Sabtu, 17 Mei 2014

Ini Bukan Dunia Guweh, Deh

Hai.

Baruuuu aja kemarin ini ada pemilihan duta wisata di Sleman. Ada beberapa orang yang saya kenal yang ikut di dalamnya. Yaa, mereka emang kece, sih. Dan entah kenapa, kali ini saya jadi tertarik menulis tentang duta-dutaan atau kontes-kontes semacamnya. Entah itu duta wisata, duta budaya, duta *ehem* bahasa *ehem*, duta mahasiswa, duta museum (serius! ada! Nggak percaya? Tanya teman saya sana), Duta Sheila On 7, Duta Minang…. Oke, yang dua terakhir ini agak ngaco, abaikan saja. Pokoknya yang ada embel-embelnya “Duta…” atau “Ambassador…” atau “Miss…” atau “Putra Putri…”.
Saya nggak memungkiri, sih kalau saya juga pernah kepeleset di dalamnya *macak ayu* (mau menulis ‘terjerumus’, takutnya konotasinya negatif. Jadi pakai istilah ‘kepeleset’ aja). Dan saya jadi kadang agak malu-malu dan berat mengakuinya *halah*.  

Karena ini mau nggak mau menyangkut saya juga, saya pingin cerita sedikit soal saya yang kepeleset di dunia per-duta-an itu.

Well, tahun lalu, entah salju sedang turun sangat banyak atau angin yang terlalu kencang berhembus (?), saya ikut suatu kontes: pemilihan Duta….Bahasa. Ajaibnya, saya masuk lima besar. Ketawa dulu, yuk. Ha-ha-ha-ha.  

Teman-teman saya kaget.

Keluarga saya kaget.

Orang tua saya kaget.

Saya, nyaris semaput.

Dan bagi saya (dan orang-orang yang mengenal saya dengan baik), ini nggak Fia banget. Dengan segala keabsurdan yang ada di dalam diri saya, ada kesan ‘nggak mungkin’ saya ikut kontes semacam ini: didandani dengan pakaian Jawa, menjawab pertanyaan juri, dan blablablablabla.

Terima saja, ini sudah takdir dan rezeki. Hehehehe.

Dan saya ikut kontes itu pun ada campur tangan sahabat saya yang sudah malang melintang di dunia per-duta-an. Saya dapat segala info, dinamika dunia per-duta-an juga dari dia. Dari situ, saya tertarik. Untuk ‘melihat’ kehidupan yang berwarna-warni nan terang benderang di dunia itu dan tentu saja, bukan untuk terjun di dalamnya.

Saya sadar (diri), di samping ukuran tubuh saya yang minim (tinggi badan ya yang minim, bukan berat badan. Puhlis ya. Hahaha), kontes semacam ini dan kehidupan di dalamnya, pokoknya semuanya, itu bukan dunia saya. Setiap orang, menurut saya, punya sesuatu yang ketika terjun ke dalamnya atau masuk ke dalamnya, merasa “Ini dunia gueeeee….”. Misalnya, gampangnya gini, saya belajar bahasa Jepang karena saya suka bahasa Jepang. Lalu, ketika mahasiswa, saya sering ditawari ngajar bahasa Jepang. Nah, dari situ saya mulai suka ngajar, membagi pengetahuan yang saya punya dengan orang lain. Dan saya pun akhirnya mulai menemukan ‘dunia gue’ di bidang pengajaran bahasa Jepang.

Paham, nggak?

Ya udah, kalau nggak paham nggak papa. Saya juga bingung neranginnya. Hahaha. Pokoknya gitu deh: dunia per-duta-an itu bukan dunia saya, meski saya juga bersyukur dapat teman yang asik nan absurd di kontes duta bahasa itu. Yaa, sebenarnya juga bukan dari faktor orang-orang yang ada di dalamnya. Saya nggak masalah dengan mereka yang hobi ikut kontes seperti itu. Saya salut malah. Mereka hebat. Berpengetahuan luas dan berpenampilan menarik. Udah ganteng-ganteng, cantik-cantik, pintar pula.
Hanya saja, jangan berharap saya ikut kontes semacam itu lagi. Saya nggak ketagihan ikut kontes semacam itu, nggak seperti yang lainnya, habis ikut Pemilihan Duta A, terus ikut ke Pemilihan Putra Putri B, eh nggak lama habis itu dia loncat ke Pemilihan Miss/Mister C.

Sekali lagi, yang seperti itu bukan ‘dunia gue’.

Agak sedikit (?) susah memang menjelaskan tentang ‘dunia gue’ tadi. Jadi ya akhirnya ngambang gini. Nggak ada klimaks dan penyelesaiannya. Tapi kalau kalian mengenal saya, saya yakin kalian bakal paham dengan maksud saya. Ya kan? Hahaha.


ja ne...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Ciyeh Mbak Fi <3

Sekar Hayati Hermawan mengatakan...

cie duta bahasa....
cie....
*guweh sih mahasiswa biasa ya, rakyat jelata....

fia masitha mengatakan...

@Zahra: Ciyeh Zahra <3

@Sekarndhut: Heh apa kamu bukan Duta Bahasa? Aku malah lebih rakyat jelata di sini. Hahahaha