Jumat, 29 April 2016

Pergi ke Dokter Gigi di Jepang (Part 1?)

Note: Tulisan ini pernah saya posting sebagai status di akun Facebook saya, tertanggal 24 Februari 2016. Saya sunting di sana sini, supaya lebih enak dibaca (?)

PERGI KE DOKTER GIGI DI JEPANG
(Judulnya ala-ala banget)

Di Indonesia, saya juarang buanget ke dokter gigi. Karena saya nggak gitu suka alat-alat dan suara berdesing yg memekakkan telinga yg dimasukkan ke mulut saya. Hiiii.... Terakhir ke dokter gigi pas setahun lalu. Karena gigi saya tumbuh (yang kemudian 'to be continued' sampai saya di Jepang). Lalu oleh dokter gigi di Indonesia, katanya "Enam bulan lagi ke sini ya Mbak. Mau itu giginya udah besar atau tetap kecil terus. Mau itu giginya nggak sakit sekalipun, ke sini ya, supaya nanti ada tindakan selanjutnya". Yg tidak saya tindak lanjuti karena memang nggak ada keluhan apapun (dan males ke dokter gigi haha).

Bulan Februari lalu, saya kena batunya. Gigi baru saya tiba-tiba sudah besar dan posisinya ngga nyantai. Nggak sakit sih, hanya tidak nyaman. Dan mulai tumbuh sariawan di sekitar gigi itu. Wah, bahaya nih, pikir saya. Akhirnya saya memutuskan ke dokter gigi dekat kampus. Berbekal tanya kawan dan searching di internet tentang pengalaman orang Indonesia yang pernah ke dokter gigi di Jepang, saya akhirnya memberanikan diri. Terlebih di salah satu blog yang saya baca, ada yang menulis gini, "Rugi lho kalau belum pernah ke dokter gigi di Jepang". Ya udah, bismillah saja.

Sampai di klinik itu, saya disambut tiga perawat cantik yang super ramah. Salah satunya meminta saya menunjukkan kartu asuransi negara (kartu mahasakti pemberian pemerintah Jepang yang wajib dimiliki oleh segenap manusia yang tinggal di muka bumi Jepang --semacam BPJS--). Kemudian saya diberi formulir (semacam angket) yang perlu diisi sehubungan dengan kondisi saya: sakitnya di mana, di gigi sebelah mana, setiap hari sikat gigi berapa kali, tiap sikat gigi berapa menit, tidur berapa jam tiap malem. Hahahaha. Serius. Kliniknya pun nyaman, meski kecil. Hangat dan sayup-sayup diputar lagu nina bobok, yang dijamin deh kalau setengah jam saya disuruh nunggu di situ, wis tak tinggal tidur. Hahaha 😂. Setelah itu, saya dipanggil dan diperiksa. Oleh perawat. Bukan dokter. Begitu melihat gigi saya, sang perawat langsung menyarankan saya untuk di-rontgent giginya. Ya udah gak papa. Begitu hasilnya selesai, dia periksa gigi saya lagi dan berkata, "Wah, ada kemungkinan bakal ada satu gigi lagi yg nongol nih". Hahhhhhh? Lalu dengan senyum ramah, mbak perawat itu berkata lagi, "Ini karang giginya juga perlu dibersihin. Minggu depan ya". Ini yang paling saya nggak suka! Bersihin karang gigi! Haaaaah! Lalu nggak nyampe 15 menit duduk di kursi pemeriksaan, Mbak Perawatnya bilang, "Otsukare sama deshita. Udah selesai". Hah? Udah selesai??? Gitu doang? Saya cuma disuruh buka mulut, di-rontgent, gigi saya dielus-elus pakai alat (?), disenterin, disuruh ngaca (ya, saya disuruh ngaca! Hahaha), kumur-kumur. Selesai.

Lalu saya diminta nunggu sebentar. Kemudian, Mbak Perawat yg tadi meriksa saya bilang gini, "Minggu depan ke sini lagi ya. Hari xx jam yy. Kamu perlu dibersihin karang giginya, di-rontgent seluruh mulut, dan oh iya satu lagi. Bawa sikat gigi yang kamu pakai ya. Jangan lupa!". Bawa sikat gigi sendiri. Bau-baunya diminta latihan sikat gigi seperti yg saya baca di blog nih. Hahahaha. Dan oh iya, seperti yg sudah saya baca di blog, ke dokter gigi di Jepang itu ga cuma sekali. Apapun keluhannya. Dan perlu janjian. Hahahaha.

Minggu depannya, saya balik lagi ke dokter gigi. Agendanya adalah rontgent gigi seluruh mulut dan bersihin karang gigi. Saya datang 20 menit lebih awal dari jadwal yang disepakati. Saya pikir, saya diminta nunggu 20 menit sampai jadwal saya tiba. Etapi enggak ternyata. Begitu dateng, seperti dikomando, para perawat tsantik itu langsung meminta saya duduk di kursi pemeriksaan. Gigi saya dielus-elus lagi. Setelah itu, saya diminta untuk rontgent gigi. Karena prosedur, saya diminta untuk melepas jilbab. Yah gak papa. Perawatnya cewek semua toh ini. Nggak berselang lama, saya kembali duduk di kursi pemeriksaan. Gigi saya dielus-elus lagi. Sekejap kemudian, hasil rontgent sudah keluar. Intinya, gigi baru saya sudah besar. Dan posisinya kayak beruang rebahan (?). Tapi bukan itu yang jadi fokus perawatnya. Perawatnya menjelaskan tentang seluk beluk gigi saya secara umum, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada gigi saya (termasuk kemungkinan goyangnya beberapa gigi saya kalau nggak cepat-cepat ke dokter gigi. Oke yang ini agak serem 😮). Sepertinya sebelum masuk ke inti pemeriksaan --tentang gigi baru saya-- saya diminta terlebih dahulu untuk 'kenalan' sama gigi saya. Seperti apa gigi saya. Dan lain sebagainya. Lalu, karang gigi saya dibersihkan. Di tengah-tengah pembersihan karang gigi, dokter gigi --laki-laki-- masuk mengurus pasien lain. Posisi saya memang sedang tidak pakai jilbab pasca-rontgent itu. Saya mendengar para perawat bisik-bisik di belakang saya. Saya tahu mereka ngomongin saya. Tapi nggak tahu tentang apa. Sampai akhirnya, salah satu dari mereka berkata, "Ada laki-laki di sini. Kamu harus pakai jilbab". Waaaaaah! Malu sendiri sumpah! Hahahaha.

Oke, lanjut. Setelah karang gigi bagian bawah dibersihkan, perawat bertanya, "Bawa sikat gigi kan?". Dan seperti yang sudah saya duga sebelumnya...jeng jeeeeng. Belajar menyikat gigi! Ini serius. Nggak bercanda. Dan saya antara pengen ngampet ngguyu dan pengen serius. Perawat memberikan contoh cara menyikat gigi bagian bawah dengan benar. Gigi saya disikatin 😂. Terus saya diminta nyoba sendiri. Geli sendiri. Hahaha. Lalu saya diminta ganti sikat gigi karena sikat gigi saya 'kurang baik dan kurang enak' buat nyikat gigi, katanya. Hahahahaha. Dan setengah jam kemudian...selesai! Saya nyusun jadwal janjian lagi. Dan minggu depan diminta datang lagi....untuk bersihin karang gigi bagian atas dan belajar nyikat gigi bagian atas. 😂😂😂😂😂😂😂😂

Hingga pertemuan kedua, belum ada pembicaraan serius mengenai mau diapakan gigi baru saya ini. Semoga baik-baik saja.

(Waktu nulis ini pun masih ketawa-ketawa geli. Hahahahaha)

Tidak ada komentar: