Kamis, 29 September 2016

Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 3?)

26 September 2016.
Pertemuan ke-17 (ya! 17!).
(yang sebelum-sebelumnya hanya agenda membersihkan karang gigi, ngajarin saya pakai alat untuk membersihkan sela-sela gigi, beresin gigi saya yang ternyata sensitif....)

Setelah minggu lalu saya membatalkan janji karena ada badai, saya kembali lagi ke dokter gigi tanggal 26 September lalu. Dengan agenda "akan membuat gigi bungsu saya terlihat". Ketika saya tanya di pertemuan sebelumnya apakah tindakan itu akan sakit, dokter giginya sambil tersenyum berkata, "Enggak kok".

TAPI.
'Kecurigaan' saya mulai terlihat ketika perawat yang menangani saya berbeda dari yang biasa. Perawat yang lembut, luhur budi, murah hati, dan bijak bestari itu sedang mengurus pasien lain. Saya mulai sedikit waswas ketika dokter saya justru yang malah mendekati saya.
(fyi, saya nyaris tidak pernah berhubungan langsung dengan dokter. Saya hanya bertemu dengan dokter kalau saya punya keluhan dengan gigi bungsu saya. Perawatlah yang selalu menangani saya terlebih dahulu. Pokoknya tidak semua pertemuan itu saya bisa bertemu dokter gigi saya)

Dokter gigi saya itu masih muda. Perempuan. Cantik. Wajahnya tipikal perempuan Jepang dorama zadoel. Tapi sepertinya Beliau ini punya kekuatan tersembunyi yang hanya dikeluakan kalau sedang memeriksa saya. Sungguh. Nggak tahu pokoknya saya selalu waswas aja kalau ditangani Beliau. Hahahaha.

Waktu saya duduk di kursi pemeriksaan, saya hanya menangkap kalimat "saya pengen lihat gigi bungsumu" dari dokter saya. Saya wis nggak konsen sama sekali. Lalu dokter mulai memberikan pelbagai cairan aneh ke gusi saya. Gusi dan lidah saya mulai mati rasa. Mungkin itu semacam bius. Lalu Bu Dokter itu mulai....mengebor gusi saya! Ya! Mengebor! Saya bisa melihat alat panjang macam bor dimasukkan ke mulut saya, menyentuh gusi saya..... well nggak kerasa apa-apa sih. Hanya kerasa....gosong! Ya, gosong macam makan ayam bakar gosong! Serius deh. Dan ketika saya kumur-kumur pun keluarnya macam...ya gitulah, nggak bisa jelasin di sini.

Dan dokter saya yang asoy itu setelah beberapa saat meminta saya ngaca untuk melihat hasil karyanya, hasilnya....syok saya! Nyaris teriak. Itu gusi atau jurang kenistaan? 😭

Dan dokternya dengan santainya berkata, "Gimana, ada yang kamu nggak ngerti?"

Lah, gimana bisa jawab kalau masih bingung dan syok gitu. Saya cuma jawab dengan terbata-bata karena lidah saya mati rasa, "Lidah saya aneh, Dok". Dokternya ketawa. "Nanti lama-lama kamu terbiasa kok".

Pfffttttt.

"Besok kamu kontrol lagi ya...", katanya. Lalu dokter saya ngasih antibiotik dan pengurang rasa sakit. Saya sudah khawatir dengan biaya pemeriksaan karena segala tindakan yang macam operasi gitu. Tapi ternyata habisnya hanya sekitar 820 yen! Alhamdulillaaaaaah. Terima kasih, BPJS Jepang! 💕

Dokter dan perawat kembali tertawa ketika saya bersusah payah mengucapkan "Arigato gozaimasu" yang hanya bisa saya ucapkan "alligatto kojaimas". 😭

Dan karena kondisi saya waktu itu yang lagi asoy gila tralala, saya terpaksa membatalkan janji dengan Mbak Dewi untuk ikut acara seminar tentang muslim di Nara. Dan ternyata Mbak Dewi juga nggak bisa.

Selepas magrib, lidah saya mulai berasa kembali. Tapi, seiring dengan lidah saya kembali seperti semula, nah....rasa sakit seperti beribu tusuk jarum pentul hijab menghajar gusi saya. Semalaman saya nggak bisa tidur, kepala sakit, meski sudah minum pengurang rasa sakit.

Esoknya, saya kontrol lagi. Dokternya cuma nengokin mulut saya, nyenterin, ngasih obat pengurang rasa sakit lagi....dan udah! Nggak ada 10 menit. Sepertinya memang nggak papa. "Tapi, Dokter. Ini SUAKIT BUANGET lho", kata saya. Dokternya hanya bilang, "Nanti saya kasih obat pengurang rasa sakit lagi", sambil senyum.

Sepulang dari klinik, niat awal saya yang pengen 'dimanja' dokternya, malah jadi kepikiran: Apa pasien di Jepang memang nggak boleh manja ya? Kok kesannya saya kayak manja banget ya 😂. Atau memang dokternya yang ngeharusin pasien untuk mandiri ya? Ya iyasih, bukan operasi besar. Dan bukan suatu hal yang darurat. Tapi kan tapi kan tapi kan........... 😭

Baca juga:
Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 1?)
Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 2?)

Tidak ada komentar: