Minggu, 12 Juni 2011

Orkestra Rumah Sakit

Nggak banyak orang yang tahu kalau saya punya hobi ini: nonton teater dan drama. Saya mulai suka nonton teater sejak SMP ketika ibu saya mengajak nonton teater Koma-nya N.Riantiarno. Waktu itu, mereka memainkan lakon 'Sampek Engtay' di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Amboiiiii. Saya benar-benar terkesan dengan cerita, akting, pemain, naskah, kostum, dan koreografi milik Teater Koma yang menurut saya benar-benar-benar jenius. Sejak saat itu, saya mulai suka nonton teater dan drama. Menurut saya, ada unsur 'magis' tersendiri yang nggak bisa dijelasin kalau kita nonton suatu pagelaran seni secara langsung.


(aduuuuuh fotonya kecil amat -_-")

Nah, akhirnya, setelah saya ngidam nonton teater lagi (terutama Teater Koma, tapi ditunggu-tunggu nggak dateng-dateng di Jogja. Hiks), ibu saya suatu hari memberikan kabar gembira untuk saya: ayo nonton teater lagi! Yeaaaah.... Bukan Teater Koma sih, tapi Teater Shima-nya Puntung CM Pudjadi. Beliau ini kebetulan temannya ibu saya dan kedua anaknya beliau juga kebetulan mahasiswanya ibu saya :O.

Kami --saya, ibu saya, dan adik saya-- malam Sabtu lalu akhirnya pergi ke TBY nonton teater Shima yang mau memainkan 'Orkestra Rumah Sakit'. Saya lumayan geli ketika masuk TBY, para panitianya pakai baju ala dokter dan perawat. Kami duduk di bangku VIP dan depan sendiri (wesyeeeeh....). Dan sempat deg-degan apakah kayak Teater Koma dulu atau enggak :O.

Secara garis besar, cerita Orkestra Rumah Sakit itu menyindir rumah sakit-rumah sakit di Indonesia yang banyak menolak pasien miskin dan menelantarkan mereka. Sedangkan pasien-pasien berduit yang justru punya duit banyak dikasih fasilitas berlebih, padahal penyakit mereka nggak parah-parah amat. Belum lagi pelayanan rumah sakit yang buruk, susternya geje, dokternya geje, dan satpam di cerita tersebut yang merangkap jadi dokter anestesi dan bawa bogem ke mana2 :O.

Sebenarnya, naskahnya itu baguuuuuuus banget. Tapi e tetapi, para pemain yang ternyata sebagian besar masih anak SMA (fyi, teater Shima itu dulunya teater SMA N 6 Jogja), aktingnya masih kurang menggigit. Dan mereka diberi peran-peran inti. Sedangkan aktor teater Shima yang sudah senior 'hanya' menjadi peran pembantu.

Ketika kami pulang, di belakang kami ada bapak-bapak yang saya kenal sering main di FTV-FTV yang settingnya di Jogja, dan beliau mengaku kecewa.

Yaaa sebenarnya nggak papa sih kalau yang main anak-anak SMA, tapi kemampuan aktingnya perlu ditingkatkan dan diasah lagi. Berani tampil saja sudah bagus, kok d^^b
Kecewa ya sedikit. Tapi nggak papa lah, wong namanya udah pingin nonton teater dari dulu.
Teuteup berharap Teater Koma di Jogja. Huhuhuhu :(



ja ne...

Tidak ada komentar: