukan kepada para publik figur maupun <i>influencer</i> dan kita semua agar lebih berhati-hati dalam mengomentari tubuh orang lain. </p><p>Mengomentari seseorang dengan istilah 'polusi visual' tidak akan membuat kita menjadi lebih baik. Hambok tenin.</p>fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-78659163286813484052019-02-27T12:37:00.000+09:002019-02-27T12:37:25.378+09:00Toxic + Positivity = Toxic Positivity<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Orang-orang di sekelilingku memang kebanyakan adalah tipe yang optimis, selalu berpikir positif, dengan aura yang menggelegar. Kepribadian mereka ini ada kalanya membuatku iri: kepribadianku tidak secerah itu, aku tidak pandai bergaul, tidak bisa basa basi...<br />
Bergaul dengan mereka sangat menyenangkan. Berbicara hal-hal yang baik, menyegarkan suasana, tertawa, diskusi yg sangat mendidik...<br />
Dan aku, sampai detik ini, percaya bahwa kekuatan dari segala hal yg berbau positif itu akan membuat hidupmu bahagia.<br />
Namun di sisi lain, aku justru kadang merasa lelah.<br />
Dan akhir-akhir ini: eneg.<br />
<br />
Pernahkah dari kalian ketika curhat dengan orang lain, komentar yang keluar dari mulutnya adalah:<br />
“Apa yang kamu alami sekarang masih mending, it could be worse kalau blablabla”<br />
“Kamu seharusnya berpikir postif”.<br />
“Seharusnya kamu bersyukur”.<br />
<br />
Jika kamu adalah tipe orang yang ketika mendengar nasehat semacam itu merasa terpacu untuk bisa menjadi yang lebih baik...ya, baiklah.<br />
<br />
Tapi sayangnya, aku bukan tipe orang seperti itu.<br />
Ketika aku mendengar komentar (aku nggak akan sebut itu sebagai ‘nasehat’) seperti itu, yang ada aku akan merasa lebih buruk, menjadi semakin tidak merasa berharga, dan kadang-kadang ada kalanya... aku pengen ninju orangnya, bukan nampar ya, ninju (serius ini).<br />
<br />
Segitunya kah aku sampai-sampai aku dicap sebagai orang yang tidak bersyukur? Apakah usahaku untuk bangun pagi, memutar playlist ‘Morning Song’ (aku beneran mengumpulkan lagu-lagu dengan beat ceria dan lirik lagu gembira di ponselku dan menamainya sebagai ‘Morning Song’ dan kuputar TIAP PAGI), minum kopi supaya kafeinnya bikin aku ‘girang’ seharian, ngidol Korea, Netflix-an, motret-motret, dan journalling supaya aku bisa healing, supaya aku bisa terus berpikiran positif, supaya aku terus bisa melewati hari, itu semuanya sia-sia?<br />
Atau karena curhatanku yang menurut mereka ‘ndak penting’ atau ‘lebay’ sehingga bisa dianggap receh dengan komentar semacam itu?<br />
<br />
Aku sadar betul bahwa maksud mereka baik, menyebarkan kepositivan (?) mereka supaya aku feel better. Tapi masalahnya, aku merasa ini tidak adil: menyamaratakan standar bahagia dan standar positif mereka ke orang lain. Jujur saja di sini, aku merasa dihakimi, bukannya merasa lebih baik.<br />
<br />
Aku baru tahu kalau ini ada istilahnya: “toxic positivity”. Silakan gugling jika ingin tahu lebih jelas.<br />
<br />
Aku percaya kalau setiap orang punya caranya sendiri untuk healing dan terus berpikir positif. Tapi tolong hindari ‘toxic positivity’. ‘Positivity’ saja sudah cukup, nggak usah pakai ‘toxic’<br />
<br />
Jadi, kalau suatu hari kalian lihat aku sedang bad mood atau aku curhat tentang hari berat yang kulalui, bilang saja “You have worked hard, Fia”, “Semangat, Fia”, “Kamu pasti bisa”, “Kamu sudah melakukan yang terbaik”, “Ini aku kasih meme receh”, “Ayo makan enak”, “Mau karaoke?”.<br />
<br />
Receh? Iya. Tapi itu adalah hal-hal yang secara ajaib bisa bikin aku menjadi lebih baik”..<br />
<br />
Have a nice day semuanya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-11511137002890872232018-07-05T20:49:00.000+09:002018-07-05T20:50:39.248+09:00Aku, Tas Punggung, dan Tomo’o<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Ini adalah curhatanku tentang tas punggung. Tas punggungku ini hampir berusia 3 tahun. Sekaligus penanda debutku sebagai pelanggan setia toko online Amazon. Tas punggungku ini menyimpan banyak cerita tentang sebagian besar petualanganku di Jepang; kuajak ia berkeliling dari satu tempat ke tempat lain; kubawa ia dari kota megapolitan Tokyo yang mahasibuk hingga puncak gunung di Mie, desa di Toyama, dan kota mahasepi Tottori. Ia juga kuajak berkenalan dengan G-Dragon dan kawan-kawan, sehingga ia bisa melihat sisiku yang lain sebagai seorang pemuja budaya pop. Ketika aku melepas rindu dengan Jogja, tasku ini selalu kubawa. Ia adalah saksi bagaimana aku melepas rindu dengan keluarga, kawan-kawan, hingga seseorang-yang-ingin-dilupakan-tapi-tidak-bisa-dilupakan. Hahaha.</span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Tas punggungku ini sehat walafiat sebenarnya. Tak ada tanda2 yang menunjukkan bahwa aku harus melepaskannya karena ia sudah tak bisa dipakai lagi. Tapi karena sesuatu hal, sejak pertengahan bulan Mei aku harus beristirahat memakai tas punggung. Sejak saat itu aku beralih ke tas bahu serta tas slempang. Meski pada akhirnya aku bisa memakai tas yang selama ini jarang sekali aku pakai (sampai-sampai aku nggak nyangka ternyata aku punya tas bahu banyak sekali), aku sering mengeluh betapa merepotkannya setiap hari harus membawa banyak tas. Bagiku, tas punggung adalah salah satu identitasku. Fia tanpa tas punggung, bukan Fia namanya. Kesannya jadi seperti kehilangan identitas ya hahaha. Setiap kali aku bertemu dokter, hal yang sama yang selalu kutanyakan adalah “Apa saya sudah boleh bawa tas punggung?”. Yang tentu saja dijawab dengan gelengan kepala oleh sang dokter. Aku jadi berisik sekali pokoknya. Karena kalau pakai tas bahu, tanganku jadi tak bebas. </span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Kalimat terakhir tadi sebagian kusadur dari komik Tomo’o. Setiap kali aku mengeluh betapa semakin ribetnya hidupku tanpa tas punggung, aku selalu teringat pada salah satu cerita Tomo’o. Suatu hari, tas ransel Tomo’o (tahu kan tas ransel ala2 anak SD Jepang, seperti tas ransel Nobita) rusak. Tentu saja itu petaka bagi ibunya karena tas ransel ala anak SD Jepang itu jutaan rupiah harganya. Tomo’o merengek minta tas baru yang tentu saja ditolak mentah-mentah oleh ibunya (iyalah Tomo’o sudah kelas 5 SD sayang sekali kalau harus beli baru). Ibunya lalu memutuskan untuk membawa tas Tomo’o yg rusak ke tempat reparasi tas. Tapi karena tas Tomo’o adalah tas versi jadul, onderdilnya (?) harus dipesan dulu di pabrik, sehingga butuh waktu yang lama untuk diperbaiki. Tomo’o mutung, nggak mau sekolah karena takut diejek teman-temannya. Ibunya lalu memberi alternatif, pinjam tas bahu kakak perempuannya yang bergambar ‘cewek banget’ atau mendapat hukuman. Tomo’o mengalah. Ia berangkat pakai tas kakaknya. Dan seperti sudah diduga sebelumnya, ia diejek teman-temannya, “Tanganmu jadi tak bebas, nggak gaul! Hahaha”. Tapi ajaibnya, lama kelamaan, teman-teman sekelasnya justru melihat tas bahu Tomo’o menjadi suatu tren baru. Teman-temannya pun berangkat ke sekolah pakai tas bahu yang lucu-lucu. Suatu hari, teman Tomo’o dari kelas lain mengejek tren baru itu, yang dibalas oleh Tomo’o dan kawan-kawannya dengan “Kamu pakai tas ransel dan tanganmu jadi bebas, itu nggak gaul tau hahaha”. </span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Tomo’o pun jadi mengalami stardom, ia adalah trendsetter, ia berani mengambil keputusan untuk tampil beda di antara lingkungannya yg homogen. Ia bangga pada dirinya sendiri: “Gaul itu kalau tanganmu jadi tak bebas”. Namun lagi-lagi, ia harus mengalami suatu konflik lain: tasnya yang diperbaiki sudah selesai! Nggak bisa dong tiba2 ia balik lagi ke tas ransel di saat semua temannya ngikutin gaya dia. Nggak konsisten namanya ye kan. Nah habis itu, dia bikin keputusan yang nantinya akan membuatnya sadar betapa sebenernya menjadi trendsetter itu bukan hal yg krusial. Ia memutuskan untuk menghancurkan sendiri tasnya yang baru diperbaiki itu! Yang tentu saja ibunya marah luar biasa: pantatnya dipukul sampai ia nggak bisa nangis lagi; kakaknya sudah ogah minjemin dia tas bahu karena keteledoran Tomo’o sendiri. Ibunya lalu menyebut bahwa tas ranselnya itu bukan sembarang tas. Tas itu adalah hadiah dari kakek nenek Tomo’o karena ia masuk SD. Makin bersalah dong ya Tomo’o. Ibunya lalu memaksa Tomo’o untuk menelpon kakeknya, disuruh minta maaf. Kakeknya lalu berjanji untuk memberi Tomo’o tas baru lagi.</span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Sembari menunggu tas baru itu datang, ibunya memberinya alternatif lain lagi (setelah kupikir-pikir ibunya Tomo’o memang banyak akal ya!): buku-buku Tomo’o diikat dengan tali seperti zaman dulu. Tentu saja ia diejek oleh teman-temannya, tapi lagi2 Tomo’o bikin tren baru lagi di kelasnya: teman2nya jadi ikut-ikutan pakai tali. </span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Setelah beberapa lama, tas baru yang dijanjikan kakeknya pun datang. Tapi ternyata bukan ‘tas’ yang datang, tetapi alat untuk bawa kayu bakar yg digendong di punggung bikinan kakeknya. Agak susah menjelaskannya, tapi bagian belakangnya itu macam kursi. Kakeknya rupanya ingin mengajarkan pada Tomo’o: bukan masalah bagaimana kamu ke sekolah pakai apa: mau pakai tas ransel kek, mau pakai tas bahu kek, atau mau pakai tali, tapi yang terpenting adalah ilmu pengetahuan. Ilmu itu lebih berharga dari dunia kebendawian (?) yang kamu punya. Agaknya kakeknya mencontoh tokoh cendekiawan Jepang super terkenal, Ninomiya Sontoku, yang patungnya banyak dipajang di SD-SD di Jepang: sosok anak kecil miskin yang berjalan membaca buku sambil menggendong kayu bakar di punggungnya (kalau kamu nonton anime Ghost at School pasti tahu itu). Di akhir cerita, Tomo’o yang ke sekolah sambil bawa ‘tas baru’ itu bertemu dengan anak kelas 1 SD yang nangis karena jatuh saat berangkat sekolah. Tomo’o pun memanfaatkan ‘tasnya’ itu untuk membawa anak kelas 1 ke sekolah.</span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Setelah aku nulis ringkasan super panjang di atas, aku baru sadar: ibu Tomo’o dan kakek Tomo’o selalu memberikan alternatif. Kalau emang nggak bisa ke sekolah pakai tas punggung ya pakai yang lain! Selama masih ada alternatif, jangan ngeluh! Masih untung aku punya banyak tas bahu. Kalau nggak mau berat ya dikurangin barangnya. Disortir seketat mungkin sampai nggak ngoyo bawanya. Lagian, pakai tas bahu itu bikin gampang kalau mau ambil dompet; nggak usah susah2 mindahin tas punggung ke depan kalau kereta penuh; bisa muat belanjaan banyak kl tiba2 harus belanja; dan mungkin ada banyak manfaat lainnya yang aku belum tahu. </span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;">Di bulan ketiga sejak aku berhenti pakai tas punggung, aku harus bisa mulai menerima kenyataan hahaha. Mengistirahatkan bahu kiri lebih penting daripada pakai tas punggung. Dan toh suatu saat nanti aku pasti bisa nggendong tas punggung lagi. Hanya masalah waktu. Ye kan. </span></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
<br />
<div style="color: #454545; font-family: ".SF UI Text"; font-size: 17px; font-stretch: normal; line-height: normal; min-height: 20.3px;">
<span style="font-family: ".sfuitext"; font-size: 17pt;"></span><br /></div>
</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-66208576790435676612016-09-29T20:20:00.001+09:002016-10-06T19:28:05.268+09:00Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 3?)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b><span style="font-size: large;">26 September 2016.</span></b><br />
<b><span style="font-size: large;">Pertemuan ke-17 (ya! 17!).</span></b><span style="font-size: large;"> </span><br />
<span style="font-size: large;">(yang sebelum-sebelumnya hanya agenda membersihkan karang gigi, ngajarin saya pakai alat untuk membersihkan sela-sela gigi, beresin gigi saya yang ternyata sensitif....)</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Setelah minggu lalu saya membatalkan janji karena ada badai, saya kembali lagi ke dokter gigi tanggal 26 September lalu. Dengan agenda "akan membuat gigi bungsu saya terlihat". Ketika saya tanya di pertemuan sebelumnya apakah tindakan itu akan sakit, dokter giginya sambil tersenyum berkata, "Enggak kok".</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">TAPI.</span><br />
<span style="font-size: large;">'Kecurigaan' saya mulai terlihat ketika perawat yang menangani saya berbeda dari yang biasa. Perawat yang lembut, luhur budi, murah hati, dan bijak bestari itu sedang mengurus pasien lain. Saya mulai sedikit waswas ketika dokter saya justru yang malah mendekati saya.</span><br />
<span style="font-size: large;">(fyi, saya nyaris tidak pernah berhubungan langsung dengan dokter. Saya hanya bertemu dengan dokter kalau saya punya keluhan dengan gigi bungsu saya. Perawatlah yang selalu menangani saya terlebih dahulu. Pokoknya tidak semua pertemuan itu saya bisa bertemu dokter gigi saya)</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Dokter gigi saya itu masih muda. Perempuan. Cantik. Wajahnya tipikal perempuan Jepang dorama zadoel. Tapi sepertinya Beliau ini punya kekuatan tersembunyi yang hanya dikeluakan kalau sedang memeriksa saya. Sungguh. Nggak tahu pokoknya saya selalu waswas aja kalau ditangani Beliau. Hahahaha.</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Waktu saya duduk di kursi pemeriksaan, saya hanya menangkap kalimat "saya pengen lihat gigi bungsumu" dari dokter saya. Saya wis nggak konsen sama sekali. Lalu dokter mulai memberikan pelbagai cairan aneh ke gusi saya. Gusi dan lidah saya mulai mati rasa. Mungkin itu semacam bius. Lalu Bu Dokter itu mulai....mengebor gusi saya! Ya! Mengebor! Saya bisa melihat alat panjang macam bor dimasukkan ke mulut saya, menyentuh gusi saya..... well nggak kerasa apa-apa sih. Hanya kerasa....gosong! Ya, gosong macam makan ayam bakar gosong! Serius deh. Dan ketika saya kumur-kumur pun keluarnya macam...ya gitulah, nggak bisa jelasin di sini.</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Dan dokter saya yang asoy itu setelah beberapa saat meminta saya ngaca untuk melihat hasil karyanya, hasilnya....syok saya! Nyaris teriak. Itu gusi atau jurang kenistaan? 😭</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Dan dokternya dengan santainya berkata, "Gimana, ada yang kamu nggak ngerti?"</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Lah, gimana bisa jawab kalau masih bingung dan syok gitu. Saya cuma jawab dengan terbata-bata karena lidah saya mati rasa, "Lidah saya aneh, Dok". Dokternya ketawa. "Nanti lama-lama kamu terbiasa kok".</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Pfffttttt.</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">"Besok kamu kontrol lagi ya...", katanya. Lalu dokter saya ngasih antibiotik dan pengurang rasa sakit. Saya sudah khawatir dengan biaya pemeriksaan karena segala tindakan yang macam operasi gitu. Tapi ternyata habisnya hanya sekitar 820 yen! Alhamdulillaaaaaah. Terima kasih, BPJS Jepang! 💕</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Dokter dan perawat kembali tertawa ketika saya bersusah payah mengucapkan "Arigato gozaimasu" yang hanya bisa saya ucapkan "alligatto kojaimas". 😭</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Dan karena kondisi saya waktu itu yang lagi asoy gila tralala, saya terpaksa membatalkan janji dengan Mbak Dewi untuk ikut acara seminar tentang muslim di Nara. Dan ternyata Mbak Dewi juga nggak bisa.</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Selepas magrib, lidah saya mulai berasa kembali. Tapi, seiring dengan lidah saya kembali seperti semula, nah....rasa sakit seperti beribu tusuk jarum pentul hijab menghajar gusi saya. Semalaman saya nggak bisa tidur, kepala sakit, meski sudah minum pengurang rasa sakit.</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Esoknya, saya kontrol lagi. Dokternya cuma nengokin mulut saya, nyenterin, ngasih obat pengurang rasa sakit lagi....dan udah! Nggak ada 10 menit. Sepertinya memang nggak papa. "Tapi, Dokter. Ini SUAKIT BUANGET lho", kata saya. Dokternya hanya bilang, "Nanti saya kasih obat pengurang rasa sakit lagi", sambil senyum.</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Sepulang dari klinik, niat awal saya yang pengen 'dimanja' dokternya, malah jadi kepikiran: Apa pasien di Jepang memang nggak boleh manja ya? Kok kesannya saya kayak manja banget ya 😂. Atau memang dokternya yang ngeharusin pasien untuk mandiri ya? Ya iyasih, bukan operasi besar. Dan bukan suatu hal yang darurat. Tapi kan tapi kan tapi kan........... 😭</span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br />
<span style="font-size: large;">Baca juga:</span><br />
<a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2016/04/pergi-ke-dokter-gigi-di-jepang-part-1.html"><span style="font-size: large;">Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 1?)</span></a><span style="font-size: large;"> </span><br />
<a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2016/04/pergi-ke-dokter-gigi-di-jepang-part-2.html"><span style="font-size: large;">Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 2?)</span></a><span style="font-size: large;"> </span><br />
<span style="font-size: large;"></span><br /></div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-42832648096317914122016-09-22T09:14:00.002+09:002016-09-22T09:35:53.105+09:00Manajemen Keuangan (Beasiswa) ala Fia <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div>
Ketika saya pulang ke Jogja beberapa minggu lalu, beberapa kerabat terheran-heran pada saya. Kenapa bisa sering pulang? <br />
Bukankah tiket pesawat itu juga nggak murah? <br />
Dan apa pula itu sampai bisa-bisanya nonton konser <i>boyband </i>Korea di Jepang? </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Fia boros ya?</div>
<br />
<div>
Ya memang. Saya ini boros orangnya. Saya ini paling nggak bisa berhemat. Di Indonesia, saya nggak bisa nabung. Beneran. Hobi saya di Jogja itu jajan, karaoke, jajan, karaoke. Hahahaha. Orang tua dan adek saya sampai geleng-geleng lihat gaya hidup saya. Parah lah. Sampai akhirnya, tahun lalu saya mulai tinggal sendiri, merantau, di negara orang pula. Waktu itu, saya bertekad akan belajar untuk hemat. Fia harus hemat! <b><span style="color: red;">Hemat boleh, pelit jangan</span>.</b> Itu motto saya waktu itu.</div>
<div>
Hasilnya?</div>
<div>
Tetep nggak bisa hemat T_T. </div>
<div>
<br />
Padahal di enam bulan pertama saya di Jepang, saya nggak punya pegangan finansial lain selain duit beasiswa. Beasiswa dari pemerintah(nya negara orang). Pun pada saat itu saya nggak (mau) <i>part time</i>. Meski jika dibilang, uang beasiswa yang saya punya lumayan banyak dan suer, saya belum pernah pegang uang sebanyak itu di rekening saya (146.000 yen!), seumur hidup saya. Saya kaget dan kalap. Enam bulan awal masa hidup saya di Jepang, keuangan saya amburadul. Saya hanya bisa menyisakan sedikit sekali uang di rekening saya setiap akhir bulan. Itu kan parah namanya. Lalu saya kalut (?), berbagai hal mulai berkecamuk di kepala saya:<br />
<br />
Saya nggak bisa gini terus.</div>
<div>
Saya harus bisa nabung untuk jaga-jaga.<br />
Saya harus memikirkan masa depan saya.<br />
Saya harus nyicil modal nikah (?).<br />
<br />
Setelah berdiskusi (baca: curhat) dengan beberapa kawan dan melihat kenyataan diri sendiri yang begitu parah, akhirnya saya bikin suatu strategi. Strategi manajemen keuangan ala saya. Meski dalam kenyataannya masih sedikit amburadul, tapi masih mending lah daripada dulu-dulu sebelum saya menyadari kekhilafan saya. Dan di sini, saya mau berbagi pengalaman dalam mengatur keuangan saya. Tapi tetap, <span style="color: red;"><b>saya nggak bisa menjanjikan ini bisa cocok untuk orang lain</b></span> karena kondisi setiap orang pasti berbeda-beda.<b><span style="color: red;"> Sekali lagi, saya nggak bisa menjamin 100% yang saya lakukan ini bisa juga dilakukan oleh orang lain</span></b>. Silakan jika ingin menjadikan ini sebagai referensi, tapi saya tidak bisa mengatakan ini sebagai 'tips'. Ini murni pengalaman saya: <i>terms and conditions apply</i>. Dan ini adalah kondisi saya: (1) <i>single, </i>(2) tinggal di daerah dengan biaya hidup tidak semahal Tokyo, (3) dapat beasiswa pemerintah Jepang, (4) tinggal di asrama kampus dengan biaya sewa tidak semahal apartemen (<i>apato</i>), (5) belakangan dapat <i>part time, </i>(6) saya tidak perlu membayar <i>tuition fee</i> karena sudah dibayarkan oleh pihak pemberi beasiswa.<br />
<br />
Sampai di sini, kalau ada yang berpikiran, "Wah Fia enak ya mapan banget secara finansial di Jepang", serius deh, sebanyak apapun uang yang kita punya, tapi kalau manajemen keuangannya buruk, nak yo podho wae mas, mbak. Nah, saya nggak mau jadi orang yang <i>keblondrok.</i> Makanya itu, saya bikin strategi sendiri. <br />
<br />
Jadi, sejak di Jepang tahun lalu hingga sekarang, saya selalu mengikuti perkataan ibu saya: <b><span style="color: red;">semua pengeluaran harus dicatat</span></b><span style="color: red;">.</span> Cuma jajan es teh di warung sebelah atau nyuci di laundry koin asrama, semuanya saya catat. Struk yang saya dapat dalam satu hari, saya kumpulkan jadi satu, lalu saya tulis di buku pengeluaran (yes! saya punya buku anggaran sendiri. Emak-emak banget -_-). Biaya telepon dan internet kamar yang dipotong dari rekening pun saya catat. Lalu di akhir bulan, saya rekapitulasi semua. Dengan begitu, ketahuan lah itu pengeluaran-pengeluaran yang lebay.<br />
<br />
Dan ternyata, meskipun saya sudah mencatat semua pengeluaran saya, tetep saja masih kecolongan. Pengeluaran yang nggak penting masih ada di sana-sini. Saya dengan mudahnya narik uang di ATM karena berpikiran, "Ah udah sih, pasti masih ada uang di situ", sampai suatu hari, tanpa sadar, uang saya nyaris habis di ATM. Ini beneran! Lalu saya berpikir bahwa hanya punya satu rekening bank tidak cukup. Ya, semua uang beasiswa langsung ditransfer ke rekening saya di bank milik kantor pos Jepang (<i>JP Post/ Yucho</i>). Wah kalau hanya punya satu rekening, nggak bisa nabung nih, pikir saya. Lalu setelah mikir beberapa saat, saya memutuskan untuk<b> <span style="color: red;">membuat rekening baru di bank komersial.</span></b> Tujuannya buat menyimpan uang tabungan. Dan entah ini kebetulan atau enggak, tapi kok ya bank komersial yang saya pilih itu ATM-nya juaraaaaaaang buanget. Ini antara bagus dan nggak bagus sih. Bagusnya adalah saya harus mikir-mikir dulu kalau mau narik duit pakai ATM bank komersial itu. Jadi nggak bisa seenaknya sendiri. Nggak bagusnya ya, kalau pas kefefet dan harus narik ATM dari bank itu dan pas nggak nemu ATM yang dimaksud, ya mau nggak mau harus pakai ATM Bersama (?) di minimarket atau pakai ATM bank lain. Itu artinya kena <i>charge </i>lebih. Dan kalau <i>weekend</i>, bank komersial yang saya pakai itu menerapkan <i>charge </i>lebih setiap penarikan tunai di ATM-nya sendiri. Ha-ha-ha-ha. Jadi beneran harus mikir ulang dua kali untuk macem-macemin duit saya di bank itu. <br />
<br />
Nah, setelah buat rekening baru di bank lain, saya putar otak gimana caranya bisa menabung. Akhirnya, saya menerapkan sistem begini: <b><span style="color: red;">semua pengeluaran wajib (biaya sewa asrama, listrik, air dan gas), saya bayar sesaat setelah uang beasiswa turun.</span></b> Kenapa demikian? Saya pernah punya pengalaman hampir nggak bisa bayar asrama saking borosnya. Jatuh tempo pembayaran asrama saya adalah tanggal 20 tiap bulan. Karena saya pikir waktunya masih panjang, ya udah, uang beasiswa saya pakai untuk pengeluaran lain. Nah ini yang salah ternyata, buat saya. Jadi pokoknya semua 'pengeluaran wajib' itu saya keluarkan dulu semuanya. Biar hati senang, galau jadi hilang. Hahahaha. <br />
<br />
Lalu, setelah semua pengeluaran wajib itu beres, saya baru bisa nabung. Nabung kok di awal? Ya, saudara-saudara. Saya selalu berusaha <b><span style="color: red;">menyisihkan uang tabungan setelah semua pengeluaran wajib saya beres</span></b>. Saya pernah mendengar dari beberapa penasehat keuangan bahwa menabung yang 'baik' adalah dengan menyisihkan uang tabungan sesaat setelah kita mendapatkan gaji, bukan setelah akhir bulan --sebelum kita mendapatkan gaji--. Itu yang saya lihat di TV. Hehehe. <br />
<br />
Jadi, ini yang saya lakukan setiap bulan: begitu uang beasiswa turun --yang 146.000 yen itu--, saya ambil sekitar 30.000 yen untuk pengeluaran wajib. Masih sisa 116.000 kan, saya ambil lagi itu 36.000 yen untuk menabung. Sisanya tinggal 80.000 yen kan. Iya sengaja. <b><span style="color: red;">Saya selalu menyisakan 80.000 yen</span></b> di rekening JP Post saya. Itu untuk apa? Ya untuk hidup saya sehari-hari selama sebulan di Jepang. Pokoknya 80.000 itu harus cukup buat saya untuk makan, hore-hore, dan bayar tagihan hape dan internet kamar. Ya, bayar tagihan hape dan internet langsung dipotong di rekening saya. Cukup? Dicukup-cukupin. Jadi beneran rekening JP Post saya itu <b><span style="color: red;">hanya untuk keperluan hidup sehari-hari</span></b><span style="color: red;">.</span> Kalau ditotal bersih --dipotong tagihan hape dan internet kamar 15.000 yen-- saya hanya menggunakan sekitar 65.000 yen dalam sebulan. Haram hukumnya buat saya sendiri untuk mengotak-atik rekening saya di bank lain itu. Hahahaha.<br />
<br />
Dan percaya sama saya. 65.000 yen itu kadang masih sisa lho. Hahahaha.<br />
<br />
O ya karena saya hanya menggunakan JP Post untuk duit beasiswa, <b><span style="color: red;">semua honor </span></b><i><b><span style="color: red;">part time </span></b></i><b><span style="color: red;">saya ditransfer ke rekening bank komersial saya.</span> </b>Jadi, honor <i>part time </i>itu termasuk golongan (?) <b><span style="color: red;">tabungan buat saya</span></b>.<br />
<br />
Ah lupa. Ada satu lagi. Saya ini aslinya nggak suka banget sama uang koin. Ribet makenya dan nggak praktis. Berat pula. Dan karena di Jepang buanyak buanget uang koin (1 yen, 5 yen, 10 yen, 50 yen, 100 yen, dan 500 yen) dan dilihat dari nilainya 500 yen itu yang paling besar dan jarang saya pake, akhirnya saya memutuskan untuk <b><span style="color: red;">punya celengan khusus 500 yen di asrama.</span></b> Serius deh. Asik banget ini. Karena tanpa sadar bisa tahu-tahu udah banyak, bisa buat alternatif tabungan juga ^^.<br />
<br />
Jadi begitu saudara-saudara. Kalau melihat saya kok sempet-sempetnya main ngebolang ke mana-mana, nonton konser, atau bahkan pulang ke Jogja, itu murni karena saya menggunakan sistem ala-ala di atas. Sistem manajemen keuangan amatir ala saya ini. Dengan kondisi dan situasi yang sudah saya jelaskan tadi. Dan ya, saya masih boros. Hahahaha. Dan tentu saja, cara saya di atas ada kemungkinan untuk berubah. Hehehehe.<br />
<br />
Itu tadi pengalaman saya tentang bagaimana mengatur keuangan saya selama di Jepang. Dan mungkin kalian sendiri juga punya cara mengatur keuangan sendiri ya ^^<br />
<br />
PS: Kurs JPY - Beli: 128; Jual: 130,50 (per 21 September 2016 15:49. Sumber: Mulia Bumi Arta)<br />
<div>
</div>
<div>
</div>
<div>
</div>
<div>
</div>
<div>
</div>
</div>
</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-81351542528027062652016-04-29T07:15:00.001+09:002016-04-29T07:15:12.234+09:00Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 2?)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b>Note: Postingan ini lagi-lagi saya ambil dari akun media sosial saya. Hahaha. Saya semalam (28 April) nulis ini di akun Path saya. Ini adalah cerita dari pertemuan kelima di dokter gigi. </b><br />
<br />
Dokter gigi cantik itu senyum-senyum, tetapi tiba-tiba mukanya serius. Wah ada yang nggak beres ini, batin saya.<br />
<br />
"Jadi gini, Mbak Alifia", katanya memulai pembicaraan. Ditunjukkannya rontgent mulut yang pernah saya lakukan dulu sekali. Saya mulai tegang.<br />
<br />
"Gigi kamu yang tumbuh ada dua kan. Dan sama-sama posisinya nggak bagus. Meski yang kanan itu posisinya rebahan, saya masih belum terlalu khawatir, bisa kita bicarakan nanti. Nah kalau yang kiri....", tangannya menunjuk gambar gigi bungsu saya. "...saya khawatir ini beresiko tinggi kalau dicabut. Karena posisinya dekat sekali dengan gigi di sebelahnya dan ini lho...saraf. Mau nggak mau kalau dicabut nanti bersisa. Dan itu yang bahaya. Kalau pun nggak dicabut juga bahaya".<br />
<br />
"La...lalu baiknya gimana, Dok?" tanya saya yang sudah mencelos hatinya, badan saya secara otomatis melorot di kursi pemeriksaan.<br />
<br />
"Kita perlu observasi yang lebih mendalam. Baru nanti bisa diputuskan sebaiknya gimana. Sayangnya di klinik ini belum ada peralatan yang canggih buat observasi kamu. Nanti saya akan rujuk kamu ke klinik di Saidaiji. Tau Saidaiji kan?". Saya mengangguk.<br />
<br />
"Saya mau secepatnya, dokter", kata saya memelas.<br />
<br />
"Baik, nanti saya buatkan janji sama klinik di sana ya", katanya mulai ramah lagi.<br />
<br />
Badan saya lemes seketika.<br />
<br />
Buat orang yang belum pernah nambal gigi, gigi bolong, dan bermasalah sama gigi seumur hidupnya, seperti saya, ini luar biasa............bikin merindingnya.<br />
<br />
Lalu di lab, saya bertanya pada kawan orang Jepang.<br />
<br />
Me: "Pernah cabut gigi?"<br />
Her: "Pernah, pernah."<br />
Me: "Berapa ya harganya? Masih inget nggak?"<br />
Her: "Nggak nyampe sejuta kok. Nggak semahal itu. Kamu di-cover BPJS* kan?"<br />
Me: "Iya sih..."<br />
Her: "Eh tapi sakit banget lho...."<br />
Me: " ............"<br />
<br />
*BPJS maksudnya Asuransi Negara Jepang ehehehe<br />
<br />
Ah tauk ah. Nge-<i>golden week</i> sikik wae lah.<br />
<br />
Baca juga: <a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2016/04/pergi-ke-dokter-gigi-di-jepang-part-1.html">Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 1?)</a></div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-59435843426530816892016-04-29T06:57:00.002+09:002016-04-29T06:58:25.473+09:00Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 1?)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b>Note: Tulisan ini pernah saya posting sebagai status di akun Facebook saya, tertanggal 24 Februari 2016. Saya sunting di sana sini, supaya lebih enak dibaca (?)</b><br />
<br />
<b>PERGI KE DOKTER GIGI DI JEPANG</b><br />
(Judulnya ala-ala banget)<br />
<br />
Di Indonesia, saya juarang buanget ke dokter gigi. Karena saya nggak gitu suka alat-alat dan suara berdesing yg memekakkan telinga yg dimasukkan ke mulut saya. Hiiii.... Terakhir ke dokter gigi pas setahun lalu. Karena gigi saya tumbuh (yang kemudian 'to be continued' sampai saya di Jepang). Lalu oleh dokter gigi di Indonesia, katanya "Enam bulan lagi ke sini ya Mbak. Mau itu giginya udah besar atau tetap kecil terus. Mau itu giginya nggak sakit sekalipun, ke sini ya, supaya nanti ada tindakan selanjutnya". Yg tidak saya tindak lanjuti karena memang nggak ada keluhan apapun (dan males ke dokter gigi haha).<br />
<br />
Bulan Februari lalu, saya kena batunya. Gigi baru saya tiba-tiba sudah besar dan posisinya ngga nyantai. Nggak sakit sih, hanya tidak nyaman. Dan mulai tumbuh sariawan di sekitar gigi itu. Wah, bahaya nih, pikir saya. Akhirnya saya memutuskan ke dokter gigi dekat kampus. Berbekal tanya kawan dan <i>searching</i> di internet tentang pengalaman orang Indonesia yang pernah ke dokter gigi di Jepang, saya akhirnya memberanikan diri. Terlebih di salah satu blog yang saya baca, ada yang menulis gini, "Rugi lho kalau belum pernah ke dokter gigi di Jepang". Ya udah, bismillah saja.<br />
<br />
Sampai di klinik itu, saya disambut tiga perawat cantik yang super ramah. Salah satunya meminta saya menunjukkan kartu asuransi negara (kartu mahasakti pemberian pemerintah Jepang yang wajib dimiliki oleh segenap manusia yang tinggal di muka bumi Jepang --semacam BPJS--). Kemudian saya diberi formulir (semacam angket) yang perlu diisi sehubungan dengan kondisi saya: sakitnya di mana, di gigi sebelah mana, setiap hari sikat gigi berapa kali, tiap sikat gigi berapa menit, tidur berapa jam tiap malem. Hahahaha. Serius. Kliniknya pun nyaman, meski kecil. Hangat dan sayup-sayup diputar lagu nina bobok, yang dijamin deh kalau setengah jam saya disuruh nunggu di situ, wis tak tinggal tidur. Hahaha 😂. Setelah itu, saya dipanggil dan diperiksa. Oleh perawat. Bukan dokter. Begitu melihat gigi saya, sang perawat langsung menyarankan saya untuk di-rontgent giginya. Ya udah gak papa. Begitu hasilnya selesai, dia periksa gigi saya lagi dan berkata, "Wah, ada kemungkinan bakal ada satu gigi lagi yg nongol nih". Hahhhhhh? Lalu dengan senyum ramah, mbak perawat itu berkata lagi, "Ini karang giginya juga perlu dibersihin. Minggu depan ya". Ini yang paling saya nggak suka! Bersihin karang gigi! Haaaaah! Lalu nggak nyampe 15 menit duduk di kursi pemeriksaan, Mbak Perawatnya bilang, "Otsukare sama deshita. Udah selesai". Hah? Udah selesai??? Gitu doang? Saya cuma disuruh buka mulut, di-rontgent, gigi saya dielus-elus pakai alat (?), disenterin, disuruh ngaca (ya, saya disuruh ngaca! Hahaha), kumur-kumur. Selesai.<br />
<br />
Lalu saya diminta nunggu sebentar. Kemudian, Mbak Perawat yg tadi meriksa saya bilang gini, "Minggu depan ke sini lagi ya. Hari xx jam yy. Kamu perlu dibersihin karang giginya, di-rontgent seluruh mulut, dan oh iya satu lagi. Bawa sikat gigi yang kamu pakai ya. Jangan lupa!". Bawa sikat gigi sendiri. Bau-baunya diminta latihan sikat gigi seperti yg saya baca di blog nih. Hahahaha. Dan oh iya, seperti yg sudah saya baca di blog, ke dokter gigi di Jepang itu ga cuma sekali. Apapun keluhannya. Dan perlu janjian. Hahahaha.<br />
<br />
Minggu depannya, saya balik lagi ke dokter gigi. Agendanya adalah rontgent gigi seluruh mulut dan bersihin karang gigi. Saya datang 20 menit lebih awal dari jadwal yang disepakati. Saya pikir, saya diminta nunggu 20 menit sampai jadwal saya tiba. Etapi enggak ternyata. Begitu dateng, seperti dikomando, para perawat tsantik itu langsung meminta saya duduk di kursi pemeriksaan. Gigi saya dielus-elus lagi. Setelah itu, saya diminta untuk rontgent gigi. Karena prosedur, saya diminta untuk melepas jilbab. Yah gak papa. Perawatnya cewek semua toh ini. Nggak berselang lama, saya kembali duduk di kursi pemeriksaan. Gigi saya dielus-elus lagi. Sekejap kemudian, hasil rontgent sudah keluar. Intinya, gigi baru saya sudah besar. Dan posisinya kayak beruang rebahan (?). Tapi bukan itu yang jadi fokus perawatnya. Perawatnya menjelaskan tentang seluk beluk gigi saya secara umum, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada gigi saya (termasuk kemungkinan goyangnya beberapa gigi saya kalau nggak cepat-cepat ke dokter gigi. Oke yang ini agak serem 😮). Sepertinya sebelum masuk ke inti pemeriksaan --tentang gigi baru saya-- saya diminta terlebih dahulu untuk 'kenalan' sama gigi saya. Seperti apa gigi saya. Dan lain sebagainya. Lalu, karang gigi saya dibersihkan. Di tengah-tengah pembersihan karang gigi, dokter gigi --laki-laki-- masuk mengurus pasien lain. Posisi saya memang sedang tidak pakai jilbab pasca-rontgent itu. Saya mendengar para perawat bisik-bisik di belakang saya. Saya tahu mereka ngomongin saya. Tapi nggak tahu tentang apa. Sampai akhirnya, salah satu dari mereka berkata, "Ada laki-laki di sini. Kamu harus pakai jilbab". Waaaaaah! Malu sendiri sumpah! Hahahaha.<br />
<br />
Oke, lanjut. Setelah karang gigi bagian bawah dibersihkan, perawat bertanya, "Bawa sikat gigi kan?". Dan seperti yang sudah saya duga sebelumnya...jeng jeeeeng. Belajar menyikat gigi! Ini serius. Nggak bercanda. Dan saya antara pengen ngampet ngguyu dan pengen serius. Perawat memberikan contoh cara menyikat gigi bagian bawah dengan benar. Gigi saya disikatin 😂. Terus saya diminta nyoba sendiri. Geli sendiri. Hahaha. Lalu saya diminta ganti sikat gigi karena sikat gigi saya 'kurang baik dan kurang enak' buat nyikat gigi, katanya. Hahahahaha. Dan setengah jam kemudian...selesai! Saya nyusun jadwal janjian lagi. Dan minggu depan diminta datang lagi....untuk bersihin karang gigi bagian atas dan belajar nyikat gigi bagian atas. 😂😂😂😂😂😂😂😂<br />
<br />
Hingga pertemuan kedua, belum ada pembicaraan serius mengenai mau diapakan gigi baru saya ini. Semoga baik-baik saja.<br />
<br />
(Waktu nulis ini pun masih ketawa-ketawa geli. Hahahahaha)</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-16938347122943559512016-04-25T21:00:00.000+09:002016-04-29T06:58:47.428+09:00Dilema Kartu Nama<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sebelum kuliah sore ini, aku dipanggil <i>International Office </i>kampus untuk briefing interpreter (semacam) Dinas Pertanian Prefektur Nara bagi orang Indonesia yang akan berkunjung ke Nara esok Rabu (27/4). Seperti biasa, sapaan khas orang Jepang dengan penuh basa basi, membungkuk, lalu tukar-tukaran kartu nama.<br />
<br />
Hanya aku yang diam mematung.<br />
<br />
Para staf sekilas melihatku seolah ada yang aneh dengan diriku karena tidak mengikuti serangkaian 'ritual' perkenalan tersebut.<br />
<br />
Dengan beribu-ribu maaf, aku mengatakan, "Aduh saya tidak punya kartu nama".<br />
<br />
Sebenarnya aku berbohong. Aku punya kartu nama. <i>Indonesian version</i>. Tapi dengan bodohnya kutinggal di Jogja. Bahkan ketika aku pulang kampung Maret lalu, untuk kedua kalinya, kartu nama itu kubiarkan saja teronggok di kamarku.<br />
<br />
Sebelum aku pergi ke Jepang, aku selalu menyepelekan kartu nama. Buat apa? Kenapa harus bikin? Toh kalau mau minta kontak orang, tanya saja orangnya langsung, atau tanya pada kawan yang tahu kontak orang tersebut. Beres. Kartu namaku yang kuceritakan di atas pun hanya sekadar formalitas untuk keren-kerenan sebelum lulus S1. Dan dari dua kotak kartu nama yang kupunya, aku hanya pernah memberikan kepada orang lain beberapa lembar saja.<br />
<br />
Kena batunya kan aku sekarang karena tinggal di negara yang kartu nama diidentikkan dengan identitas, simbol supaya kamu bisa diterima di suatu komunitas. Aku bahkan pernah diajarkan secara khusus cara memberi kartu nama dan cara menerima kartu nama ala orang Jepang. Serius. Tidak main-main.<br />
<br />
Maka sesungguhnya, kartu nama bukan hanya sebagai penunjuk jati diri, tetapi juga sekaligus media: "<i>Kalau eloh butuh guweh, eloh tahu ke mana dan bagaimana eloh cari guweh</i>". Kartu nama adalah sebagai pembuka jaringan. Pintu masuk <i>networking</i>. Apalagi di negara yang memaharajakan jejaring macam Jepang ini. Maka dari itu, perlakukanlah kartu nama yang kamu terima dengan sangat hati-hati. Mungkin kamu tidak membutuhkannya sekarang, tapi siapa tahu di masa depan kamu akan membutuhkannya. Begitulah kira-kira.<br />
<br />
Aku jadi teringat ketika aku melawat ke Tokyo bulan Desember lalu. Aku menghadiri acara <i>welcoming party </i>para penerima beasiswa MEXT. Orang-orang dari belahan dunia berkumpul di satu tempat, bercengkrama, berbincang, berdiskusi, atau sekadar berbasa-basi. Dan tentu saja, aku bertemu banyak mahasiswa Indonesia. Salah satunya memberikanku kartu nama. Dengan bangga ia bercerita padaku bahwa kampus tempatnya belajar saat ini sengaja (ya, sengaja!) membuatkannya kartu nama sebelum ia datang ke Tokyo. Kampusnya sadar. Bahwa <i>ini anak</i> bisa jadi adalah jalan pembuka bagi kampus dia (dan tentunya, dia sendiri) ke arah jejaring yang mahaluas. MEXT gitu loh. Orang yang akan kamu temui di acara itu pasti bukan orang sembarangan, mungkin begitu pikir kampusnya. Aku sedikit iri dan minder. Karena acara itu kemudian menjadi ajang bagi-bagi kartu nama (dan seluruh ruangan seolah dipenuhi kalimat, "Kalau kamu mau ke tempatku, hubungi aku ya...") dan aku cuma <i>plonga plongo</i> geje sambil <i>nggumun </i>dengan atmosfir pertemuan yang membuatku semakin menciut.<br />
<br />
Luar biasa sekali negeri ini. Aku bahkan belajar banyak hal hanya dari kartu nama. Kartu nama ternyata bukanlah kartu biasa. Kartu mahasakti yang bisa menjadi simbol kebanggaan kita terhadap diri sendiri.<br />
<br />
<i>Phew. </i>Jangan lugu-lugu banget lah, Fi. -_-</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-11234676104616843672016-04-15T20:11:00.000+09:002016-04-29T06:59:25.424+09:00Tantangan Nge-Blog Fia<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sekarang saya sedang di dalam kereta. Dari stasiun Kobe-Sannomiya menuju Nara. Setelah baito (part time) yang asik. Alhamdulillah ditawari sebagai dosen tidak tetap untuk mengajar bahasa Indonesia di kampus swasta elit khusus cewek di Kobe. Hahahahaha. Pasti langsung ketebak kampusnya apa. Hahahaha.<br />
<div>
Kali ini karena jaraknya lumayan jauh, satu setengah jam, makanya saya mau menantang diri saya untuk menulis sebanyak mungkin selama saya berada di kereta.<br />
<div>
Jadi kalau memang ada absurd-absurdnya ya harap maklum. Hahahaha.</div>
<div>
Saya kebagian tempat duduk. Alhamdulillah. Pas lagi rush hour banget karena barengan dengan jam pulang kantor.</div>
<div>
Depan saya ada mbak-mbak pakai rok putih. Rok putihnya lucu banget. Tapi kalau saya yang pakai mungkin jadinya kayak karung beras ya hahaha.</div>
<div>
Yah pada ngeliatin saya. Biasa sih. Kalau yang berpakaian dengan gaya yang menurut mereka nggak biasa pada dilihatin. Bodo' lah. Kalian ngomongin saya juga percuma, saya ngerti (dikit sih) yang kalian omongin. Hahahahaha.</div>
<div>
Baru sampai Nishinomiya. Masih banyak stasiun yang perlu dilewati supaya sampai Nara.</div>
</div>
<div>
Makan malam apa ya? Saya pengen Saizeriya sumprit. Ntar deh mampir Saizeriya di stasiun Kintetsu Nara.<br />
Sekarang di Koshien. Kalau kalian baca Detektif Conan, nama Koshien muncul. Karena di sini terkenal dengan stadion baseball dan sekolah yang punya tim baseball teryahud di Jepang. Stasiunnya lumayan gede. Dan gak jauh dari situ ada stadion. Kalau lihat dari jauh sih lumayan keren.<br />
Entah kenapa, saya kalau di kereta Jepang itu awkward banget bawaannya. Semuanya diam mematung. Jadi kalau mau ngapa-ngapain canggung. Ya elah emang di kereta mau ngapain sih? -_-.<br />
Ya ampun, ada anak kecil di kereta. Lucu banget. Bule. Cewek. Lucu tenan. Ketawa-ketawa sama ibunya. Lumayanlah memecahkan kesunyian serba canggung ini.<br />
Lihat aja deh reaksi orang-orang kalau ada anak kecil berisik di kereta. Etapi nenek-nenek depan mereka malah ikutan ketawa, diajak main juga sama anak kecilnya. Lucu.<br />
Oh iya ngomong-ngomong soal kereta. Memang benar sih kalau kereta di Jepang itu nyaris gak pernah telat. Sejauh ini saya baru sekali kena efek kereta telat. Eh salah ding. Lebih parah lagi: kereta berhenti. Di jam-jam tertentu gak beroperasi. Alasannya? Karena ada orang bunuh diri! Ya, bunuh diri. Bunuh diri dengan menabrakkan diri di kereta itu adalah salah satu teknik bunuh diri paling terkenal di Jepang. Yang tentu saja sang mendiang tidak merasa buat kacau sampai-sampai buat kereta berhenti. Penumpang terlantar. Oalah, mau menjemput maut aja masih ngerepotin orang. Biasanya kalau ada kayak gitu, saya dapat info dari provider hape. Pernah saya dapet pesan kayak gitu dua kali dalam seminggu. Kayaknya memang orang Jepang tekanan hidupnya berat sekali ya. Mbuhlah.<br />
Ini sudah di Amagasaki. Masih di Kobe. Ya kira-kira setengah jam lebih sejak saya berangkat. Kereta berhenti agak lama karena memang stasiun ini besar ya.<br />
Betewe mas-mas salary man depan saya lagi baca komik. Detektif Conan. Hahahaha.<br />
Oh biasanya juga saya kalau naik kereta sendirian, sambil dengerin headset. Sekarang lagi muter salah satu lagu favorit saya: 'Monster'-nya BIGBANG. Ya ampyang, sejak saya di Jepang, saya tergila-gila banget sama BIGBANG. Personil favorit saya adalah Kang Daesung. Hahahaha. Kalian yang tau BIGBANG pasti ketawa kan. Karena biasanya yang difavoritin itu T.O.P atau G-Dragon. Daesung ini mungkin idol Korea yang paling nggak ganteng. Nggak ganteng sama sekali, tapi suara dan attitude-nya yahud. Hahahahaha. Nah di video klip Monster ini, dandanannya Daesung yang paling saya suka karena akhirnya dia terlihat ganteng hahahahaha.<br />
Betewe barusan masinis kereta keliling gerbong menyapa kami. Biasa itu. Nanti di ujung gerbong saya, Beliau bakal membungkuk hormat. Luar biasa ya.<br />
Lumayan dingin juga di sini. Oh pintu keretanya terbuka. Hahahaha. Lagi ngetem di Nishikujo.<br />
Jadi makin laper banget. Dan ngantuk banget. Kalau saya ketiduran pun nggak akan ketinggalan stasiun sih. Toh Nara tujuan akhir. Dan kalau sampai Nara tetap gak bangun juga bakal dibangunin kondekturnya. Hahahahaha.<br />
Sudah sampai Osaka-Namba! Yey! Sekitar 40-50 menit lagi sampai Nara. Kena jeda sedikit karena teman ada yang pesan LINE-nya belum saya balas. Ngetem lama lagi karena memang salah satu tujuan utama ya. Makin banyak salary man yang masuk. Asal gak pakai mabok atau bau alkohol aja gak masalah. Saya gak kuat bau alkohol. Hueks.<br />
Oh ternyata saya duduk di gerbong paling belakang hahahaha.<br />
Laparlaparlaparlapar. Haaaaa.........<br />
Sudah sampai Tsuruhashi. Masih di Osaka. Tapi perbatasan Nara. Bentar lagi nyampe Ikoma. Sudah masuk wilayah Nara. Tapi bagus lhoh Ikoma itu. Gunung. Ada kampus keren NAIST yang isinya banyak orang Indonesia. Dan sekarang banyak banget penumpang yang masuk kereta. Tiba-tiba kereta penuh. Zzzz.<br />
Nanti banyak lagi yang naik dan turun di Ikoma. Tapi kalau sudah sampai Nara, langsung sepi keretanya hahahaha.<br />
Dan sekarang ngantuk melanda. Absurd tenan.<br />
Jadi makin awkward hahahahaha.<br />
Tapi kalau mau ngerasain rush hour kereta Jepang sih katanya harus nyobain kereta di Tokyo. Katanya nggilani. Tapi waktu saya ke sana tahun lalu alhamdulillah sih gak pernah nemuin ya. Sampai nggak bisa gerak katanya. Hiiii.....<br />
Sik sik bentar, ini sudah di mana ya? Hahahahaha. Ya ampyaaaang, baru di Ikoma cobaak. Duoh sampe Nara jam berapa ini? 😒<br />
Saizeriya tutup jam berapa ya? Laper banget haaaaa.... Nah kan makin dekat ke Nara, makin absurd tulisannya. Hahahaha. Parah ya. Hahahahahaha. Nanti sebelum balik asrama beli susu dulu ah di sevel.<br />
Sudah di Gakuemmae. Sekitar dua stasiun lagi sebelum nyampe Nara. Ayo semangat! Semangat melek dan tahan laper. Asal gak baper aja dijejerin mas-mas kece. Haha.<br />
Yes, kereta bergerak menuju Yamato-Saidaiji. Di deket stasiun Yamato-Saidaiji ada mall Nara Family yang bakal ada Tokyu Hands akhir bulan ini. Jadi ya sekarang Nara mulai gahol membahenol ya hahahaha. Oh betewe saya akan berhenti nulis begitu sampai di stasiun Shin-Omiya ya. Karena jaraknya cuma 3 menit ke stasiun Nara. Eh gak jadi ding. Nulis sampai di Nara dong hahaha.<br />
Sampai di Yamato-Saidaiji! Belum berhenti keretanya. Tapi udah pelan-pelan jalannya. Banyak orang yang bakal turun di sini sih. Karena tempat transfer untuk berbagai jurusan. Sayangnya gak ada jurusan ke hatimu *mulai lagi kan*. Ketoke aku wis kesuwen nang kereta. Hahahaha. Nah kan banyak yang turun di sini. Cuma tinggal beberapa orang aja. Sekarang kereta sudah jalan lagi ke Shin-Omiya. Jangan pada turun dong. Nanti saya ga ada temennya :(. Serem soalnya kalau malem-malem di Nara. Sepi banget dan gelap.<br />
Nah sudah di Shin-Omiya. Yey! Bentar lagi. 3 menit lagi sampai Nara. Kok saya nggak laper sih jadinya. Tapi tetep butuh makan ya. Hiks. Di Shin-Omiya ada toko second hand favorit saya dan supermarket murah dan banyak tersedia makanan halal.<br />
Yak! Sudah sampai Kintetsu Nara! Dengan berakhirnya perjalanan saya dari Kobe sampai Nara, maka saya akhiri juga postingan ini!<br />
NARA! Hahahaha</div>
</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-43265836627466769562016-04-13T09:01:00.003+09:002016-04-29T06:59:39.750+09:00Frequently Asked Questions: Monbukagakusho Scholarships (MEXT) Research Student Program G to G (Rekomendasi Kedubes)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Semalam saya dapat informasi kalau pemerintah Jepang membuka kembali beasiswa program Research Student untuk keberangkatan 2017 (baca <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_rs.html">di sini</a> untuk tahu seperti apa beasiswanya dan persyaratannya). Karena saya pernah mengalami (ohoks) seleksi beasiswa ini via Kedutaan Besar Jepang, (meski nggak lolos) saya ingin menulis tentang FAQ yang berhubungan dengan beasiswa ini.<br />
(Meskipun saya saat ini mendapat beasiswa MEXT juga untuk S2 di Jepang, tetapi jalur saya berbeda, saya pakai metode U to U (<i>University to University), </i>nah yang akan saya bahas di sini adalah yang program G to G (<i>Government to Government</i>).<br />
<br />
<b>NOTE:</b><br />
Saya tidak akan menulis (dan melayani) tentang pertanyaan-pertanyaan 'mainstream', seperti, "<i>Deadline</i>-nya kapan?"<br />
"Persyaratannya apa?"<br />
"Apa saja yang ditanggung beasiswa ini"<br />
"Bidang studi apa yang ditawarkan?"<br />
"Di mana saya bisa mencari universitas yang cocok untuk saya?"<br />
Hehehe maap, maap :D<br />
<b><br /></b>
<b>Q: Saya sama sekali tidak bisa bahasa Jepang, apa bisa <i>apply </i>beasiswa ini? </b><br />
<b>A: </b>Tentu saja bisa. Kalau Anda kurang pede dengan kemampuan bahasa Jepang Anda, Anda bisa kok menyasar (?) bidang studi yang diselenggarakan (?) dalam bahasa Inggris. Saat ini di Jepang banyak sekali universitas yang perkuliahannya menggunakan bahasa Inggris. Tapi tetap, saya sarankeun dengan amat sangat untuk belajar bahasa Jepang. Well, Anda akan tinggal di Jepang, maka belajarlah bahasanya juga. ;)<br />
<b><br /></b>
<b>Q: Saat ini saya juga sedang <i>apply </i>beasiswa lain, apakah saya juga diperbolehkan <i>apply </i>beasiswa ini?</b><br />
<b>A: </b>Sejauh pengalaman saya selama ini (hahahaha), tidak masalah, selama Anda juga tidak sedang <i>apply </i>untuk beasiswa MEXT via <i>U to U. </i>Tapi untuk lebih jelasnya, silakan hubungi narahubung pendaftaran beasiswa ini.<br />
<br />
<b>Q: Saya mendapat informasi kalau saya harus mencari profesor Jepang terlebih dahulu saat mendaftar beasiswa ini, apa itu benar?</b><br />
<b>A: </b>Ihyes, Meskipun ada beberapa pihak yang mengatakan tidak perlu terlalu dini, saya tetap menyarankan Anda untuk mencari profesor Jepang. Kalau pengalaman saya, saya baru mencari profesor ketika saya dinyatakan lolos seleksi dokumen. Di sinilah kemampuan kepo Anda diuji. Saya langsung mencari SENDIRI profesor Jepang yang sesuai bidang saya melalui website resmi kampus (biasanya di sana tertera nama profesor, bidang studi, dan alamat e-mail), lalu mengirim e-mail kepada Beliau. Kalau Anda tidak bisa bahasa Jepang, silakan kirim e-mail dalam bahasa Inggris. Mohon ditunggu balasan e-mail Beliau. Kalau dalam seminggu tidak dibalas ya cari profesor lain. Silakan <i>googling </i>sendiri bagaimana cara mengirim e-mail kepada profesor Jepang :).<br />
<b><br /></b>
<b>Q: Apabila saya lolos seleksi dokumen, saya harus ikut tes tulis bahasa Inggris dan bahasa Jepang, tetapi saya tidak bisa bahasa Jepang, apa saya tetap harus ikut tes bahasa Jepang?</b><br />
<b>A: </b>Tidak, tidak. Tidak perlu. Yang disarankan untuk ikut tes bahasa Jepang dan bahasa Inggris (jadi dua-duanya) adalah mereka yang bisa bahasa Jepang. Dan itu pun, dari dua tes yang diujikan --bahasa Inggris dan bahasa Jepang-- hanya akan dipilih satu yang nilainya tertinggi. Jadi misalnya, saya ikut tes bahasa Inggris dan bahasa Jepang. Tapi ternyata nilai bahasa Inggris saya lebih bagus, maka yang akan dipertimbangkan untuk seleksi adalah nilai bahasa Inggris saya. Don't worry be happy :D<br />
<b><br /></b>
<b>Q: Pada saat tes wawancara, apa saja yang perlu saya persiapkan?</b><br />
<b>A: </b>Para pewawancara akan mengetes Anda dalam bahasa Inggris atau bahasa Jepang (buat Anda yang bisa bahasa Jepang). Lalu Anda akan ditanya pertanyaan mendasar "Kenapa pingin sekolah di Jepang?" dll. Yang perlu Anda perhatikan adalah pertanyaan mengenai rencana penelitian Anda. Berdasarkan pengalaman saya, saya keok banget di pertanyaan semacam ini. Jadi, kuasailah benar-benar rencana penelitian Anda. Kalau perlu, konsultasikan kepada dosen Anda atau ahlinya (?), Buatlah rencana penelitian Anda sebaik dan semenarik mungkin. Itu juga yang menjadi dasar penilaian di dalam seleksi dokumennya.<br />
<br />
<b>Q: Kira-kira butuh waktu berapa lama hingga akhirnya saya tahu bahwa saya benar-benar diterima beasiswa ini?</b><br />
<b>A: </b>Tidak seperti beasiswa lain yang 'masa tunggu'-nya terhitung cepat, beasiswa satu ini benar-benar menguji kesabaran kita (hehe). Anda akan menerima notifikasi kalau Anda benar-benar diterima beasiswa ini di kampus pilihan Anda sekitar....bulan Januari. Lalu sambil menunggu, Anda diminta mengurus berbagai hal tetek bengek prosedur penerimaan segala macam. Jadi ya memang harus sabar :D.<br />
<br />
<b>Q: Saat ini saya juga sedang menempuh studi S2/S3 di Indonesia, apabila saya diterima beasiswa ini, apa yang perlu saya lakukan?</b><br />
<b>A: </b>Tos! Samaan kita! Hahahaha. Saya juga sedang menempuh semester kedua saya di S2 Linguistik UGM ketika saya dinyatakan diterima beasiswa. Karena UGM tidak mengizinkan saya untuk cuti lebih dari dua semester dan saya hanya diberi waktu satu semester untuk cuti, saya akhirnya mengambil cuti satu semester di semester ketiga, lalu kemudian...saya mengundurkan diri dari UGM. <i>Double degree? </i>Sepertinya kampus saya yang di Jepang juga tidak mau diduakan, Hehehe. Ada baiknya Anda berdiskusi dengan profesor Anda, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Jepang. Hehehehe.<br />
<b><br /></b>
<b>Q: Saya sudah berkeluarga. apa boleh saya membawa suami/istri saya dan/atau anak saya ke Jepang?</b><br />
<b>A: </b>Sebenarnya saya belum berkeluarga (hiks). Tapi saya akan berbagi pengalaman teman saya di sini. Beliau mengatakan kepada saya, ketika menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Jepang, Anda harus datang seorang diri. Lalu kemudian, diskusikanlah kepada dosen Anda di Jepang atau kampus Anda di Jepang mengenai rencana Anda membawa keluarga Anda di Jepang. Yang perlu diingat adalah MEXT tidak memberi dana tambahan apabila Anda membawa keluarga Anda. Fighting! :D<br />
<b><br /></b>
<b>Q: Ketika saya sudah dinyatakan benar-benar diterima, apakah dana beasiswanya langsung cair pada saat saya tiba di Jepang?</b><br />
<b>A: </b>Beasiswa akan cair di akhir bulan tahun ajaran baru (April dan Oktober). Jadi, lebih baik Anda persiapkan dana sendiri terlebih dahulu :'))))<br />
<br />
<b>Q: Apakah saya diizinkan bekerja paruh waktu di Jepang?</b><br />
<b>A: </b>Dengan status Anda di visa sebagai "student", Anda harus hati-hati. Anda harus mendapatkan izin dari imigrasi Jepang untuk bekerja paruh waktu, maksimal 28 jam per minggu. Di bagian belakang <i>Resident Card </i>(KTP Jepang) Anda harus ada cap resmi dari imigrasi yang menyatakan bahwa Anda benar-benar diizinkan bekerja paruh waktu. Cap tersebut bisa Anda dapatkan ketika tiba di imigrasi bandara Jepang atau Anda juga bisa mengurusnya di kantor imigrasi Jepang yang terdekat di kota Anda. Karena kalau tidak ada cap resmi dan/atau Anda bekerja melebih 28 jam setiap minggu, Anda bisa terancam dideportasi dari Jepang. Naudzubillah. Hati-hati pokoknya. Anda juga tidak diperbolehkan untuk bekerja di tempat-tempat hiburan semacam <i>pachinko, bar, </i>dan lain-lain. Jangan lupa juga, Anda juga diharuskan untuk berkonsultasi dengan pihak kampus dan profesor Anda. Jangan terlalu lelah bekerja hingga lupa belajar :').<br />
<b><br /></b>
Need more answers? Silakan kontak saya: alifiamd13@gmail.com (jangan lupa tulis subjek di e-mail Anda supaya nggak saya kira sebagai virus :p dan perkenalkan diri Anda terlebih dahulu, supaya nanti nggak saya kira sebagai pengagum rahasia :p)<br />
<br />
Baca cerita saya di<br />
<span style="background-color: white; font-family: "times" , "times new roman" , serif; font-size: 13px; line-height: 18.2px;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/06/monbukagakusho-research-student-program.html" style="color: #d90a17; text-decoration: none;">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya</a></span><br />
<span style="background-color: white; font-family: "trebuchet ms" , "trebuchet" , sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18.2px;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/06/monbukagakusho-research-student-program_27.html" style="color: #d90a17; text-decoration: none;">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) - Tahap Wawancara Wow</a></span></span><br />
<span style="background-color: white; font-family: "trebuchet ms" , "trebuchet" , sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18.2px;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/08/secuil-cerita-seorang-pemimpi.html" style="color: #d90a17; text-decoration: none;">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 3) - Berkas (Dokumen)</a></span></span><br />
<a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2016/01/secuil-cerita-seorang-pemimpi.html"><span style="font-size: xx-small;">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 4) - PENGUMUMAN!!!!!</span></a><br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-69000183391330318812016-04-13T07:18:00.000+09:002016-10-05T17:55:48.141+09:00Perjalanan Dimulai....<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Halo, apa kabar?<br />
Setelah menggalau selama setengah tahun dengan status sebagai <i>research student</i>, tanpa gelar, tanpa kelas yang jelas, dan menggalau sana menggalau sini, nangis sana, nangis sini, <i>gambling</i> antara harus memperpanjang cuti di UGM atau mengundurkan diri dari UGM, stres tingkat kuadrat karena ujian masuk S2 yang mahadahsyat (saya sampai nggak mau cerita di sini karena saking ewwww-nya. Hahaha), alhamdulillah, per 4 April 2016, saya resmi menyandang sebagai mahasiswa S2 di Nara Women's University Graduate School of Humanities and Sciences, prodi Culture and Humanities, lengkapnya di lab-nya Yamasaki-<i>sensei</i>. Hehehe. Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT. Tentunya jalan yang akan saya tempuh nantinya pasti akan luar biasa. Harus semangat dan kuat! Terima kasih tak terhingga untuk keluarga saya (terutama ibu, ibu, ibu, ibu, dan ibu!), teman-teman saya (terutama teman-teman di S2 Linguistik UGM 2014 yang selalu men-<i>support </i>saya, meski kita sudah tidak menimba ilmu di tempat yang sama lagi hiks), dan tak lupa juga Yamasaki-sensei yang selalu menyemangati saya.<br />
<br />
Alhamdulillah, saya dikelilingi oleh orang-orang baik di sini. Yang selalu menyebarkan energi positif, yang selalu saling mendukung.<br />
<br />
Dan tak lupa juga bagaimana kegalauan yang luar biasa ketika saya akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari UGM, akhir tahun lalu, di saat saya hampir memasuki masa-menulis-tesis. Berat sekali, tentunya. Karena saya tak lagi belajar mengenai linguistik di sini. Tetapi akhirnya kegalauan saya berakhir setelah profesor-profesor saya di UGM mengizinkan saya untuk "pergi" dari UGM yang luar biasa itu. Susah sekali lho <i>move on </i>dari UGM. Hahahaha.<br />
<br />
Akhir kata, semoga kita semua selalu diberi petunjuk oleh-Nya dalam memperjuangkan cita-cita ya. Semoga kita semua selalu berada di dalam lindungan-Nya. Amin.<br />
<br />
<br />
(semoga saya tidak hanya berbagi cerita di sini, tapi saya juga bisa *uhuk* posting *uhuk* hal-hal yang berbau penelitian saya. Halah. Semoga ya. Amin)<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://3.bp.blogspot.com/-hoAc17iNX8E/V_TABJuS58I/AAAAAAAACgw/BsMgK398ymIjKUjY2XYx8Li4qvYZufS8QCLcB/s1600/IMG_4616.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="320" src="https://3.bp.blogspot.com/-hoAc17iNX8E/V_TABJuS58I/AAAAAAAACgw/BsMgK398ymIjKUjY2XYx8Li4qvYZufS8QCLcB/s320/IMG_4616.JPG" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">"Untung kamu kubawakan setelan baju resmi ya, sungguh ibu yang cerdas!" (Ibu)</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-61152371849315864532016-02-29T06:55:00.001+09:002016-04-29T07:00:09.136+09:00Salam dari Nara<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Harusnya saya telaten meng-<i>update </i>blog ini ya. Ada banyaaaak sekali cerita yang mau saya tulis di sini. Sudah sekitar empat bulan (hampir lima bulan) saya tinggal di sebuah kota kecil cantik nan eksotis, Nara. Mungkin kalau belum pernah dengar tentang Nara, gampangnya adalah "dekat Osaka dan Kyoto". Hahahaha. Masuk daerah Kansai.<br />
<br />
Apa yang spesial dari Nara? Nara adalah saksi bagaimana peradaban Jepang (?) dimulai. Dan masih banyak lagi. Hahahaha. Nanti kalau saya ada waktu (dan <i>mood</i>) Insya Allah akan saya ceritakan di sini.<br />
<br />
Tapi, beberapa sudah saya dokumentasikan via foto di Instagram saya, <a href="https://www.instagram.com/fiamasitha/">fiamasitha</a>. Sila ditengok kalau penasaran (ngomong aja kalau kamu mau promosi Instagram. Hahahaha).<br />
<br />
Baiklah, semoga kalian sehat-sehat saja ya.<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-lPBugTWBhgE/VtNsmMf5FQI/AAAAAAAAB6U/4lti3cbTRJI/s1600/12140749_10207647169998981_5513110991219352225_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="180" src="https://1.bp.blogspot.com/-lPBugTWBhgE/VtNsmMf5FQI/AAAAAAAAB6U/4lti3cbTRJI/s320/12140749_10207647169998981_5513110991219352225_n.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Rusa Nara. Nara sangaaaaaat terkenal dengan rusanya</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-91929719655375315102016-01-23T07:39:00.005+09:002016-08-31T08:44:58.294+09:00Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 4) - PENGUMUMAN!!!!!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Hai,<br />
Maaf tertunda lama. Hahahaha.<br />
<div style="text-align: left;">
Baiklah, di bagian ini, saya mau cerita soal pengumuman lolos enggaknya beasiswa Monbukagakusho Research Student Program U to U saya. Jadi, setelah proses pengiriman berkas yang "wow" itu (baca <a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/08/secuil-cerita-seorang-pemimpi.html">di sini </a>kalau lupa), saya diminta menunggu oleh calon profesor saya hingga saat pengumuman tiba. Beliau tidak menyebutkan waktu pengumumannya secara pasti, yang jelas tunggu aja. Yo wis, saya nunggu, nunggu, dan nunggu.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Hingga suatu hari, di bulan Februari, saya dapat e-mail dari calon profesor saya kalau saya dan Mbak Dewi --senior saya di Sastra Jepang UGM yang juga mendaftar beasiswa ini-- direkomendasikan ke MEXT --semacam Kemendiknas (?) Jepang-- untuk selanjutnya pihak MEXT yang memutuskan lolos tidaknya kami berdua. Di bayangan saya adalah hanya satu dari kami yang akan direkomendasikan ke sana, tapi ternyata kami berdua! Alhamdulillah! Bukan berarti setelah itu, kami berdua berdiam diri dan santai-santai saja karena oh karena justru saat-saat seperti ini bener-bener bikin galau kuadrat karena segala kemungkinan bisa terjadi. Saya nggak bisa konsen kuliah S2, sulit fokus kerja, dan menggalau melulu isinya. Antara pasrah dan berharap. Pokoknya gitu deh. </div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Bulan Februari sudah berlalu, Maret pun datang. Maret berlalu, April pun datang. Ini kok lama banget pengumumannya? PHP tingkat dewa dan segala pikiran negatif sempat datang di dalam diri saya. Beberapa kawan dekat yang tahu saya ikut beasiswa ini tak henti-hentinya bertanya, "Kapan pengumumannya? Jadi ke Jepang nggak sih?", yang awalnya saya ladeni dengan senyuman, "Belum nih. Doain ya", hingga saya akhirnya merengut, melotot, dan pasang tampang muka ingin nangis kalau ada yang bertanya pertanyaan super sensitif itu. Kesel.</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
April pun berlalu. Bener, bener deh. Saya mulai su'udzon (astaghfirullah) dan pasrah, ya udah lah ya, toh saya bisa menyelesaikan master saya di UGM yang cuma tinggal tesis aja dan kemudian cari-cari kesempatan ke Jepang lagi. Begitu pikir saya. </div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Mei datang. Saya sudah nggak ambil pusing. Sebodo amat lah. Tanggal 21 Mei 2015, saya kuliah seperti biasa, terus sorenya, ada <i>farewell </i>Adit Jang Jiwon alias Afgan KW Super di INCULS. Saya pulang ke rumah sore harinya karena nggak enak badan. Sampai di rumah juga cuman guling-guling, nonton TV, dsb. Lalu, tanpa diduga-duga, sekitar pukul 5 sore, hape saya ada notifikasi imel masuk. Dari calon profesor saya. Dengan subjek 「国費留学生の件について」alias "Mengenai Beasiswa Pemerintah Jepang". Dan isinya sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-Ei7aBLWFJ0w/VqKtvPbpXNI/AAAAAAAAB54/beuUGuKt6U0/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="121" src="https://3.bp.blogspot.com/-Ei7aBLWFJ0w/VqKtvPbpXNI/AAAAAAAAB54/beuUGuKt6U0/s320/Untitled.png" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Klik untuk memperbesar. Kalau nggak bisa ya...udah :p</td></tr>
</tbody></table>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
Intinya adalah..... SAYA KETRIMA BEASISWA!!!!!!!!!!!!!! Alhamdulillaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!!! Saya sama ibu saya sampai pelukan lamaaaa, nangis-nangisan.... Allahuakbar!!!!!!!!!!!<br />
<br />
Sambil gemeteran, saya balas imel profesor saya secepat kilat, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan lain sebagainya. Allahuakbar! Allahuakbar!<br />
<br />
Yang lebih dahsyat lagi, Mbak Dewi akhirnya SMS saya juga yang menyatakan kalau dia juga diterima!!!!!!! Huwaaaaaaa!!!!!<br />
<br />
Allahuakbar, ini keajaiban sekali!<br />
<br />
Meski sebenarnya itu pengumumannya belum resmi. Profesor saya cuma ngasih bocoran. Pengumuman resminya adalah awal bulan Juni yang diumumkan oleh International Office kampus sana sekaligus mereka juga meng-attach beberapa prosedur yang harus saya lakukan sebelum saya datang ke Jepang.<br />
<br />
Aaaaaak!!!!!<br />
<br />
Baca sebelumnya:<br />
1.<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"> <span style="background-color: white;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/06/monbukagakusho-research-student-program.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya</a></span></span><br />
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><span style="background-color: white;">2. </span></span><span style="background-color: white;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/06/monbukagakusho-research-student-program_27.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) - Tahap Wawancara Wow</a></span></span><br />
<span style="background-color: white;">3. </span><span style="background-color: white;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/08/secuil-cerita-seorang-pemimpi.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 3) - Berkas (Dokumen)</a></span></span><br />
<span style="background-color: white;"><br /></span>
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-68132779598531921452015-08-28T23:14:00.000+09:002016-04-29T07:01:25.663+09:00Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 3) - Berkas (Dokumen)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Eh halo, apa kabar? Maaf akhir-akhir ini saya sedang sibuk. Biasa, sibuk
nyampah di rumah, makan, jalan-jalan. Hahahaha. Maklum pengangguran. Hahahaha.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Baiklah, saya jadi merasa bersalah karena ternyata saya masih punya ‘hutang’
banyak dengan blog ini. Maaf, maaf, saya nggak bermaksud PHP. </span><span lang="EN-US" style="font-family: "wingdings"; font-size: 12.0pt;">L</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "wingdings"; font-size: 12.0pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Langsung saja ya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Setelah tahapan wawancara yang super wow itu, seperti yang sudah saya
ceritakan sebelumnya, saya diminta oleh universitas untuk mengirim berkas, <b>sehari setelah proses wawancara</b>, yakni
hari Rabu tanggal 21 Januari 2015. Oh wow! Sehari! Berkasnya lumayan agak <s>nggak</s>
banyak sebenarnya. Tapi ya tapi, saya pikir waktu itu ya udah sih ya, katanya
mau dapat beasiswa, <i>wis lah manut wae</i>.
Ngikut aja. Bismillah. Sip. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Sejauh yang saya ingat, pada saat itu, saya diminta untuk mengirimkan:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">1. Formulir pendaftaran yang sudah diberi pas foto 3,5x4,5<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">2. <i>Kenkyuu Keikaku </i>alias
rencana penelitian<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">3. Rekomendasi Dekan (nah ini yang agak bikin panik sebenarnya. Sampai
hari terakhir wawancara, rekomendasi dekan punya saya belum jadi karena ya saya
baru menulis surat permohonan permintaan rekomendasinya…Senin pagi (lha wong
saya juga baru tau ternyata butuh rekomendasi dekan, soalnya di
pemberitahuannya hanya butuh rekomendasi kaprodi). Aslinya, Senin sore, surat rekomendasinya
sudah jadi, tapi ternyata, pihak NWU –universitasnya—mengirim imel pada saya
mengenai format surat rekomendasi yang benar pada <b>Senin petang </b>–beberapa jam setelah saya dapat kabar dari sekretaris
Pak Dekan kalau suratnya sudah jadi--!! Amsyong, betapa nggak enaknya saya sama
Mas Sekretaris! Untungnya Mas Sekretaris orangnya baik, jadi masih bisa
disusulin :’). <b>Tapi masalahnya, </b>Pak
Dekan pada hari Selasa ada acara zibuk zeharian full dan saya bisa melihat raut
kepanikan para interviewer saya ketika wawancara hari terakhir dan saya masih
belum dapat surat rekomendasi. Sabar, <i>Sensei</i>.
Insya Allah bisa, kok! Bisa! Dan Alhamdulillah akhirnya saya bisa mendapat
surat rekomendasi itu di hari Rabu pagi, beberapa menit sebelum saya kirim semua
berkasnya ke Jepang. Hahaha)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">4. Rekomendasi Kaprodi. Karena saya sedang melanjutkan studi di S2, saya
meminta surat rekomendasinya pada Pak Profesor Kaprodi saya. Alhamdulillah yang
ini mah nggak ada masalah. Makasih, Prof Putu :D<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">5. Fotokopi paspor. (Belakangan saya diminta mengirim kembali <i>scan</i> paspor saya yang baru via imel
karena yang saya kirim adalah fotokopi paspor lama saya yang akan <i>expire </i>Februari 2016)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">6. Fotokopi Kartu Keluarga. Karena semua dokumen yang dikirim harus
berbahasa Inggris atau Jepang dan/atau dilampiri dengan terjemahan Inggris
dan/atau Jepang, saya menggunakan jasa penerjemahan tersumpah di Jurusan Sastra
Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Fotokopi KK yang bahasa Indonesia juga saya
lampirkan di berkas yang saya kirim ke Jepang. Saran saya untuk teman-teman
yang ingin menerjemahkan dokumen resmi macam KK dan yang lainnya, <b>gunakan jasa penerjemahan tersumpah </b>karena
nanti akan dapat cap resmi<b>.</b> Cari
yang benar-benar terpercaya dan tentunya dengan harga yang masuk akal. Hindari gagasan
kreatif diterjemahin sendiri, apalagi pakai Google Translate -_-.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">7. Fotokopi KTP. Saya juga pakai metode yang sama dengan KK di atas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">8. Fotokopi Ijazah S1. Yang ini saya nggak perlu repot-repot ke jasa
penerjemahan karena fakultas saya juga mengeluarkan ijazah versi bahasa
Inggris. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">9. Fotokopi Transkrip Nilai S1. Sama seperti ijazah, fakultas saya juga
sudah mengeluarkan ijazah resmi dalam bahasa Inggris, tinggal difotokopi dan <s>dilegalisir
</s>dilegalisasi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">10. Abstraksi Skripsi S1. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">11. Fotokopi Sertifikat dan Nilai JLPT. Saya pakai JLPT, bukan TOEFL
untuk mendaftar, saya pakai JLPT level N2. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">12. Surat Perjanjian.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Seingat saya ‘hanya’ segitu. Tapi persiapannya membuat saya harus <i>stay </i>di kantor ibu saya pada hari Selasa
itu, sampai jam setengah sembilan malam! Karena pihak universitas tidak hanya
meminta versi <i>hardfile</i>, mereka juga
meminta versi <i>soft file </i>alias versi <i>scan-scan</i>-annya yang harus saya kirim
malam itu juga! Kenapa harus malam itu juga? Sebenernya saya bisa mengirimnya
esok paginya –hari Rabu--, yang penting sebelum saya kirim via pos, saya sudah
ngirim <i>file </i>ke imel mereka. Tapi saya
nggak mau dengan alasan ‘saya nggak tau apa yang terjadi besok’. Hasek. Malam
itu juga, saya mengirim semua <i>file </i>yang
diminta, kecuali surat rekomendasi dekan (karena belum jadi -_-). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Oh iya, untuk berkas yang jadi persyaratan beasiswa RS U to U, <b>setiap universitas bisa berbeda-beda ya. </b>Tapi
silakan saja menjadikan daftar dokumen di atas sebagai acuan. Bisa jadi
universitas yang dituju temen-temen bisa meminta dokumen lain atau malah dari
daftar di atas tidak semua dokumen diminta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Nah, esoknya, setelah semua berkas terkumpul dan saya fotokopi rangkap
tiga semua dokumen itu (mereka nggak meminta rangkap tiga sih, saya hanya
jaga-jaga saja. Hahaha), kemudian saya kirim via EMS Pos Indonesia (dari awal
mereka sudah meminta saya untuk mengirim via EMS, tidak dengan jasa pengiriman
barang lain). Mahal ya ongkos kirimnya, hampir 200 ribu rupiah! Lalu kemudian
saya balik ke kampus lagi, <i>scan </i>bukti
pengiriman saya dan mengirim imel ke pihak kampus. Nah, dokumen saya kan sudah
harus sampai Jepang tanggal 26 Januari dan pihak Pos Indonesia nggak bisa
janji-janji bisa datang tepat waktu. Doh, Dek! Tapi Alhamdulillah ternyata bisa
sampai Jepang tanggal 26 Januari pagi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Selesai!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Yakin selesai???<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Itu yang malem-malem profesornya kirim imel itu dan bikin nggak bisa
tidur semaleman, nggak diceritain juga?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Hahahaha.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Ha-ha-ha<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">-_-“<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Yang ini jangan dicontoh, Sodara Pendengar! Saya tekankan di postingan
ini ya, pokoknya (nah ya kalau sudah pakai kata <b>pokoknya…</b>), ketika mengirim berkas dokumen beasiswa apapun, <b>mohon dicek dan ricek </b>kelengkapannya,
sudah sesuai dengan ketentuan belum, dan sebagainya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Karena…..calon profesor saya malem-malem kirim imel ke saya kalau berkas
saya ada yang <b>salah </b>dan <b>kurang</b>!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Jedeeeerrrrrr…. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Demi Super Junior nari gojigo goyang 25!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Itu adalah malapetaka dari sumber malapetaka bagi para pelamar beasiswa:
<b>dokumen salah dan kurang</b>! Masih
untung calon profesor saya mau kasih tahu dan memberi kesempatan buat saya
untuk revisi. Kalau enggak? Langsung dicoret ret nama saya dan langsung nggak
lolos beasiswa. Puji syukur, Allah masih baik sama saya :’).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Saya langsung saat itu juga (untung lihat imel, untuuuung) revisi
dokumen-dokumen yang diminta. Tambal sana-sini, kurangi sana-sini, perbaiki
sana-sini. Setelah saya pastikeun baheuwa dokumen yang saya revisi sudah
dipastikan oke sama profesor saya, langsung pagi harinya (enggak tidur, mas
beroh!) saya lari ke kantor pos, kirim dokumen lagi!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Duit lagi! -_-<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;">Hedeh, parah gilak! Jangan ditiru ya, temen-temen!<o:p></o:p></span></div>
<br />
Baca sebelumnya:<br />
1. <a href="http://fiamasitha.blogspot.com/2015/06/monbukagakusho-research-student-program.html" style="background-color: white; color: #ff1523; line-height: 18.2px;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya</span></a><br />
<span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;">2. <span style="background-color: white; line-height: 18.2px;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.com/2015/06/monbukagakusho-research-student-program_27.html" style="color: #d90a17; text-decoration: none;">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) - Tahap Wawancara Wow</a> </span></span><br />
<br />
Selanjutnya<br />
<span style="background-color: white;"><span style="font-family: "times" , "times new roman" , serif;"><a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2016/01/secuil-cerita-seorang-pemimpi.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 4) - PENGUMUMAN!!!!!</a></span></span><br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-37033225113114873492015-08-26T16:19:00.000+09:002016-04-29T07:01:47.808+09:00Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) - Tahap Wawancara Wow<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Baca sebelumnya di <a href="http://fiamasitha.blogspot.com/2015/06/monbukagakusho-research-student-program.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya</a><br />
<br />
Ini ceritanya meneruskan postingan yang lalu (baca tautan di atas) tentang tahapan-tahapan unik saya dalam mengikuti beasiswa Monkasho RS <i>U to U</i>.<br />
<br />
Nah, tahapan selanjutnya yang harus saya ikuti adalah tahap wawancara. Seperti yang sudah saya tulis di postingan sebelumnya bahwa Bu M, dosen Nara Women's University (NWU) mengirim imel kepada saya bahwa Beliau dan kolega-koleganya 'penasaran' pada saya (baca: wawancara), sehingga ingin mengontak saya via Skype.<br />
<br />
Jadi, teman-teman sekalian, proses ini terbilang sangat amat cepat sekali. Jarak antara saya menghubungi Kaprodi Sastra Jepang UGM via mesej <i>Facebook</i>, kemudian saya diimel oleh dosen NWU, hingga saya masuk ke tahap wawancara, hanya sekitar tiga hari! Atau mungkin bisa kurang. Pokoknya ini serba mefet dan sampai-sampai saya nggak sadar apa yang telah terjadi. Hahaha.<br />
<br />
Setelah berlangsung imel-imelan yang seru itu, Bu M kemudian menetapkan tanggal wawancara pertama kami, yakni tanggal 18 Januari 2015.<br />
<br />
Pertama? Ya, pertama.<br />
<br />
Apa saya sudah bilang kalau tahap wawancara yang harus saya ikuti berjumlah TIGA kali?<br />
<br />
Oh, belum ya? Maap, maap.<br />
<br />
Bisa jadi mungkin saking penasarannya dengan kami (kata ganti berubah dari 'saya' menjadi 'kami' bukan karena tidak konsisten, baca postingan sebelumnya ya), Bu M dan kolega-koleganya meminta waktu selama tiga hari berturut-turut untuk wawancara via Skype. Hahaha. Mantaf!!!<br />
<br />
(Jadi itulah mengapa judul postingannya adalah 'Tahap Wawancara Wow').<br />
<br />
Hahaha.<br />
<br />
Oke, Lanjut.<br />
<br />
Nah, karena ada tiga hari, saya bagi waktunya berdasarkan tanggal saja ya.<br />
<br />
<b>Minggu, 18 Januari 2015</b><br />
Teman-teman mungkin heran, hari Minggu ada wawancara beasiswa. Via Skype pula. Yah itulah Jepang, Kawans :'). Hari Minggu saya memilih kampus sebagai tempat wawancara saya. Bukan apa-apa, karena saya percaya dengan koneksi internet kampus yang yahud dan nggak putus-putus. Nggak lucu dongs kalau di tengah wawancara tiba-tiba internet mati dan buyar semua.<br />
<br />
Nah, uniknya, beberapa jam sebelum wawancara, Bu M mengubah cara berkomunikasi kami yang awalnya menggunakan bahasa Inggris menjadi.... bahasa Jepang. Alasannya karena wawancara akan dilakukan dengan bahasa Jepang. Hehehe. Dan sebelumnya pula, Bapak Kaprodi nyempetin waktu buat telepon saya untuk menyemangati saya dan memastikan kondisi saya baik-baik saja :').<br />
<br />
Singkat cerita, sampailah saya di kampus. Saya memilih bersembunyi di ruangan ibu saya <strike>karena kecepatan internet kampus paling mantap di situ</strike> supaya terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk suara-suara yang tidak diinginkan. Sekitar pukul 11.00, wawancara pun dimulai. Ada tiga pewawancara, perempuan semua, salah satunya adalah Bu M.<br />
<br />
Pertanyaan pertama mereka adalah mengenai calon penelitian saya.<br />
<br />
Ketika saya hendak menjawab, internet tiba-tiba putus. Hiaaaaaaaaaaaaa......... Panik kan.... Tapi untungnya alhamdulillah dapat tersambung kembali. Hedeh.<br />
<br />
Intinya di wawancara tersebut, saya banyak ditanyai mengenai calon penelitian saya. Kenapa saya memilih topik tersebut. Tentang teori. Tentang metode. Intinya ya tentang proposal penelitian saya. Wawancara hanya sekitar 20 menit. Kemudian, di akhir wawancara, mereka meminta saya untuk bertanya pada mereka mengenai hal-hal yang saya nggak ngerti tentang tahapan seleksi ini.<br />
<br />
Wah, kesempatan, pikir saya.<br />
<br />
Saya banyak bertanya tentang teknis-teknis seleksi beasiswa, apa yang harus saya lakukan, dan sebagainya. Karena saya benar-benar buta dengan hal-hal tersebut. Para pewawancara kemudian menjelaskan dengan sangat baik dan ramah.<br />
<br />
Lalu kemudian, sekali lagi, Bu M mengingatkan saya bahwa seleksi ini akan berjalan sangat <i>hectic.</i><br />
<i><br /></i>
Setelah wawancara berakhir, saya kembali dikirimi imel oleh Bu M. Bu M menulis bahwa pihak NWU telah menetapkan calon dosen pembimbing untuk kami. Kakak kelas saya<br />
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
mendapat Bu M, saya mendapat Bu Y.<br />
<br />
-----<br />
<b>Intermezzo:</b><br />
Sebelum wawancara dimulai pada tanggal 18 Januari 2015, sebenarnya saya sudah memilih salah satu profesor NWU yang sekiranya sesuai dengan bidang saya. Berdasarkan pengalaman ketika wawancara RS <i>G to G </i>2014, ketika wawancara, saya ditanyai mengenai calon profesor dan saya melihat bahwa para pewawancara itu <b>mencatat</b> nama-nama profesor dan universitas yang saya sebutkan. Jadi, untuk jaga-jaga, saya juga mencari sendiri calon profesor saya di NWU, dan meskipun saya belum menghubungi Beliau, setidaknya ketika diwawancarai, saya sudah punya jawaban mengenai nama calon profesor.<br />
<i>-----</i><br />
<i><br /></i>
Ternyata tidak sesuai dengan dugaan saya karena pihak NWU telah memberikan nama calon profesor saya. Ya sudah, <i>malahane</i>, pikir saya. Kemudian, malam harinya, saya dihubungi oleh Bu Y, kami imel-imelan seperti <i>chatting-</i>an: begitu Bu Y mengirim imel pada saya, saya langsung balas, begitu seterusnya. Kami ber-imel ria hingga pukul 12 malam waktu Jogja alias pukul 2 malam waktu Jepang! Setelah sekiranya imel Beliau tidak membutuhkan balasan dari saya, saya akhirnya tidur (ngantuk, Bro!)<br />
<br />
<b>Senin, 19 Januari 2015</b><br />
Wawancara kedua ini berlangsung pada pukul 11.30. Lagi-lagi saya memilih kampus sebagai tempat wawancara. Kali ini, tema wawancaranya adalah mengenai tema skripsi saya. Saya banyak ditanyai tentang isi skripsi saya, alasan memilih objek penelitian, dan sebagainya. Untung saja tema skripsi saya berhubungan dengan tema calon penelitian saya, sehingga ketika ditanya sudah terbiasa menganalisis objek kajian saya (film), saya menjawab sudah.<br />
<br />
Tak lupa para pewawancara mengingatkan mengenai berkas alias dokumen yang harus saya kumpulkan. Mereka mengingatkan bahwa saya membutuhkan rekomendasi dekan dan kaprodi S2 saya (oh iya, pada saat itu saya sedang mengambil program S2 Ilmu Linguistik UGM). Dan seluruh persyaratan dokumen yang dibutuhkan harus sudah dikirim ke Jepang via pos pada hari Rabu --sehari setelah tes wawancara--!!! </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Jadi inilah yang dimaksud dengan hectic oleh Bu M. Hmmm... Okeh, semangat Fia!!</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Selasa, 20 Januari 2015</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Wawancara terakhir. Akhirnya. Lagi-lagi saya memilih kampus sebagai tempat wawancara. Ehehehe. Kali ini wawancaranya lebih santai karena para pewawancara sebenarnya ingin kenal lebih jauh lagi dengan saya. Pertanyaannya lebih ringan dan personal. Misalnya, </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"Nggak papa nih jauh dari keluarga?"</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"Apa yang kamu ketahui tentang Nara?" ("Kota dengan banyaaaaaaak peninggalan sejarah") </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"Kamu suka budaya Jepang juga?" </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"Kamu kan muslim, makanannya di sana nanti gimana?"</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"Eh rumahmu kan jauh tuh dari UGM, berapa lama jarak rumah ke kampus?" </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ada kalanya bahkan diselingi ketawa-ketawa. Tapi menurut saya, pertanyaan paling unik di tahap wawancara ini adalah</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
"NWU itu kampus khusus cewek lho, kamu NGGAK PAPA, kan?"<br />
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Zzzz.... Hahahaha.... </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Jadi intinya, ketika teman-teman nanti berhadapan dengan pewawancara beasiswa via video call, perhatikan hal-hal berikut ini: </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
1. Koneksi internet dan tempat wawancara. Serius. Saya sempat kebingungan akan wawancara di mana. Di rumah jelas nggak bisa diharapin. Saya sempat pengen wawancara di warnet, tapi errrrr.... Nggak bebas bicara. Akhirnya saya putuskan di kampus dengan pertimbangan kecepatan internet dan (biasanya sih) kalau hari Minggu, kampus sepi. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
2. Apabila peserta wawancara tidak hanya teman-teman, tapi ada orang lain yang masih satu lingkungan dengan teman-teman, saya sarankeun untuk wawancara secara terpisah. Beda tempat. Kenapa? Ternyata itu mempengaruhi psikis kita dalam menjawab pertanyaan. Percayalah. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
3. Jawab pertanyaan dengan lugas, yakin, pede, tapi tetap rendah hati. Keuntungan wawancara via Skype yang saya lakukan tersebut adalah saya dan pewawancara memiliki jarak. Berbeda ketika saya wawancara RS G to G tahun lalu yang mengharuskan saya bertatapan langsung dengan empat pewawancara. Ada atau tidak adanya jarak ternyata mempengaruhi mental saya juga dan kemampuan menjawab pertanyaan (mungkin terdengar sedikit aneh, tapi itu benar)</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
4. Ketika pewawancara mengajukan pertanyaan, "Ada yang mau ditanyakan?". Tanya saja. Sekritis mungkin mengenai beasiswa yang sedang kita apply. Mumpung kita berhadapan dengan penyelenggara beasiswa. Jelas, sebagai seorang peserta kita memiliki hak untuk bertanya. Bertanyalah dengan bahasa yang sopan dan tentu saja hindari pertanyaan mengenai hal-hal yang sudah jelas. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
5. Selalu tersenyum. Usahakan tidak terlalu grogi. </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
6. Pakailah baju yang sopan dan rapi. Siapa tahu pewawancaranya naksir bros yang temen-temen pakai *uhuk* pengalaman *uhuk*</div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
7. Kuasai tema skripsi teman-teman dan proposal penelitian teman-teman. Dari pengalaman wawancara RS G to G (ya, saya banyaaaaak belajar dari wawancara itu), yang terpenting bukan kemampuan berbahasa asing teman-teman --entah itu bahasa Inggris atau bahasa Jepang--, tetapi penguasaan materi proposal penelitian teman-teman, keurgensian proposal penelitian teman-teman sehingga harus dilakukan di Jepang, misalnya. Dengan demikian, apabila teman-teman mendapatkan pertanyaan yang sedikit 'menjatuhkan', teman-teman bisa mempertahankan tema teman-teman dengan jawaban diplomatis nan akademis (?). </div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Next: <a href="http://fiamasitha.blogspot.jp/2015/08/secuil-cerita-seorang-pemimpi.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 3) - Berkas (Dokumen)</a></div>
<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<i><br /></i>
ja ne...</div>
</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-52488223127315165032015-06-27T00:41:00.001+09:002015-08-28T22:02:11.189+09:00Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 1) - Awal dari Semuanya<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Sebelum mulai menulis postingan ini, saya jadi teringat dengan sebuah pepatah Jepang:<br />
<div>
<br /></div>
<div>
<i>Nana korobi ya oki</i></div>
<div>
Tujuh kali jatuh, delapan kali berdiri</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Apa hubungannya?</div>
<div>
Mendapatkan beasiswa ternyata tidak semudah yang dipikirkan orang, apalagi beasiswa ke luar negeri. Kata 'gagal' atau 'nggak lolos' bagi pemburu beasiswa luar negeri macam saya ini, sudah jadi makanan sehari-hari. Setelah itu, tergantung pribadi masing-masing: mau menyerah atau tetap lanjut berjuang.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Hahaha. Silakan tanya kegagalan saya soal mendapatkan beasiswa luar negeri. Dari yang di-PHP banget-banget (ini beneran deh, ada juga beasiswa luar negeri yang nggak memberi tahu pelamarnya kalau mereka nggak diterima. ADA. Ada juga beasiswa luar negeri yang menulis kriteria <i>field of study</i>-nya bebas, tapi ternyata yang diterima hanya dari jurusan tertentu: ADA juga T_T) sampai ada yang secara langsung memberikan notifikasi melalui surel kalau saya nggak diterima. <i>Down</i>? Wajar. Nangis-nangis bombay? Pernah. Perasaan ingin nyerah? Hahahaha. Jelas. Pernah</div>
<div>
<br /></div>
<div>
*malah jadi tsurhat*</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Salah satu beasiswa luar negeri yang saya kejar-kejar dari S1 dulu adalah beasiswa pemerintah Jepang (<i>Monbukagakusho </i>a.k.a <i>Monkasho </i>a.k.a <i>Monbusho </i>a.k.a MEXT, selanjutnya saya sebut sebagai <i>Monkasho</i>)<i>. </i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div>
Eh, bentar. Tapi apa itu beasiswa <i>Monkasho</i>?</div>
<div>
Beasiswa <i>Monkasho </i>adalah beasiswa pemerintah Jepang yang cukup dikenal oleh orang Indonesia. Beasiswa ini berasal dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi Jepang. Beasiswa ini sangaaaaaaaaaaaaaaaaaat banyak peminatnya karena sudah meliputi biaya studi dan biaya hidup <b>tanpa ikatan apapun. </b>Catet. <b>Tanpa ikatan apapun. </b>Jenis beasiswanya pun beragam. Di antaranya adalah:</div>
<div>
<br /></div>
<div>
1. <i>Japanese Studies. </i>Beasiswa ini yang pernah saya kejar ketika S1 karena beasiswa ini dikhususkan bagi para mahasiswa Sastra Jepang. Masa studinya adalah satu tahun (info lengkap klik <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_js.html">di sini</a>)<br />
2. <i>Teacher Training </i>(Program Penataran Guru). Sesuai namanya, program ini ditujukan untuk guru-guru SD, SMP, SMA (yang sederajat), dan SLB. Semua guru mata pelajaran boleh mengikuti ini (<b>kecuali </b>guru mata pelajaran PKN, Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Bahasa Arab, Pendidikan Agama, dan Perhotelan). Lamanya masa studi 1 tahun 6 bulan (info lengkap klik <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_tt.html">di sini</a>)<br />
3. <i>Professional Training College </i>(D-2). Untuk lulusan SMA/ sederajat. Masa studi 3 tahun (plus belajar bahasa Jepang). Info lengkap klik <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_slta.html">di sini</a>.<br />
4. <i>College of Technology </i>(D-3). Untuk lulusan SMA/ sederajat. Masa studi 4 tahun (plus belajar bahasa Jepang). Info lengkap klik <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_slta.html">di sini</a>.<br />
5. <i>Undergraduate </i>(S-1). Untuk lulusan SMA/ sederajat. Masa studi 5 tahun (plus belajar bahasa Jepang). Info lengkap klik <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_slta.html">di sini</a>.<br />
6. <i>Research Student </i>(S-2, S-3 info klik <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_rs.html">di sini</a> dan <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_rsu.html">di sini</a>). Beasiswa jenis ini yang akan dibahas di postingan kali ini (<b>jadi bagi teman-teman yang ingin memperoleh informasi selain program <i>Research Student</i>, silakan buka <i>link </i>yang sudah tersedia</b>).<br />
<br />
Nah, seperti yang sudah saya tulis di atas, postingan kali ini saya akan membahas mengenai Program <i>Research Student. </i>Program <i>Research Student </i>(selanjutnya saya singkat sebagai RS) adalah program berbasis riset (<i>non-degree</i>) di perguruan tinggi Jepang. Asyiknya, ketika status pelamar adalah RS, mereka diperbolehkan melamar ke <i>degree program </i>(S-2, S-3, atau <i>professional graduate course</i>) atau meneruskan program S-3 setelah menyelesaikan S-2 apabila berhasil lulus ujian yang diberikan oleh universitas yang bersangkutan. Makin asyik lagi, mereka dapat langsung masuk ke program <i>degree </i>tanpa harus mengikuti tahapan RS apabila telah mendapatkan izin dari universitas.<br />
<br />
Perlu diketahui, teman-teman, program RS ini ada dua macam. Pertama adalah <i>G to G </i>(<i>Government to Government, </i>seleksinya melalui Kedutaan Besar Jepang) dan <i>U to U </i>(<i>University to University,</i>apabila kampus temen-temen mempunyai kerja sama dengan kampus di Jepang, bisa melamar melalui program ini. <b>Silakan kontak dengan kampus almamater temen-temen untuk info kampus Jepang yang memiliki MoU dengan kampus temen-temen</b>).<br />
<br />
Tahun 2014 lalu, saya pernah mencoba untuk mengikuti seleksi beasiswa ini melalui rekomendasi Kedubes. Sedikit cerita saja ya. Saya berhasil lolos seleksi dokumen (ada sekitar 80-an pelamar yang lolos seleksi ini pada saat itu) dan diperbolehkan untuk mengikuti dua macam tes. Tes pertama adalah tes bahasa Inggris dan bahasa Jepang (temen-temen yang tidak bisa berbahasa Jepang, jangan sedih karena temen-temen tidak harus mengerjakan tes bahasa Jepang, tes bahasa Jepang hanya bersifat opsional. Akan tetapi, apabila temen-temen bisa berbahasa Jepang, saya sarankeun untuk ikut keduanya karena nantinya nilai yang diambil adalah nilai yang terbaik dari kedua tes tersebut). Tes kedua adalah wawancara di Kedubes Jepang. Nah, sayangnya saya tidak lolos untuk tahapan selanjutnya. Hahaha. Jadi, maaf tidak bisa menjelaskan lebih detil.<br />
<br />
Oke, lanjut.<br />
<br />
Kemudian, pada akhir Desember 2014, staf administrasi Prodi Sastra Jepang UGM --almamater saya-- mengumumkan di <i>Facebook </i>bahwa ada tawaran beasiswa RS <i>U to U </i>di Nara Women's University (NWU) untuk satu orang. Akhirnya saya meminta informasi lebih lanjut dan mendapati bahwa prosedur yang harus saya ikuti sedikit berbeza dengan prosedur beasiswa RS <i>U to U </i>yang saya ketahui via situs <a href="http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_rsu.html">Kedubes Jepang</a>. Jadi, sampai di sini, teman-teman, mohon perhatikan bahwa untuk prosedur RS <i>U to U, </i>kebijakannya ada pada universitas masing-masing. Nggak heran kalau saya juga dibuat kaget dan bingung bukan kepalang *lebay sih ini haahaha* dengan prosedur-prosedur ini. <i>Anti-mainstream</i>, kata saya. Hahaha.<br />
<br />
Termasuk dengan formulir yang apalah-apalah itu saya enggak ngerti. Hahaha.<br />
<br />
Tapi ya udah lah ya, <i>no pain no gain</i>.<br />
<br />
Jadi, tahap pertama untuk seleksi RS <i>U to U </i>dengan NWU yang saya alami (?) ini adalah saya harus setor nama dulu ke kantor prodi. Kemudian prodi mengirimkan nama calon pelamar ke NWU. Ternyata NWU membutuhkan CV saya. Oke, saya setor CV berbahasa Jepang saya (sebenernya ini juga bisa pakai CV bahasa Inggris, tapi entah kenapa saya lebih mantep pakai CV berbahasa Jepang). Itupun CV-nya masih pakai acara salah tahun lahir (karena pakai sistem pertanggallahiran (?) Jepang) sampai harus kirim berkali-kali ke staf admin prodi. Dari sini saja sudah ketahuan absurdnya saya. Hahaha.<br />
<br />
Kemudian, tak kalah uniknya, malam hari saya di-<i>chat </i>via FB oleh staf admin prodi bahwa kaprodi Sastra Jepang membutuhkan beberapa info mengenai saya perihal keikutsertaan saya dalam beasiswa ini. Di <i>chat </i>tersebut, disebutkan juga kalau kaprodi meminta saya untuk menghubungi Beliau via FB. Iya sih ya, karena sudah mefet juga waktunya, komunikasi dengan media apapun nggak masalah, yang penting... berkomunikasi. Walhasil, kemudian saya mengirim pesan via <i>inbox </i>FB kepada kaprodi. Dan kaprodi memberikan saya pertanyaan yang harus saya jawab dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sebelum pukul 9 malam. Pertanyaannya berkisar tentang tema calon penelitian dan sebagainya karena rupanya jawaban saya tersebut akan dikirim langsung oleh Beliau kepada pihak NWU malam itu juga! Tak lupa saya juga menyertakan alamat imel saya yang bisa dihubungi.<br />
<br />
Kemudian, keesokan harinya, saya diimel oleh pihak NWU, yang ternyata adalah dosen yang menjembatani UGM dan NWU, sebut saja Bu M. Bu M mengirim imel kepada saya (pakai bahasa Inggris. Bahasa Inggris Beliau bagus sekali!), isinya memperkenalkan diri dan lain sebagainya. Tak lupa Beliau juga sedikit mengingatkan saya bahwa saya harus kuat menghadapi seleksi ini yang nantinya bakal <i>hectic, </i>katanya (yang akhirnya beberapa hari kemudian saya baru tahu maksudnya Beliau mengatakan <i>hectic. </i>Okeh. <i>Challenge accepted, Sensei!)</i>. Setelah kami beberapa kali imel-imelan (yang selalu saya balas pakai bahasa Inggris. Duh), Bu M kemudian sampai ke titik terpenting dari seleksi ini:<br />
<br />
Wawancara.<br />
<br />
Via Skype,<br />
<br />
Di dalam imel tersebut Bu M menawarkan kepada saya apakah saya ingin diwawancarai seorang diri atau sekalian bersama dengan peserta lain (fyi, yang akan diwawancara ada dua orang, saya dan kakak kelas saya). Setelah berdiskusi ini itu dan mempertimbangkan psikologi (serius ini), kami berdua memutuskan untuk diwawancarai secara terpisah.<br />
<br />
Nah, mengenai wawancara, akan saya ceritakan di postingan selanjutnya:<br />
<br />
<b><a href="http://fiamasitha.blogspot.com/2015/06/monbukagakusho-research-student-program_27.html">Secuil Cerita Seorang Pemimpi: Monbukagakusho Research Student Program U to U 2015 (Part 2) - Tahap Wawancara Wow</a> </b><br />
<br />
O iya, sebelum saya mengakhiri postingan kali ini, saya ingin memberikan tips untuk temen-temen yang sekiranya tertarik untuk mengikuti beasiswa RS <i>U to U</i>:<br />
1. <b>Cari informasi</b> kampus Jepang yang memiliki perjanjian MoU dengan almamater teman-teman.<br />
2. <b>Kontak dengan profesor.</b> Banyak di antara kampus Jepang yang menyediakan kontak imel profesor melalui situs resmi kampus mereka. Ketika sudah diputuskan kampus yang akan dituju, silakan menghubungi profesor yang sesuai dengan bidang studi teman-teman. Sampaikan identitas teman-teman, penelitian sebelumnya, hal yang ingin diteliti, izin masuk ke laboratorium (di Jepang, satu profesor biasanya mengepalai satu laboratorium), dan lampirkan pula abstrak penelitian terdahulu dan proposal penelitian. Setelah komunikasi terjalin, teman-teman bisa menanyakan kemungkinan teman-teman mendapatkan beasiswa di sana. <b>Jangan langsung </b><i style="font-weight: bold;">to the point. </i>Akan tetapi perlihatkan bahwa teman-teman memiliki motivasi yang besar dan kemauan yang kuat untuk dibimbing oleh profesor tersebut.<br />
Selain itu, perhatikan tata bahasa dan pemilihan kata ketika mengontak profesor Jepang (silakan <i>googling </i>contoh imel untuk profesor Jepang). Saya sarankan kalau teman-teman bisa berbahasa Jepang, <b>pakailah bahasa Jepang. </b>Jangan putus asa apabila profesor yang teman-teman pilih tidak membalas imel teman-teman karena ada berbagai kemungkinan: sibuk, kemampuan bahasa Inggris, laboratorium sudah penuh, atau bidang teman-teman mungkin berbeza dengan profesor tersebut. Apabila tidak ada jawaban, <b>hubungi profesor lain. </b>Dan apabila imel teman-teman direspons oleh profesor tersebut, saya sarankan untuk <b>cepat dibalas. </b>Kecepatan teman-teman dalam membalas imel ternyata memengaruhi pandangan profesor tersebut terhadap kemauan dan tekad teman-teman. Manfaatkan aplikasi imel dalam ponsel pintar teman-teman untuk membalas imel. Serius. Sebagian besar imel yang dikirim pada profesor NWU, saya tulis dengan menggunakan ponsel pintar.<br />
O iya, dari profesor tersebut kita juga dapat menggali informasi mengenai persyaratan dan prosedur pendaftaran beasiswa RS <i>U to U. </i><br />
<i><br /></i>
Kira-kira begitu adanya. Insya Allah akan saya lanjutkan di postingan berikutnya. Semangat! <i>Ganbatte kudasai</i>!</div>
</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-56475122453412614232015-01-15T17:10:00.003+09:002015-01-15T17:10:39.449+09:00Bangunkan Aku di Bulan April<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Aku mengantuk sekali<br />
Rasanya sungguh lelah<br />
Ling, bisakah kau menungguku sebentar?<br />
Biarkan aku merebahkan tubuhku terlebih dahulu<br />
<br />
Ling, aku pinjam bantalmu, ya?<br />
Bantal kesayanganmu yang berbentuk Hello Kitty<br />
Nanti aku akan mengembalikannya padamu<br />
Terima kasih<br />
<br />
Iya,<br />
aku sudah makan<br />
Dia datang membawakanku makanan<br />
Lalu pergi<br />
<br />
Makanya sekarang aku mengantuk<br />
Mengantuk sekali<br />
Kelopak mataku seperti dijatuhi beban berat<br />
Aku ingin tidur sebentar<br />
<br />
Ling, beri tahu orang-orang<br />
kalau aku sedang tidur<br />
Beri tahu mereka<br />
kalau aku tidak ingin diganggu<br />
<br />
Oh, sebelum aku tidur<br />
bisakah aku berpesan padamu, Ling?<br />
Bangunkan aku di bulan April<br />
Saat sakura sedang indah-indahnya<br />
<br />
Kalau aku tidak juga bangun,<br />
panggilkan anjing tetangga dan bawa ke kamarku<br />
karena ia selalu menyalak kepadaku<br />
dan aku takut padanya<br />
<br />
Hahaha.<br />
Tapi aku serius<br />
<br />
Setelah itu, Ling<br />
Ingatkan aku<br />
Aku akan mengajakmu melihat sakura<br />
Kita akan makan <i>bento </i>bikinanku<br />
<br />
Kau setuju, Ling?<br />
Ayolah, jangan cemberut begitu<br />
Bulan April tidak lama kok<br />
Aku juga tidak akan lari<br />
<br />
Sekarang,<br />
biarkan aku tidur<br />
Ingat pesanku ya,<br />
bangunkan aku di bulan April.<br />
<br />
FIB UGM, 15 Januari 2015<br />
(dibuat saat sedang ngantuk berat. Mungkin aku harus pulang)<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-35146504121829486362014-12-23T18:00:00.000+09:002014-12-23T18:00:35.181+09:00Lari, kataku. Lari!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Aku tidak bilang kalau kau harus menghadapi masalahmu dan menyelesaikan semuanya.<br />
<br />
Lari saja, kalau kau memang ingin. Jangan dihadapi, kalau kau memang sudah tidak tahan lagi. Buang semua perkataan para motivator yang mengatakan bahwa semua masalah harus dihadapi dan diselesaikan.<br />
<br />
Mereka bukan kau. Terang saja. Mereka tidak punya masalah seperti yang kau hadapi sekarang. Huh. Berbicara memang lebih gampang!<br />
<br />
Jadi, aku bilang. Lari saja! Lari terus! Biarkan masalahmu mengejarmu hingga lelah. Toh kalau dia sudah capek, dia akan menghilang sendiri. Lari! Jangan tengok ke belakang karena dia akan semakin mendekatimu. Lari saja terus, lihat ke depan!<br />
<br />
Kalau kau lelah lari, cari aku di titik-titik tertentu. Aku akan membawakanmu semua hal yang kau butuhkan. Tapi kau harus selalu menepati janjimu untuk terus berlari!<br />
<br />
Kalau kau tidak menemukanku di tempat-tempat itu, bisa jadi kau lupa.<br />
<br />
Aku juga ikut berlari bersamamu, di sisimu. Kau ingat?<br />
<br />
Bagaimana?<br />Merasa lebih baik sekarang?<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-29915017679443411672014-12-19T21:28:00.000+09:002014-12-19T21:28:27.577+09:00AC Memang Nggak Ada Matinya!<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Tadi siang, begitu sampai di kampus sebelah buat ngajar, guweh disambut senyum staf akademik kampus tersebut yang ternyata membawa sebuah kabar yang luar biasa,<br />
<br />
"Mbak, listriknya mati, lho hehe".<br />
<br />
Sejuta topan badai! Bahan ngajar guweh??? Semuanya ada di laptop! Laptop guweh??? Baterainya kejang-kejang! Ini guweh ngapain di depan kelas nanti? Ngelawak??<br />
<br />
Tapi ternyata, itu masih belum seberapa. Guweh tetep ngajar, tanpa bahan dan <i>power point. </i>Guweh akhirnya ngajar<i> </i>dengan cara manula eh manual: ngomong sama <i>whiteboard</i>. Untuk yang satu itu, alhamdulillah lancar jaya.<br />
<br />
Sampai akhirnya......<br />
<br />
Guweh belum cerita ya kalau mahasiswa guweh sekelas ada ENAM PULUH DUA. Yes, eloh nggak salah baca. ENAM PULUH DUA. Dan tahu kan siang ini Jogja panasnya kayak gimana? YES. Itu masalahnya.<br />
<br />
Enam puluh tiga orang di dalam satu ruangan. Dan listrik mati. Bisa dibayangkan panasnya?<br />
<br />
Terpanggang!<br />
<br />
Kipas ala <i>princess </i>yang guweh bawa nggak ngaruh. Karena guweh harus banyak omong di kelas, jelasin materi yang belum dibahas sebelumnya, bukan kipas-kipas -_-".<br />
<br />
Sampai akhirnya, guweh lihat mahasiswa guweh sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Nggak tega guweh lihatnya. Akhirnya, kelas yang harusnya selesai jam tiga, guweh bubarin jam dua lebih dikit. Itu pun guweh langsung kabur ke ruang transit dosen. Sekalian nunggu kelas berikutnya di ruangan yang sama. *guweh bergidik begitu inget masih ada satu kelas lagi, moga moga listrik sudah hidup*<br />
<br />
Guweh harus pergi dari ruangan itu secepatnya kalau nggak mau bikin <i>make up </i>guweh makin luntur karena keringetan!<br />
<br />
Akhirnya, guweh temuin tu staf akademik. Curhat ngalor ngidul tentang penderitaan guweh di ruangan tadi.<i> And.. you know what, </i>bapak itu bilang apa?<br />
<br />
<span style="color: #292f33; font-family: Times, Times New Roman, serif;"><span style="background-color: white; letter-spacing: 0.259999990463257px; line-height: 32px; white-space: pre-wrap;">"KAN YANG MATI LCD SAMA LISTRIKNYA, MBAK. KALAU AC-NYA YA HIDUP. HAHAHAHAHAHA"</span></span><br />
<br />
Gulo jowo!!!<br />
Angin Cendela yo ndak ada matinya, Pak!<br />
<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-62997728549748276362014-12-16T08:56:00.000+09:002014-12-16T08:56:29.279+09:00Everyone You Meet has Something to Teach You<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Secara resmi, aku baru mengenalnya sekitar empat bulan yang lalu. Dia adalah laki-laki tinggi besar, berkacamata, dan murah senyum. Pembawaannya halus tapi kalau tertawa cetaaaar membahana. Hahaha. Usianya sebulan lebih tua dariku, tetapi aku bersikeras kalau usia kami terpaut satu tahun (yang tentu saja langsung diprotes sama dia haha). Meski kami baru saling mengenal dalam hitungan bulan, aku langsung tahu, kalau dia adalah orang baik. Orang yang sangat-sangat baik. Dan aku percaya, orang baik akan membuat orang di sekililingnya melakukan apapun demi membuatnya bahagia.<br />
<br />
Percaya saja, deh :')<br />
<br />
<i>Well, </i>semua dimulai hari Sabtu (13/12) lalu ketika aku dan beberapa kawan S2-ku, Tya (anggap saja kalau ada Tya, ada Bang Shiddiq, biar gampang haha), Shinta, dan Kak Devi merencanakan sesuatu, membuat kejutan ulang tahun untuk kawan kami yang sangat baik sekaligus menduduki jabatan penting di kelas kami, <b>KETUA KELAS</b> (harus ditulis dengan huruf kapital dan dicetak tebal, haha). Namanya Patria Handung Jaya. Biasa dipanggil Handung yang sebenarnya sudah ulang tahun tanggal 12 Desember kemarin. Tetapi, kami sengaja memberinya kejutan.<br />
<br />
Karena dia adalah orang yang sangat, sangat, sangat baik.<br />
<br />
Mungkin bisa lebih dari itu ya.<br />
<br />
Intinya, <i>we want to make him happy</i>!<br />
<br />
Lanjut :D<br />
<br />
Setelah Shinta mengeluarkan jurus aktingnya yang warbiyasak, Handung akhirnya mau dibujuk dan dirayu untuk ikut karaokean (padahal dia awalnya di kampus mau ngerjain tugas) plus bujukan pasangan --meminjam istilah Handung-- dunia akherat Bang Shiddiq dan Tya. Rencana nyaris bubrah (kata Kak Devi) waktu Handung nanyain Kak Devi mau ikut atau enggak. Hahaha. Rencananya, orang yang akan ikut ke karaokean cuma Handung, Bang Shiddiq, Tya, dan Shinta. Aku dan Kak Devi nyusul karena kami kebagian beli kue tart-nya.<br />
<br />
Dan ternyata, di luar rencana, Yusri 'Dyen' juga ikut.<br />
<br />
Yoh malahane. Handung nggak akan curiga karena "cuma berempat kok pesen ruangan medium". Hahaha. Aslinya, dia juga agak merasa janggal karena aku nggak ikut. Katanya,<br />
<br />
"Kalau ada yang bilang karaoke, pasti Fia langsung nongol"<br />
<br />
Hahahaha.<br />
<br />
Nah, balik ke aku dan Kak Devi. Aku dateng ke kampus pas jam satu siang, dengan asumsi mereka pasti nelat -_-. Ternyata aku salah, karena jam satu mereka ternyata sudah berangkat. Agak panik kan, akhirnya aku dan Kak Devi hujan-hujanan nggak pakai jas hujan, boncengan beli tar di toko kue paling muahal sejagat Jogja di daerah Jakal, dengan asumsi tempat itu searah dengan tempat karaokean.<br />
<br />
Ternyata kue tar di sana lagi nggak <i>ready</i>.<br />
<br />
Makin panik, akhirnya kami ke selatan, di tempat biasa ibuku beli kue. Alhamdulillah, Tuhan masih mendukung rencana kami. Kami dapet kue yang lumayan besar.<br />
<br />
Nah, tapi, masalah muncul lagi.<br />
<br />
Kami bakal ke karaoke, suatu tempat yang melarang keras pengunjungnya bawa makanan dari luar. Tapi aku bersikeras bahwa karaokean itu nggak seketat tempat karaoke lain dalam memeriksa barang bawaan pengunjungnya. Lagian, kue tar-nya dibungkus sedemikian rupa sehingga nggak kelihatan kayak kue, malah kayak hadiah biasa.<br />
<br />
Nanti kalau diperiksa, tinggal ngeles, "Ini hadiah, Om. Cuman kreseknya aja yang tulisannya toko roti". Hahaha<br />
<br />
Pokoknya, yang ada di dalam pikiranku, rencana ini harus berhasil, apapun yang terjadi. Hahahaha.<br />
<br />
Aku dan Kak Devi langsung meluncur ke tempat karaoke yang dimaksud. Agak panik lagi ternyata ada <i>security</i>-nya. Tapi untung, allahuakbar! Ketemu adek kelas di lobi dan kami saling sapa dan kami berbasa-basi. Sambil berbasa-basi, aku dan Kak Devi ngibrit ke <i>lift</i>.<br />
<br />
Aman.<br />
<br />
Sampai di lantai tiga, yang biasanya nggak terlalu banyak karyawan yang nongol, ternyata aku salah. Kami dicegat salah satu stafnya dan menanyai kami ruangan yang hendak kami masuki.<br />
<br />
Ternyata cuma nanya ruangan toh.<br />
<br />
Nah, masalahnya, kami nggak mungkin kan ngeluarin kue di depan si masnya. Untungnya Kak Devi tiba-tiba bilang mau ke toilet. Selamat lagiiiiii........<br />
<br />
Di toilet aku nyiapin segala sesuatunya, dan pas di depan ruangannya kami baru nyalain lilin. Salahnya, kami adalah............... kami nggak ngasih tahu Tya atau Bang Shiddiq atau Shinta kalau kami mau masuk. Alhasiiiiil..... Begitu kami masuk dan nyanyiin lagu <i>Happy Birthday</i>, nggak cuman Handung yang terkejut....<br />
<br />
Shinta kaget.<br />
Bang Shiddiq ikutan kaget.<br />
Tya yang paling kaget.<br />
Yusri? Mmmm........<br />
<br />
Oke. Lanjut.<br />
<br />
Intinya, kami berenam berhasil bikin kejutaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaan buat Handung!<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-kckTlwHmWNE/VI9yUj-aCPI/AAAAAAAAAvw/MBGSr5og4iY/s1600/DSCN5997.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-kckTlwHmWNE/VI9yUj-aCPI/AAAAAAAAAvw/MBGSr5og4iY/s1600/DSCN5997.JPG" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">"Tahan, Ndung... Tahan.... Tahan....."</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Happy birthday, ketua kelas kami yang kece dan baik hati! Semoga usia 24-mu menjadi semakin barokah. Semoga studi, karir, dan jodoh lancar dan dimudahkan. Semangat buat UAS-nya!<br />
<br />
Tenang, bulan depan, usia 24-mu akan kususul. Hahahahaha.<br />
<br />
Akhir kata, aku percaya bahwa <i>everyone you meet has something to teach you</i>. <i>Yes, Handung did it</i>. Aku belajar dari dia bagaimana tulus dalam berkawan, <i>helpful</i>, dan peduli dengan sekitar. Semoga kamu selalu membuat orang-orang di sekitarmu bahagia dan tersenyum ya, Ndung. Dan kami juga akan melakukan hal yang sama untukmu :').<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-66395277841583420212014-09-07T18:33:00.000+09:002014-09-07T18:33:06.008+09:00Catatan Maba S2. <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Terhitung sejak Agustus kemarin, saya resmi kuliah lagi di..... UGM. Cinta mati saya sama kampus ini, jadi nggak mau pindah-pindah. Hahaha. Saya ambil Jurusan Linguistik. Tahu linguistik? Linguistik itu gampangnya adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Bahasa yang bagaimana? Istilah kerennya: fonologi-fonetik, morfologi, sintaksis, semantik, sosiolinguistik, pragmatik, dan lain-lain. Mumet? Intinya belajar bunyi, pelafalan, unsur kata, gabungan kata, teks, hubungannya dengan sosial/ budaya/ masyarakat/ sejarah, yah macem-macemlah. Kelihatan njelimet? Yah, njelimetnya buat kalian aja. Saya ndak mau ambil pusing, hahaha.<br />
<br />
Banyak teman saya yang kaget kalau saya ambil jurusan ini di S2. Karena bagi kami, linguistik itu macam ilmu eksak: momok dan katanya 'kelihatan sulit'. Apalagi buat saya yang <i>basic</i>-nya bukan linguistik, tapi budaya --budaya populer--. Tentu saja ini tantangan berat buat saya. 99% teman sekelas saya di Linguistik sudah paham betul bidang yang mereka geluti. Ada kalanya saya takut ketinggalan, tercecer bak butiran debu. Jadilah sekarang saya sedang berusaha berlari, mengejar ketertinggalan. Jalan satu-satunya ya dengan bercinta. Bercinta dengan buku-buku linguistik. Huahahahahahaha. Tapi alhamdulillah banget, saya betul-betul menikmati kesibukan saya yang baru ini, terlebih karena dosennya asik-asik dan mata kuliahnya menarik semua >_<.<br />
<br />
Jujur saja, saya masih sulit melepas imej 'mahasiswa S1' saya yang cengengesan, ndak jelas, ndak serius, santai tingkat super. Ada rasa enggan yang begitu tinggi. Sebenarnya, saya juga masih agak kesulitan bergabung dengan kawan-kawan sekelas saya, meski sebenernya kalau sama mereka ya, gila saya bisa kumat (karena mereka sama-sama gejenya dan sama-sama nyantainya). Tapi mungkin ini karena masih awal. Masih perlu beradaptasi. Dibawa santai saja kali ya. Hahaha.<br />
<br />
Dan yes, karena kali ini saya kuliah pakai biaya sendiri, dan inilah saatnya buat saya harus membanting tulang untuk bisa membiayai sekolah saya. Kalau di S1 dulu saya kerja cuma buat hore-hore dan jajan, saatnya makin serius bekerja dan banyak terima tawaran <i>job</i>. Hahahahaha.<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2804623449280873961.post-44063125026115463822014-08-07T11:54:00.000+09:002014-08-07T11:54:06.108+09:00Akhirnya Ikut Reunian SD Juga<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Kenapa akhir-akhir ini aku selalu wagu ya kalo bikin judul? Ah, biarinlah. Mungkin aku lagi blunder.<br />
<br />
Ya, di tengah ke-blunder-anku, aku dapat kabar kalau teman-teman SD-ku di SD Muhammadiyah Karangkajen I mau mengadakan pertemuan. Hasek. Pertemuan. Hahaha. Awalnya, males-malesan ikut karena masalah klasik --gak ada barengannya--. Tapi secara mengejutkan, si Muthia, sahabatku kental sejak SD itu menelponku ngajakin aku barengan. Yes, yes, yes!! Iya, mumpung si bu dokter cantek itu masih di Jogja. Hahahaha<br />
<br />
Lalu, kami semua bertemu di Sugara Milk. Tempat nyusu (?) asik di daerah Wirosaban. Aku dan Muthia sempet bingung-bingung, muter-muter gak jelas karena tempatnya gelap. Hahaha. Tapi untungnya ketemu. Sempet takut-takut juga kalau teman-teman SD-ku itu nggak ingat sama aku. Ya wajar sih ya, udah lama banget nggak ketemu. Hahaha<br />
<br />
Dan ini dia oleh-olehnya:<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-99lL-1Jjm20/U-Ln89aP_mI/AAAAAAAAAvA/oDRB6-q0Tpg/s1600/DSCN2133.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-99lL-1Jjm20/U-Ln89aP_mI/AAAAAAAAAvA/oDRB6-q0Tpg/s1600/DSCN2133.jpg" height="240" width="320" /></a></div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-xlLXAWXdFbg/U-Ln8AwPGcI/AAAAAAAAAu4/d4BmeG63r-I/s1600/DSCN2128.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://3.bp.blogspot.com/-xlLXAWXdFbg/U-Ln8AwPGcI/AAAAAAAAAu4/d4BmeG63r-I/s1600/DSCN2128.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sama Muthia, bu dokter cantek :3</td></tr>
</tbody></table>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-6YNSPTgrjb0/U-Ln8yKMNGI/AAAAAAAAAu8/T6gat1LrHTg/s1600/DSCN2136.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/-6YNSPTgrjb0/U-Ln8yKMNGI/AAAAAAAAAu8/T6gat1LrHTg/s1600/DSCN2136.jpg" height="240" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ada Affat! :D</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Oh, kami ketamuan seseorang yang istimewa! Jauh-jauh datang dari negeri Sakura buat ikutan ini, Affat yang dapat kerjaan di perusahaan <i>game </i>di Jepang (<i>Sasugaaaa!</i>). Eh nggak ding, dia emang lagi di Jogja ajah buat liburan lebaran! Hahaha. <i>Sik yo, Fat. </i>Bentar lagi tak susul ke sana, <i>wis</i>! Amiiiin.<br />
<br />
ja ne...</div>
fia masithahttp://www.blogger.com/profile/02855526906790202029noreply@blogger.com0