Kamis, 11 Februari 2021

Memaafkan Itu Pasti, Melupakan Itu yang Susah

Di saat PMS mulai menyerang, ada suatu pola ketika aku berada dalam kondisi mimpi hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu (yang tidak baik tentunya) dan terbangun keesokan harinya dengan rasa gugup dan panik luar biasa. Pola ini sudah dimulai sejak tahun lalu (atau dua tahun lalu?). Mimpi itu adalah mimpi saat aku SMA dan teman-teman SMA-ku. Aku benci sekali masa SMA-ku. Teman-teman sekelasku menjauhiku, mengata-ngataiku di belakangku (like WTF, said it to my face). Aku lupa sejak kapan dan kenapa tapi itu berlangsung selama tiga tahun SMA-ku. Aku pikir ketika aku naik ke kelas XI, semuanya akan baik-baik saja, tapi ternyata tidak. Entah mungkin karena aku memiliki idealisme yg berbeda dibanding teman-temanku atau entah aku pernah mengatakan hal yang tidak baik, tapi mereka semua memusuhiku. Dan aku tidak bisa menceritakannya pada orang tuaku, bahkan. Aku baru bisa menceritakannya ketika aku sudah menjadi mahasiswa S1. Dan sampai sekarang, mereka tahu, betapa bencinya aku dengan masa SMA-ku. Hal paling gila yang pernah teman-temanku lakukan adalah ketika aku dan tiga temanku setuju dengan sistem pengacakan kelas ketika naik ke kelas XII. Namun ternyata, sebagian besar murid lain nggak setuju dan melakukan demo mogok belajar (WTF). Teman-teman sekelasku yang tahu bahwa kami tidak setuju akan hal itu, menuliskan kata 'mati' di samping nama kami. Siapa yang nggak takut diteror begitu? Kami berempat langsung melapor pada guru BK, yang sayangnya sama sekali tidak membantu kami. 最低. Ada lagi? Banyak. Aku paling benci jika aku harus lewat lorong depan kelas di saat teman-teman sekelasku yang laki-laki duduk di sana. Mereka akan dengan sengaja menggunakan kaki mereka untuk menjegalku atau mengata-ngataiku dengan sindiran-sindiran. (aku menulis ini dengan tangan gemetaran dan ingin menangis) Teman-temanku akan 'baik' padaku kalau ada maunya. Seperti misalnya meminjamkan PR atau memberi contekan saat ujian. Karena kebetulan, aku termasuk murid yang nggak bodo-bodo amat di kelas. Sebegitu parahnya saat teman-teman SMA-ku mem-bully-ku, efeknya semakin parah seiring bertambahnya usiaku. Sudah 13 tahun memang sejak aku lulus SMA. Tapi setiap hari kenangan tentang masa SMA-ku menghantuiku setiap malam sebelum tidur. Ada masa ketika aku ke-trigger berita tentang perundungan di koran elektronik, dan aku harus menyampaikan hal itu pada psikiaterku dengan setengah menangis. Ada di satu masa ketika akhirnya aku nge-unfollow akun-akun Instagram teman-teman SMA-ku yang dulunya mem-bully-ku. Rasanya memang lega sekali. Tapi tetap tidak bisa membuatku lupa dengan semua perlakuan mereka. Entahlah gimana mereka sekarang. Kuliah, lulus, bekerja, menikah, punya anak. Mungkin mereka bisa tidur setiap hari dengan damai, tanpa ada kenangan masa SMA yang mengusik mereka. Bisa hidup dengan tenteram dan damai. Sedangkan aku, harus mengingat hal ini. Seumur hidup, mungkin. Aku masih ingat kenapa aku memulai menulis blog ini. Karena teman-teman sekelasku membuat blog kelas. Dan ada satu postingan tentang profil teman-teman sekelas. Dan bagianku? Tulisan paling kurang ajar yang pernah ditulis tentangku. "Mencari kates (pepaya) di Jepang". 'Kates' itu mungkin merujuk pada bentuk payudaraku. Aku syok. Tapi nggak bisa melawan karena posisiku yang lemah. Namun ternyata tulisan itu justru menjadi doa yang baik untukku. Sepuluh tahun kemudian, aku tinggal di Jepang. Dan tahun ini sudah tahun keenamku. Hati-hati deh dengan perkataanmu. Aku memang benci masa SMA-ku. Benci sekali. Benci pada teman-temanku yang mem-bully-ku, benci pada sistem sekolah yang tidak berpihak padaku saat itu. Tapi, aku sudah memaafkan semuanya. Hanya saja untuk melupakan, tentu saja aku nggak bisa. Terima kasih untuk kalian yang dulu pernah merundungku ketika SMA. Terima kasih sudah membuatku mimpi buruk selama dua tahun ini. Terima kasih sudah membuatku selalu marah setiap kali aku mengingat perlakuan kalian padaku. Semoga kalian bahagia dan sehat selalu.

Kamis, 07 Januari 2021

Antara Candaan Seksis dan Selera Humor

"Ih kamu pasti udah ga perawan ya, jalannya kok ngangkang. Hahahaha" "Itu mah bukan salah bunda mengandung. Tapi salah bapak ga pake sarung". "Aduh, Mbak, itu susunya kok keliatan. Jadi tumpah-tumpah deh..." (susu = payudara) Candaan-candaan seperti di atas, pasti ga asing di telinga kita. Atau minimal, mirip lah, sejenis. Sadar nggak sadar, candaan seperti di atas itu adalah candaan seksis loh. Aku yakin kalian yang baca ini pasti pernah mendengar apa itu candaan seksis. Candaan seksis ini bertujuan untuk merendahkan dan menghina kelompok gender tertentu. Sayangnya, sebagian masyarakat Indonesia masih belum aware mengenai dampak dari candaan seksis, bahkan masih tergolong 'menerima' candaan seksis sebagai sebuah guyonan belaka. Padahal ni ye.... candaan seksis ini bisa buat dampak yang cukup berbahaya lho. Ga percaya? Candaan seksis yang terus menerus dimaklumkan, juga bisa berbanding lurus dengan budaya pelecehan seksual! Pelecehan seksual akan menjadi hal yang biasa kalau masyarakat juga masih menganggap candaan seksis adalah hal biasa. Jika hal itu tetap dibiarkan, ya rape culture akan tetap dipandang sebelah mata, ga dianggap serius. Victim blaming tetap melenggang bebas dan korban akan kesulitan mendapat hak-haknya. Kok serem ya efeknya? Padahal 'cuman becanda' aja. Iya. Makanya karena efeknya bisa kayak domino begini, aku mewajibkan (wajib ye wkwk) kalian yang membaca ini untuk belajar bahwa candaan seksis itu harus banget dihindari. Kalau perlu dibuang jauh-jauh deh budaya bercanda seksis. "Fia ngomong begini sih bilang aja selera humornya kaku" Hey hey..... Ga setuju dengan candaan seksis sungguh ga ada hubungannya dengan selera humor. Kalau kamu kenal aku dengan baik, kamu akan tahu bahwa aku bisa dengan mudah ketawa meski guyonannya garing dan hobi nge-share meme-meme receh. Ibuku bahkan sering bilang, "Fia ini ada angin lewat aja ketawa" karena saking ga bisa terkontrolnya ketawa aku. Tapi, aku ga bisa tertawa kalau mendengar ada candaan seksis, meskipun satu ruangan dan semua orang tertawa terbahak-bahak. Aku akan diam dan pasang wajah ga suka. Aku ga tahu lucunya di mana dan aku juga ga ngerasa itu hal yang lucu. Candaan seksis bukanlah masalah selera humor. Ini adalah masalah kamu sudah teredukasi dengan baik atau belum masalah gender. Jika kita bisa belajar untuk ga merendahkan kelompok gender lain, aku pikir kita bisa kok terbebas dari asal nyablak candaan seksis itu.