Selasa, 24 Agustus 2010

Departures - おくりびと -


Hai.

Bisa dibilang saya telat nonton film ini (apalagi ngulasnya di blog). Lha wong filmnya tahun 2008, baru saya tonton lewat DVD tadi malam. Departures ini peraih Grammy Awards tahun 2009 untuk kategori "The Best Foreign Language Film" dan 14 nominasi "award-award" lainnya. Dan memang, menurut saya film ini pantas mendapatkannya.

*plok plok plok*

Cerita dimulai ketika Daigo Kobayashi (Masahiro Motoki), seorang pemain cello di sebuah orkestra di Tokyo, harus menerima kenyataan bahwa orkestra yang selama ini merupakan bagian dari hidupnya, bubar. Ia lantas menjual cello miliknya dan memutuskan kembali ke kampung halamannya bersama istrinya, Mika (Ryoko Hirosue). Daigo kemudian memulai hidup barunya di sana dan mencari pekerjaan. Takdir membawanya kepada sebuah pekerjaan yang tak akan mungkin --lebih tepatnya, mustahil-- dilakukan oleh anak muda Jepang jaman sekarang, perawat jenazah. Kehidupannya pun berubah 180 derajat. Mulai dengan shock ketika tahu pekerjaannya sebenarnya apa, mempunyai shacho (boss) yang agak aneh, kebimbangan berterus terang dengan Maki tentang pekerjaannya, dan yang jelas dibumbui konflik batin Daigo sendiri.

Saya akan beri nilai 8 dari 10 untuk film ini. Eh kurang ya? Oke. 9 bisa lah. Ide ceritanya sangat orisinil dan jenius. Aktor-aktrisnya sangat menjiwai perannya, terutama Masahiro Motoki sang pemeran utama. Nggak heran kalau dia juga mendapat banyak award untuk peran ini. Yang jelas, saya baru tahu kalau merawat jenazah bisa dilakukan dengan gerakan seanggun itu *apa sih?*.

Akan tetapi, sang sutradara, Yōjirō Takita rupanya kurang sensitif dengan beberapa scene yang seharusnya bisa sangat indah dengan musik, jadinya hambar dan kosong. Ziiinggg... Dan sepertinya Yōjirō Takita baru 'menyadari' hal itu dan musik latarnya terlihat bertambah di bagian akhir film. Merasa bersalah mungkin. Haha. Film ini juga masih bersifat menginginkan-penonton-senang karena Maki yang sebelumnya meninggalkan Daigo karena ketidakjujuran Daigo, kembali lagi. Padahal film ini bisa sangat dramatis bila Maki tidak pernah kembali pada Daigo. Hahaha.

Dan sedikit juga saya harus melatih listening saya karena terjemahan DVD milik Sarah itu jelek sekali. Hehe. Piss, Sar :). Banyak yang nggak sesuai dengan dialog dan fatalnya juga ada yang salah dengar -_-. Saya lupa bagian-bagian mana yang salah terjemahan karena terlalu banyak, tetapi saya paling ingat kata 'sekaijuu' yang seharusnya diterjemahkan 'seluruh dunia', malah diterjemahkan menjadi 'kota dunia'. Hmm yayaya. Saya tahu. Menerjemahkan itu nggak semudah bikin mi goreng.

Kenapa membandingkan mie goreng dengan terjemahan?
Ah sudahlah.
Yang jelas film ini awawawawawaw sekali :)


ja ne...

1 komentar:

pijar mengatakan...

mika bukan maki