Selasa, 04 Mei 2010

AMIGA!

Hai.

Ah seandainya bisa. Aku ingin sekali bisa nulis di blog ini pake bahasa-bahasa lain selain bahasa Indonesia, Inggris, atau Jepang. Ingin. Karena aku ingin nulis lebih bebas, tanpa harus ada yang tersakiti.

Aku sedang bermasalah. Bukan bermasalah dalam arti yang sebenarnya. Hanya saja aku sedang jenuh. Jenuh dengan seseorang. Ia adalah sahabatku --setidaknya sampai pertengahan tahun kemarin dan setidaknya itulah yang ada di dalam pikiranku: sahabat--

Entah siapa yang memulai. Tau-tau kami sudah dekat. Tapi ia terlalu aneh untuk kusebut sebagai sahabat. Ia hanya membutuhkanku bila ingin. Dan aku tidak terlalu suka dengan sifatnya: inferior, tidak peka, dan lain-lain.

Aku merasa jadi orang paling bodoh sedunia kalau ia sudah mulai mengguruiku dengan gaya khasnya. Soalnya aku paling nggak suka digurui oleh siapapun dengan gaya seenaknya. Caranya ia memandangku (dan orang lain) ketika berkata atau melakukan sesuatu, agak meremehkan, aku nggak suka.

Belakangan aku baru sadar: akulah yang paling dekat dengannya. Akulah temannya. Mungkin satu-satunya, kalau aku boleh jahat.

Lalu aku mulai menandakan sinyal-sinyal menjauhinya, perlahan-lahan. Aku tidak lagi mudah dimintai tolong olehnya, aku tidak lagi mudah lunak terhadapnya. Aku jadi lebih galak, judes, dan egois padanya.

Oh mungkin saja itu tidak berpengaruh baginya. Toh ia enjoy-enjoy saja.

Seharunya kalau ia peka, ia tahu. Bahasa tubuh adalah bahasa yang paling mudah sedunia.

Mungkin saja ia tahu.

Aku teringat dengan perkataan salah satu tokoh di bioskop Indonesia tadi malam "Teman itu ada supaya kamu bisa care sama dia, bukan untuk disuruh-suruh".

Oh, sorry. Rasa ketidakenakanku sama dia udah mati rasa. Hambar. Aku berubah jadi manusia dingin.

Aku tahu. Dia punya bakat yang luar biasa di bidang yang tidak bisa kutekuni sama sekali, ia adalah seorang yang jenius dengan manipulasi-manipulasinya. Ia adalah maestro, seniman berbakat tanpa ekspresi: datar. Ia adalah seorang seniman dengan gayanya sendiri.

Benarkan? Terkadang jujur itu menyakitkan. Seperti di awal-awal tadi, aku berharap aku bisa berbahasa asing lain selain bahasa inggris dan jepang.

Aku tidak membencinya kok. Aku hanya jenuh.



ja ne...

Tidak ada komentar: