Minggu, 28 Juni 2009

Kejujuran

Kejujuran.
Sebuah kata yang sarat makna dan kadang bikin hidup kita jadi jungkir balik.
Munafik kalo saya bilang, "Ayo jujur!", karena memang saya sering nggak jujur. Hehe.
Dari yang saya tau di Al-Quran ataupun di hadits Nabi, kejujuran itu penting, kalo kamu nggak mau dilaknat Tuhan sebagai orang munafik.

Jadi saya pernah ngalamin yang nggak enak banget tentang kejujuran (ok, jangan ditiru!). Saya pernah berada di suatu masa ketika kejujuran bener-bener terbuang percuma di kantong sampah. Saya sering dilema kalo ada orang yang ngomong,"Elo temen apa bukan, sih? Bo'ong buat nyelamatin temen aja nggak bisa!"
*maaf buat oknum yang merasa tersinggung :D*
Kalo saya jujur: nanti dikatain ember lah, baskom lah.
Kalo saya bo'ong: bertentangan dengan hati nurani saya.
Nah lhoh.
Dan saya percaya bahwa hampir semua orang pernah ngalamin perasaan dilema-hati-nurani seperti itu.


Dan pada waktu itu, saya harus hidup dalam kebohongan selama bertahun-tahun.
Saya sama sekali nggak kenal apa itu kejujuran hati nurani di masa itu. Konyol banget lah pokokmen. Sembunyi di balik topeng dan menjadi "Yes Girl".

Dan di akhir masa itu, akhirnya saya membuat keputusan sangat beresiko dan revolusioner (halah). Walopun masih kalah dengan revolusi zaman Meiji, tapi pengaruh itu cukup besar di komunitas saya. Orang yang dari awal nggak suka sama saya, makin nggak suka sama saya. Haha. Tapi alhamdulillah, saya juga punya pendukung 'kejujuran' itu. Mereka lah yang selalu support saya. Thanks, guys.

Kami akhirnya lebih milih jadi individualis daripada maksain diri pake topeng kayak masquerade. Dan di waktu itu saya dapetin makna bahwa kejujuran maha agung dari semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Saya akhirnya mulai nggak simpatik sama orang yang memperoleh kesuksesan dengan kecurangan. Meskipun itu adalah dedengkot dari komunitas besar saya (so what?).
Well, saya akhirnya bisa SUKSES mengakhiri masa krisis itu dengan kejujuran!

Saya kadang emang polos. Polos banget. Kadang terlalu jujur. sampe sering ditertawakan orang.
Biarin. Yang penting hati saya plong.
Yaaaa, di sisi lain. Kalau mau, saya juga bisa jadi pembohong ulung. Bahkan ibu saya yang dosen drama dan harusnya sudah terlatih mbaca mimik orang, bisa saya bohongi :D.
Tapi konsekuensinya satu: nggak plong. Hati saya ngerasa mbawa beban yang berat banget.

Jadi, pintar-pintarlah mbaca situasi. Kapan kamu ngomong jujur dan kapan kamu ngomong bohong (nggak jelas :p).

Tidak ada komentar: